Profesi Perawat Paling Terdampak RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja terdapat poin-poin yang merugikan kaum pekerja, yakni perubahan jam kerja, sistem kerja, kerja kontrak, outsourcing, upah minimum, dan pesangon.

oleh Tira Santia diperbarui 16 Feb 2020, 20:00 WIB
Elemen Buruh melakukan aksi di depan Gedung MPR/DPR/DPD Jakarta, Rabu (12/2/2020). Dalam aksinya mereka menolak draft Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Federasi Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan Reformasi (DPP FSP Farkes Reformasi) Idris Idham, menilai bahwa dampak yang ditimbulkan apabila Rancangan Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja disahkan oleh DPR, maka sektor rumah sakit yang akan menerima dampak besar.

Karena dalam RUU itu terdapat poin-poin yang merugikan kaum pekerja, yakni perubahan jam kerja, sistem kerja, kerja kontrak, outsourcing, upah minimum, dan pesangon.

"Bagi kami, jikalau upah per jam diberlakukan, maka sektor rumah sakit paling bahaya sekali. Pertama, kita lihat diperawat itu ada perawat-perawat yang jam kerjanya bergantian. Nah, jika seandainya itu terjadi maka yang akan menyebabkan outsourcing perawat," kata Idris dalam kegiatan Konferensi Pers KSPI, di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Minggu (16/2/2020).

Maka dari itu, akan berkembang perusahaan-perusahaan penyaluran tenaga kerja yang akan sangat berkembang pesat. Seperti halnya penyaluran tenaga kerja asisten rumah tangga. Artinya perusahaan seperti rumah sakit hanya tinggal menelepon apabila membutuhkan tenaga kerja perawat di rumah sakit tersebut. Sehingga yang bekerja di rumah sakit itu, bukan pegawai atau pekerja yang asli dari rumah sakit yang bersangkutan.

Selain itu, dengan poin upah per jam akan menyebabkan dampak bagi perawat yang akan di outsourcing pekerjaannya, karena bebas tidak ada peraturan yang mengikat. "Banyak pekerjaan-pekerjaan yang nantinya digaji per jam, jika upah per jam, maka akan menyebabkan outsourcing, itu yang menjadi bahaya bagi teman-teman kita, dan saat ini ditempat-tempat rumah sakit sudah mengkhawatirkan itu," ungkapnya.

Karena menurutnya, sebelum masalah RUU cipta kerja ini muncul, dirinya bersama beberapa pihak rumah sakit diundang oleh menteri perekonomian untuk membahas tentang masa pemagangan, yang nantinya perawat dihitung kerjanya sebagai pegawai magang."Kita dengan asosiasi profesi rumah sakit kita menolak pemanggangan, karena itu membahayakan," tegasnya.

Demikian, ia menegaskan kembali bahwa pihaknya dari sektor farmasi dan kesehatan secara federasi, siap untuk menolak RUU cipta Kerja Omnibus Law itu. "Bahwa ini mengakibatkan para pekerja sudah gelisah, maka kami melawan," pungkasnya.

Saksikan video pilihan berikut ini:


RUU Cipta kerja Disahkan, Bakal Banyak Pekerja Kena PHK

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menkeu Sri Mulyani, Menkumham Yasonna Laoly, Menteri KLHK Siti Nurbaya, Menaker Ida Fauziyah dan Menteri ATR/BPN Sofyan Djalil menyerahkan draft RUU Omnibus Law kepada Ketua DPR Puan Maharani, Jakarta, Rabu (12/2/2020). (Liputan6.com/Johan Tallo)
Ketua Umum Serikat Pekerja Nasional (SPN) Joko Haryono, mengatakan bahwa kegaduhan terkait Rancangan Undang-undang Cipta Kerja Omnibuslaw, muncul pada 12 Februari lalu. Bahwa sudah ada perusahaan yang menawarkan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dengan menggunakan RUU itu.
 
Penawaran itu dilatarbelakangi karena poin RUU terkait pembayaran pesangon, yang mempermudah perusahaan tak membayar pesangon pekerja dengan sesuka hati, karena tidak ada sanksi atau hukum yang terikat.
 
"Kita terima resmi itu tanggal 13 Februari, bahwa walaupun dalam kontrak ada pesangon, tapi jika pesangon itu nanti bisa diterima baik dan sukses, tidak apa," dalam kegiatan Konferensi Pers KSPI, di Hotel Mega Proklamasi, Jakarta, Minggu (16/2/2020).
 
Menurutnya, pesangon tidak ada kepastian yang jelas, sehingga menyebabkan kualitas pekerja menurun. Lalu, selain pesangon ada juga jaminan program sosial jaminan tenaga kerja. Bahwa apa yang disampaikan pemerintah akan ada jaminan kehilangan pekerjaan, untuk pekerja yang diPHK dan tidak mendapatkan pesangon, maka pemerintah akan memberikan bantuan langsung tunai, dan pelatihan, serta memberikan akses kepada pekerja yang di PHK untuk mendapatkan pekerjaan lagi.
 
"Jaminan sosial tenaga kerja itu muncul program baru, yaitu jaminan kehilangan pekerjaan. Jadi nanti yang di PHK itu dijanjikan bantuan langsung tunai dan pelatihan serta memberikan akses mendapatkan pekerjaan lagi, tapi kepastiannya tidak ada. Dimana mekanismenya itu asuransi, jadi kalau jadi peserta baru ada harapan," ujarnya.
 
Kendati begitu, menurutnya PHK akan sangat mudah dilakukan oleh perusahaan kepada para pekerjanya yang tidak memenuhi kriteria perusahaan atau misalnya ada kesalahan yang dilakukan perusahaan, dengan memanfaatkan RUU itu untuk mem-PHK pekerjanya.
 
"PHK itu dipermudah semudah-mudahnya, padahal PHK itu hak kerja dari masa penghasilan dari seseorang bekerja, walaupun kemudian dijanjikan pesangon, karena pesangonnya masih janji tapi PHK-nya sudah pasti, perusahaan yang mem-PHK itu sewaktu-waktu tidak ada sanksi hukumnya, jadi seenaknya aja," jelasnya.
 
Bisa dibilang perusahaan tidak membayar pesangon tidak apa-apa karena tidak ada hukum dan sanksi yang tercantum dalam peraturan terkait. 
"Saat ini sudah mulai gaduh diperusahaan-perusahaan, sejak hari rabu perusahaan dengan UU itu memanfaatkan PHK-PHK ilegal itu, dengan menawarkan pesangon separo, pesangon itu kalau kita analisa merupakan mandatory yang harusnya dijalankan oleh perusahaan, yang harusnya sesuai dengan pekerjanya," pungkasnya.
 
 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya