Liputan6.com, Jakarta - Perundungaan terhadap anak sekolah semakin memprihatinkan dunia pendidikan. Kejadian di salah satu SMP di Purworejo menguak fenomena yang telah lama terjadi di dunia pendidikan Indonesia.
Pengamat pendidikan Budi Trikorayanto menyebut, salah satu faktor pendorong budaya perundungaan adalah sistem pendidikan yang berbasis kekerasan untuk mendidik siswa.
Advertisement
"Kalau menurut saya terkait dengan sistem pendidikannya ya yang agak sedikit mengutamakan kekerasan juga. Misalnya sekolah yang bagus sekolah yang disiplin, kalau telat dihukum, pake poin," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Minggu (16/2/2020).
Budi menurutkan, sistem seperti itu tidak mengedepankan kasih sayang dalam semangat pembelajarannya. Hal inilah yang menurut dia menjadikan budaya perundungaan yang sarat akan kekerasan bisa tumbuh.
"Iya, jadi saya kira mulai sistem pendidikannya. Kita ini mulai dari sistem pabrik ya dengan standar, dengan seragam," ungkap dia.
Budi menegaskan bahwa setiap anak memiliki karakter dan potensi masing-masing, namun sistem menyamaratakan mereka.
"Belajarnya sama, seragam semua. Padahal setiap anak itu kan minat bakatnya beda," tegas Budi.
Lebih jauh, kata Budi, banyak pula lembaga pendidikan kedinasan di Indonesia yang justru mengendepankan budaya kekerasan dengan pretensi untuk menggembleng mental murid. Akibatnya, hal tersebut memicu terjadinya aksi perundungan di sekolah.
"Anak yang mengalami kekerasan bukan tahan terhadap kekerasan, tapi menjadi pelaku dari kekerasan itu sendiri. Anak itu mencontoh ya. Kalau anak dengan kasih sayang akan menghadapi kekerasan dengan kasih sayang," ungkapnya.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Hukum Tidak Tegas
Selain itu, Budi juga menilai maraknya fenomena perundungaan ini disebabkan karena hukuman terhadap pelaku tidak tegas.
"Kita terlalu permisif karena alasan itu anak-anak, anak sekolah," katanya.
Ia berharap supaya semua pihak yang terlibat bisa memberikan ketegasan terhadap pelaku perundungaan atau bullying. Mengingat korban perundungaan tidak bisa disebut hanya sedikit.
Budi bahkan menceritakan, bahwa anak di bawah asuhannya yang merupakan siswa homeschooling sebagai besar karena korban perundungaan.
"Sebagian besar anak homeschooling itu korban bullying. Dia enggak tahan sama teman-temannya, sama gurunya. Kata-kata yang badannya agak gemuk, semuanya itu korban bullying. Saya kira separuh itu korban bullying," tuturnya.
Budi menilai, perundungaan ini merupakan masalah besar yang semestinya berbagai pihak bahu-membahu untuk menyelesaikannya.
"Saya pikir pemerintah mesti lebih tegas. Bukan karena mereka anak sekolah, anak-anak lalu seperti permisif akan hal itu," tegas dia mengakhiri.
Sebelumnya, beredar sebuah video di media sosial yang menampilkan tiga siswa laki-laki melakukan perundungaan kepada seorang siswi. Siswi berkerudung tersebut bahkan ditendang dan dipukul oleh ketiga pelaku.
Diketahui peristiwa tersebut terjadi di salah satu SMP swasta di Purworejo, Jawa Tengah. Polisi telah menetapkan ketiganya sebagai tersangka.
Menurut Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Iskandar Sutisna ketiganya yang diketahui atas inisial TP, DF, UHA, tega melakukan perundungan usai korban CA menolak memberikan sejumlah uang.
"Bahwa murid wanita ini dipalak, dimintai uang, oleh tiga pelaku," kata Iskandar saat dihubungi Liputan6.com, Kamis (13/2/2020).
CA lalu justru melaporkan aksi pemalakan tersebut kepada guru. Aksinya itu membuat ketiga tersangka berang hingga melakukan perundungan ke korban.
"Karena tidak dikasih dan dilaporkan ke guru, akhirnya tiga pelaku marah dan menganiaya," terang dia.
Advertisement