Liputan6.com, Semarang - Doktor Sucipto Hadi Purnomo, pengajar di Universitas Negeri Semarang (Unnes) tiba-tiba dinonaktifkan sebagai dosen. Dosen Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni ini dianggap melakukan ujaran kebencian dan penghinaan terhadap Presiden Joko Widodo lewat akun media sosial Facebook.
Sucipto dinonaktifkan mulai 12 Februari 2020 melalui Keputusan Rektor Unnes Nomor B/167/UN37/HK/2020. Alasan penonaktifan adalah agar bisa fokus menjalani pemeriksaan.
Atas hal ini, Sucipto menjelaskan atas sanksi yang diterimanya. Semua berawal dari surat panggilan rektorat untuk menjadi saksi atas kasus dugaan plagiasi di Unnes dengan terlapor FR.
Baca Juga
Advertisement
"Selasa, 11 Februari 2020 kemarin, saya dipanggil dan diperiksa. Saya tanya pemeriksaannya apa, ada SOP-nya enggak? Salah satunya saya dimintai keterangan terkait perkara tentang dugaan plagiasi saudara FR," kata Sucipto.
Sucipto lalu dijadwalkan diperiksa lanjutan di hari berikutnya. Namun pemeriksaan belum terjadi, ia sudah diskors.
"Pada Rabu, 12 Februari 2020 saya mendapat kabar kalau kampus menskors saya. Disampaikan ke saya Jumat, 14 Februari 2020. Saya kaget, ini kenapa ambil langkahnya cepat sekali," kata Sucipto.
Sucipto kemudian meminta penjelasan. Rektorat Unnes menyampaikan bahwa postingan di akun Facebook miliknya dianggap menghina Presiden Jokowi. Dalam unggahan pada 10 Juni 2019, Sucipto menulis Penghasilan anak-anak saya menurun drastis tahun ini. Apakah ini efek Jokowi yang terlalu asyik dengan Jan Ethes?
Alibi Rektor
Atas postingan itu menurut Sucipto, tidak mempersoalkan apapun. Dan sebagai masyarakat akademik, ia mengajak Rektor Unnes untuk menggelar debat terbuka, membedah kalimat di media sosial itu.
"Ini kan masyarakat akademik, kenapa tidak dibuat saja debat terbuka dengan menghadirkan ahli bahasa juga ahli politik,” kata Cipto.
Sementara itu Rektor Unnes Fathur Rohman menyampaikan bahwa kampusnya sangat tegas terhadap postingan di media sosial yang diunggah dosen, tenaga kependidikan dan mahasiswa. Apalagi jika postingan tersebut berisi penghinaan terhadap symbol negara.
“Pasal 218 ayat 1 RKHUP menyatakan setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden atau wakil presiden dapat dikenakan dipidana,” katanya.
Ujaran kebencian dan penghinaan yang diunggah di media sosial juga melanggar UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sanksi itu menurutnya merupakan upaya Unnes melaksanakan tugas pokok Tridharma perguruan tinggi. Dalam hal ini adalah peran dalam meneguhkan peradaban bangsa Indonsia.
"Kalau ada dosen yang mengunggah konten menghina presiden berarti yang bersangkutan tidak beradab,” kata Fathur Rohman.
Advertisement
Respon Media Sosial
Atas penonaktifan ini, muncul gerakan tanda pagar (tagar) #savecipto #savesuciptohadipurnomo #antiplagiasi #savePakCip dan #saveUniversitasNegeriSemarang di berbagai platform media sosial. Banyak seniman budayawan maupun aktivis yang menilai bahwa penonaktifan itu.
Akun @FLR-fii di Twitter menulis “Saya mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Jawa, saya mahasiswa bimbingannya Pak Cipto. Saya tau betul bagaimana trackrecord Pak Cipto. Beliau orang yang baik, dan saya salut atas keberanian beliau.
Dan saya rasa orang-orang sudah cerdas lah ya dalam membaca kasus ini #SavePakCip.”
Sementara itu sastrawan, budayawan Gunawan Budi Susanto menulis satire pendek di akun Facebook-nya.
PERIBAHASA
"Prut, satire apa sih?"
"Satire, menurut tesaurus bahasa indonesia susunan Eko Endarmoko, adalah karikatur, parodi, pasemon, sindiran, travesti."
"Beda dari peribahasa ya?"
"Beda. peribahasa adalah adagium, aforisme, amsal, bidal, maksil, pemeo, pepatah, perbahasaan, petitih, ungkapan; ibarat, misal, pengandaian, perumpamaan."
"Contoh satire apa, prut?"
"Kawan saya, Sucipto Hadi Purnomo, pernah mengunggah status, 10 juni 2019: 'penghasilan anak-anak saya menurun drastis pada lebaran kali ini. apakah ini efek jokowi yang terlalu asyik dengan jan ethes?' nah, itu contoh satire."
"contoh peribahasa, prut?"
"Raja adil, raja disembah. raja lalim, raja disanggah."
"Wow! kau tidak sedang menyindir siapa-siapa kan, prut?"
"Itu peribahasa, cung!"
Simak video pilihan berikut:
Dosen Anti Plagiat
Doktor Sucipto Hadi Purnomo sendiri sudah menghasilkan banyak buku dan esai. Sebelumnya ia menjadi redaktur budaya Bahasa Jawa dalam rubrik Sang Pamomong di Suara Merdeka.
Ia dikenal sebagai sosok yang sangat anti plagiarisme. Ia pernah menjadi saksi kasus plagiarisme karya ilmiah yang diduga dilakukan oleh Rektor Unnes Fathur Rokhman.
"Diduga karena saya pernah diminta menjadi saksi dalam kasus yang dilaporkan oleh pimpinan Unnes ini ke Polda Jawa Tengah," kata Sucipto.
Saat itu pimpinan Unnes pernah melaporkan seseorang ke polisi yang diduga telah mengungkap dugaan plagiarisme yang dilakukan rektor.
Sanksi penonaktifan Sucipto ini jelas menyisakan tanda tanya besar mengenai latar belakangnya. Karena bersaksi dalam pengungkapan plagiarisme ataukah penghinaan kepada Jokowi.
Advertisement