Liputan6.com, Jakarta Ekonom senior Emil Salim menilai langkah Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengedepankan ekonomi dalam Rancangan Undang-Undang Omnibus Law kurang tepat. Sebab cara itu sudah lama ditinggalkan oleh negara-negara lain di dunia.
Sejak 2015, Emil Salim mengatakan bahwa berbagai negara di dunia sudah tidak lagi memisahkan sektor pembangunan. Sektor ekonomi, lingkungan dan sosial (kemanusiaan) tergabung dalam satu matriks yang sama.
Advertisement
"Jadi ada timbal balik antara ekonomi, sosial dan lingkungan," kata Emil Salim di ITS Tower, Jakarta Selatan, Senin (17/2/2020).
Konsep pembangunan yang dimaksud Emil Salim yaitu sustainable development goals (SDGs) atau tujuan pembangunan keberlanjutan.
Konsep pembangunan ini terus digaungkan antar negara di dunia sejak 2015. Indonesia pun termasuk negara yang ikut serta di dalamnya.
Mantan Ketua Dewan Pertimbangan Presiden era Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menilai sektor ekonomi tidak bisa dipisahkan dengan sektor lingkungan dan kemanusiaan. Ekonomi memerlukan SDM dan sektor lainnya untuk saling mendukung.
"Sehingga di dalam membangun itu bukan ekonomi berdiri sendiri tapi berdampak ke lingkungan juga," kata dia.
Pembangunan ekonomi seharusnya bisa masuk ke ranah sosial dan lingkungan. Sekarang ini di seluruh dunia memakai konsep sustainable development.
Alasannya masalah yang menyangkut lingkungan seperti perubahan iklim dan berbagai macam merupakan akibat dampak dari pembangunan ekonomi. Misalnya, penggunaan sumber daya energi batu bara mengacu pada lingkungan.
Masalah lingkungan memukul perubahan iklim, salah satunya permukaan laut yang naik dan mengakibatkan banjir. Hal ini berdampak pada sektor ekonomi. Sektor ekonomi pun perlu memperhitungkan SDM yang pada akhirnya jadi penentu pembangunan.
"Jadi jangan dipilah-pilah antara ekonomi, sosial, dan lingkungan," kata Emil Salim mengakhiri.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Draf Omnibus Law Cipta Kerja Terdiri dari 15 Bab dan 174 Pasal
Pemerintah menyerahkan surat presiden dan naskah akademik Omnibus Law RUU Cipta Kerja kepada DPR RI. Ketua DPR Puan Maharani menerima langsung naskah itu dari perwakilan pemerintah lewat enam menteri dan satu wakil menteri.
Kedatangan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Wakil Menkeu Suahasil Nazara, Menteri Menteri Agraria dan Tata Ruang Sofyan Djalil, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya, Menkumham Yasonna Laoly, dan Menaker Ida Fauziah diterima langsung oleh Ketua DPR Puan Maharani, Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel, dan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin.
"Tujuannya kami akan menyerahkan surpres, menyerahkan draf UU, dan naskah akademiknya. Jadi semuanya sudah dilengkapi dan tadi kami menyerahkan ini dokumennya," kata Menko Perekonomian Airlangga sembari memamerkan naskah bertuliskan Cipta Kerja di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (12/2/2020).
Airlangga menegaskan, judul Omnibus Law yang diserahkan ke DPR hari ini adalah Cipta Kerja atau Ciptaker.
"Judulnya adalah Cipta Kerja. Singkatannya ciptaker, jadi tadi arahan Ibu Ketua DPR jangan dipelesetin," ucap dia.
Omnibus Law Cipta Kerja ini sebelum diserahkan ke DPR disebut Cipta Lapangan Kerja. Namanya pun disingkat menjadi Cilaka.
Naskah yang diserahkan tersebut terdiri dari 79 RUU, 15 bab, dan 174 pasal. Airlangga berharap, DPR bisa memproses draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja sesuai dengan mekanisme yang ada.
"Tentu tadi kami bahas juga terkait persamaan akan dilakukan sosialisasi ke seluruh provinsi di Indonesia. Di mana dalam sosialisasi nanti akan dilakukan bersama antara pemerintah dan juga DPR," jelas dia.
Pembahasan dan sosialisasi Omnibus Law Cipker ini, kata Airlangga, akan melibatkan 7 sektor atau 7 komisi terkait.
"Nantinya terlibat sektor-sektor yang tadi ibu ketua DPR sampaikan. Ada 7 sektor terkait, ada 7 komisi terkait, tentunya anggota dewan kami akan libatkan untuk bersosialisasi sebelum masyarakat bisa mengetahui apa yang akan dibahas, apa yang akan diputuskan," tandas Airlangga.
Advertisement