Liputan6.com, Jakarta - Wajah Pusat Kesenian Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta sebentar lagi akan berubah. Tampang jadul dan jauh dari representatif akan lenyap berganti dengan gedung mentereng, modern dan kekinian. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Jakarta Propertindo (Jakpro) akan merevitalisasi pusat kesenian kebanggaan warga Jakarta tersebut.
Revitalisasi merujuk pada Pergub Nomor 68 Tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Kegiatan Strategis Daerah dan Kepgub Nomor 1042 Tahun 2018 tentang Daftar Kegiatan Strategis Daerah. Proses revitalisasi sudah berjalan sejak Juli 2019 dan akan berlangsung beberapa tahap hingga Juli 2021.
Advertisement
PT Jakpro akan merevitalisasi Gedung Planetarium, Gedung Galeri Cipta II, Gedung HB Jassin, dan Graha Bhakti Budaya. Total anggaran yang disiapkan adalah Rp 1,8 triliun. Tahap pertama, pembangunan meliputi Masjid Amir Hamzah yang berlokasi di area Plaza Graha Bhakti Budaya, kemudian Gedung Parkir TIM, dan Pos Damkar. Pararel dengan itu, Gedung Perpustakaan dan Wisma TIM di area bekas kantor DPP Angkatan 66 ARH hingga jajaran kantin juga digarap.
Sayangnya, proyek ini tak sepenuhnya berjalan mulus. Sejumlah pihak tidak sepakat. Polemik pun mewarnai revitalisasi TIM.
Pegiat seni yang juga anggota tim revitalisasi TIM 2018-2019 Ari Batubara menyatakan, ada mispersepsi dalam revitaliasasi TIM. Menurut dia, yang dilakukan Pemprov DKI melalui Jakpro saat ini bukanlah revitalisasi, melainkan pembongkaran.
"Harus dibedakan, pembongkaran itu tidak sama dengan revitalisasi. Kalau revitalisasi saya mendukung. Revitalisasi adalah sebuah keniscayaan," ujarnya membuka perbincangan dengan Liputan6.com, Selasa (18/2/2020).
Ari pun membeberkan apa itu yang dimaksud revitalisasi TIM. Menurut dia, gagasan revitalisasi TIM sudah ada masterplan-nya sejak 2007. Dalam masterplan yang digagas sejumlah tokoh masyarakat dan seniman, disebutkan bahwa revitalisasi adalah suatu usaha untuk mengembalikan TIM sebagai pusat kesenian yang berfungsi sebagai laboratorium dan barometer kesenian Indnonesia.
"Aspeknya ada dua, yaitu fisik dan nonfisik," ujarnya.
Untuk fisik dilakukan dengan satu-dua perubahan, yakni membangun kembali teater arena yang pernah dibongkar dan penambahan ruang pamer utama. Selain itu, juga merenovasi fasilitas yang sudah tua, seperti Graha Bhakti Budaya.
Sedangkan untuk nonfisik, revitalisasi dilakukan dengan restrukturisasi kelembagaan yang berkaitan dengan kegiatan di TIM. Selain itu, menata kembali ekosistem TIM melalui perda yang di dalamnya membahas bagaimana sistem dan keseniannya seperti apa, lembaganya seperti apa, serta bagaimana hubungan lembaga satu dengan lainnya.
"Pertanyaannya, ada nggak konsep-konsep revitalisasi masterplan 2007 tersebut di proyek TIM sekarang? Tidak ada, kan?" ujarnya.
Dia menegaskan, di masterplan 2007 jelas tidak ada hotel atau wisma. Tidak juga ada foodcourt seperti yang akan dibangun saat ini.
"Saya sedari awal sudah protes dengan adanya hotel tersebut. Hotel akan mengubah atmosfer TIM sebagai pusat kesenian. Jika itu terjadi, TIM tidak akan menjadi pusat kesenian, tapi malah mematikan TIM sebagai pusat kesenian," jelasnya.
Namun, nasi sudah menjadi bubur. Revitalisasi sudah berjalan dan tidak mungkin dihentikan. Pondasi hotel sudah dibangun, Gedung Graha Bhakti Budaya juga sudah dibongkar. Menurut Ari, kini yang bisa dilakukan adalah apa yang telah dibongkar dan akan dibangun ke depannya tetap bermanfaat dan bisa dinikmati.
"Entah itu jadi bubur ayam, bubur manado, atau bubur bubur lainnya, harus tetap dimanfaatkan," jelasnya.
Dia meminta Gedung Graha Bakti Budaya yang saat ini sudah dibongkar. Nantinya dalam pembangunan gedung baru sebagai pengganti desainnya memperhatikan aspirasi stakeholder.
"Karena yang mau dibangun kan gedung kesenian bukan lainnya. Harus sesuai dengan kebutuhan," ujarnya.
Selain itu, dia berharap pengelolaan TIM nantinya harus dilakukan secara benar.
"Bukan soal siapa yang kelola, kalau benar, siapa pun yang kelola tidak masalah. Pengelolaan harus dalam rangka menjadikan TIM sebagai pusat kesenian. Kesenian yang ditampilkan harus yang bermutu dan berkualitas menurut kaidah-kaidah artistik. Tidak boleh sembarangan," ujarnya.
Selain itu, pengelola TIM ke depan tidak boleh menyewakan ruang yang ada, tapi juga tidak gratisan. Seniman-seniman yang tidak mampu dibantu. Karyanya dijual. Menonton bayar, siapa pun dia.
"Jika harapan tersebut tidak bisa dilakukan, ya tidak apa-apa. Tutup buku saja. Tidak ada lagi Pusat Kesenian Taman Ismaiil Marzuki, yang ada hanya Taman Ismali Marzuki," ujar Ari Batubara.
Sikap berbeda disampaikan Plt Sekjen dan Ketua Komite Film Dewan Kesenian Jakarta Hikmat Darmawan. Menurut dia, revitalisasi memang dibutuhkan untuk TIM.
Dia menyatakan, ide merevitalisasi TIM sebenarnya sudah ada sejak lama, terbukti dengan diadakannya sayembara atau lomba mendesain TIM sebagai pusat kesenian Jakarta. Lomba ini dimenangi oleh arsitek Andra Matin pada 2007.
Ketika dalam proses revitalisasi, terjadi pro-kontra dari berbagai pihak. Ada pihak yang mendukung revitalisasi, ada juga yang menolak dengan alasan-alasan tertentu.
Hikmat Darmawan berpendapat bahwa fungsi TIM itu lebih besar dari ruangnya.
"TIM itu adalah sejarah yang datang ke situ dan mendambakan sesuatu, juga mengembangkan sesuatu di situ," katanya, Selasa (18/2/2020).
TIM dinilai Hikmat perlu pembaruan karena merujuk pada perkembangan zaman untuk masa depan. Tak hanya itu, penempatan kegiatan seni dan penataan karya seni yang ada di TIM juga harus tertata dengan baik.
Menurut dia, jika dilihat dari segi fisik, Taman Ismail Marzuki ini masih baik dalam artian layak, tetapi dari segi fungsi dan perujukannya yang masih menjadi masalah.
"Ada banyak masalah di situ. Di mana ruang buat HB Jassin, arsipnya? Karena itu tidak sekecil itu. Di mana pusat film itu cinema alternatifnya? Kineforum ada. Di mana seniman-seniman residensi akan ditempatkan? Di mana koleksi lukisan-lukisan akan ditempatkan? Itu (lukisan-lukisan) butuh ruang sendiri, kalau pertanyaan-pertanyaan itu dijawab, itulah ruang ideal bagi TIM sebagai sentra kesenian di Jakarta," kata dia.
Hikmat juga meyakini bahwa revitalisasi TIM masih bisa ditentukan arahnya secara bersama-sama, tak hanya mengandalkan ego masing-masing.
Hanya, yang perlu juga diperhatikan adalah kejelasan dan posisi seniman usai revitalisasi nantinya. Pihaknya meminta seniman dilibatkan dan punya voting rights untuk pengelolaan TIM baru nanti.
"Kami seniman harus terwakili kepentingannya, publik seni juga harus terwakili kepentingannya. Visi seni atau Jakarta sebagai kota seni ke depan yang bertaraf internasional gitu ya terpenuhi," ungkapnya.
Dia menyatakan, sejauh ini komunikasi maupun kerja sama dengan Pemprov DKI berjalan positif. Dia hanya meminta ada kejelasan kapan revitalisasi akan rampung. Karena kalau tidak ada kejelasan, banyak seniman yang selama ini menjadikan TIM sebagai tempat berkarya akan dirugikan.
"Komunitas tari sudah jerit-jerit, kapan ini latihan? Bagaimana gedungnya? Jadi nggak ada alasan menghentikan atau mendukung pemberhentian pembangunan fisik. Yang kami tuntut adalah kejelasan peruntukan nanti, gitu ya," pungkasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Seniman Terancam?
Jakarta Propertindo memastikan proyek revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM) Jakarta tidak akan menghilangkan fasilitas seni yang telah ada. Dia menyebut, fasilitas yang ada hanya akan dibuat lebih baru atau modern.
"Konsep besar revitalisasi TIM, kita tidak ada satu pun fasilitas seni yang ada saat ini hilang. Yang ada kita modernisasi, yang tidak ada kita adakan," kata Direktur Utama PT Jakarta Propertindo Dwi Wahyu Daryoto, belum lama ini.
Itu sebabnya, tidak ada alasan untuk merasa takut dengan proyek TIM saat ini. "Justru selasar itu bisa dipakai, enggak ada itu jadi tembok penghalang berekspresi. Itu bisa semua, selasar hotel, mau di belakang Teater Jakarta bisa juga," ucapnya.
Selain itu, dia menyatakan nantinya usai revitalisasi, hasil keuntungan akan tetap diserahkan ke pihak TIM. Sebab, hal itu guna pengoptimalan TIM.
"Kalau mau dikelola gini loh supaya nanti bener-bener meringankan juga APBD DKI dalam rawat fasilitas modern ini. Jadi, itu supaya enggak rancu," papar dia.
Direktur Operasinal Jakpro M Taufiqurrahman menambahkan, revitalisasi TIM sudah dipersiapkan sejak jauh hari. Sejak Februari 2019, pihaknya sudah bicara dengan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), yakni Anto Hoed, Anton, Slamet Rahardjo, dan Taufik Ismail.
"Semua sudah kita komunikasikan dan akan terus dilangsungkan upaya komunikasi. Semakin banyak kita berkomunikasi, semakin baik, kita senang dapat masukan," ujarnya, Selasa (18/2/2020).
Taufiq pun membeberkan posisi Jakpro usai revitalisasi nantinya. Menurut Taufiq, Jakpro akan menangani masalah infrastruktur, air, lampu, dan gedung.
"Jakpro seolah-olah ambil alih peran seniman itu tidak sama sekali. TIM akan dikelola oleh tim kurasi DKJ serta Dinas Pariwisata dan Budaya DKI," kata dia.
Revitalisasi TIM sudah berlangsung sejak Agustus 2019 dan saat ini sudah berjalan 15 persen. Targetnya, revitalisasi akan rampung pertengahan 2021. Saat ini, pihaknya tengah membangun perpustakaan HB Jasin.
"Kan banyak lukisan puluhan juta yang tidak terawat, atapnya berlubang dan tidak layak. GBB (gedung pementasan) juga tidak layak dan diamini sama bapak-bapak seniman dan harus dirubuhkan agar bisa mengakomodasi para pementas," ujarnya.
Taufiq juga memastikan pembangunan hotel yang sempat diwacanakan tidak jadi dilakukan setelah mendapat resistensi dari sejumlah pihak, termasuk adanya pemangkasan anggaran senilai Rp 200 miliar. Hanya, pembangunan dua wisma, yakni Wisma TIM dan Wisma Seni Budaya akan terus berlanjut.
"Sebetulnya niat kita ada memberikan tempat akomodasi. Misalnya nih mau menyaksikan Teater Koma pementasan ada 100 orang, kalau pentas seminggu mau tidur di mana? Nah daripada ke luar, kita kasih tempat layak. Jangan khawatir, jangan salah paham, komersial itu tidak ada di kamus Jakpro. Kita hanya bangun amanah Pemprov DKI," paparnya.
Dengan dibatalkannya rencana adanya hotel, Wisma TIM yang sedianya akan dibangun 14 lantai, di mana lantai 8 sampai 14 akan diperuntukkan untuk hotel, untuk sementara hanya akan dibangun 8 lantai.
"Yang jelas lantai 1-8 masih ada karena fungsi utama menlindungi seni dan memberikan galeri seni dokumentasi HB Jassin dan perpustakaan," ujarnya.
Terpisah, Sekretaris Dinas Kebudayaan Imam Hadi Purnomo menyatakan, revitalisasi TIM bertujuan mengembalikan fungsi TIM sebagai laboratorium seni, etalase seni dan barometer seni di Indonesia dan Asia.
"Revitalisasi dengan membangun infrastruktur seni berstandar internasional sekarang ini diharapkan bisa menjawab kebutuhan pertunjukan seni 10 sampai 20 tahun ke depan," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (18/2/2020).
Imam mengklaim, revitalisasi TIM yang dilakukan saat ini berdasarkan saran dan masukan seniman yang tampil dan berkarya di TIM.
"Selama ini banyak saran dan masukan dari seniman dan ditinjaklanjuti oleh Pemprov DKI untuk merevitalisasi TIM," jelasnya.
Dia memastikan tidak akan ada perubahan signifikan dalam pengelolaan TIM seusai revitalisasi. TIM akan dikelola Pemprov DKI dengan melibatkan Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) dan Akademi Jakarta, dibantu Jakpro dalam merawat dan memelihara infrastruktur.
Imam memastkan tidak akan ada seniman yang terpinggirkan dengan adanya revitalisasi ini. Pemprov DKI menjamin, selama produktif dalam berkarya dan menghasilkan karya seni yang berkualitas, seniman tersebut tetap bisa tampil di TIM
"Peran Disbud adalah pembinaan, pengembangan dan kolaborator seni budaya di Jakarta. Jadi tidak ada masalah," pungkasnya.
Advertisement
Bayang-Bayang Moratorium
Polemik revitalisasi TIM ternyata sampai juga ke Gedung Parlemen di Senayan. Komisi X DPR menyimpulkan ada cacat prosedur dalam revitalisasi Taman Ismail Marzuki (TIM). Kesimpulan itu diambil usai rapat dengar pendapat umum dengan forum seniman peduli TIM di Kompleks Parlemen Senayan.
"Kami melihat ada cacat prosedural dalam revitalisasi ini. Ada beberapa regulasi yang tidak terpenuhi seperti yang disampaikan oleh teman-teman dari Forum Seniman Peduli TIM," Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda usai rapat di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (17/2/2020).
Syaiful pun mendesak untuk moratorium revitalisasi TIM hingga ada kejelasan prosedur dari pihak pengembang. Dia meminta ada kompromi terhadap para seniman dan budayawan.
"Karena itu, Komisi X setuju dan mendukung supaya revitalisasi TIM dimoratorium dulu, dihentikan dulu sampai ada kejelasan terkait dengan prosedur dan terkait dengan adanya kompromi terhadap pelaku yang selama ini ada di sana, yaitu para seniman dan budayawan," ujarnya.
Karena itu, Komisi X DPR bakal memanggil pihak terkait revitalisasi TIM. Termasuk Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. DPR langsung akan bersurat kepada Anies hari ini.
"Rekomendasi kami yang kedua, kami akan memanggil Saudara Gubernur Pak Anies Baswedan, DPRD DKI, dan PT Jakpro yang diposisikan dalam Pergub Nomor 63 sebagai pelaksana dari pembangunan atau revitalisasi TIM ini," kata Syaiful.
Syaiful menuturkan, seharusnya Pemprov DKI tidak mengkomersialkan pusat kebudayaan. Dia menyinggung keterlibatan BUMD PT Jakpro yang menjalankan revitalisasi.
"Kalau pemda mau membangun, semestinya dia bangun atas APBD itu sendiri, jangan diberikan kepada BUMD yang komersial, lalu BUMD membangun itu. Dan itu pasti komersial, pasti komersial. Saya khawatir seniman pun tidak punya akses dia untuk tampil dan berkarya di sana," jelasnya.
Syaiful juga mengkritik adanya hotel yang menjadi bagian pembangunan revitalisasi TIM. Padahal, pada proses sayembara tidak ada hotel dalam skema awal.
"Saya menolak betul pendirian pembangunan hotelnya. Ini betul-betul semangat kepentingan komersial. Enggak ada yang bisa kita lihat, sisi mana dari DKI ini dibangun hotel kalau enggak sisi komersial? Enggak ada. Ini semata-mata komersial, terutama soal hotelnya," tegas Syaiful.
Ketua Lembaga Kebudayaan Betawi Beki Mardani menyatakan, sejauh ekosistem dan fasilitas berkesenian terpenuhi lengkap, tidak ada alasan menolak atau moratorium revitalisasi TIM yang berlangsung saat ini.
Beki memaklumi jika muncul kekhawatiran dari sejumlah seniman yang ada saat ini terhadap perubahan yang akan terjadi TIM usai revitalisasi. Hanya, kondisi tersebut harusnya disikapi secara positif dan menjadi tantangan agar bisa menghasilkan karya yang lebih berkualitas.
"Kan kita sudah sepakat menjadikan TIM sebagai pusat seni. Harus ada konsekuensi. Logikanya, kalau belum bisa masuk Liga Premier, ya kelas dua dulu aja," kata dia kepada Liputan6.com, Selasa (18/2/2020).
Beki menyatakan, revitalisasi TIM adalah sebuah keharusan. TIM sebagai simbol pusat seni berskala internasional yang dibangun pada 1970-an kini sudah tua dan membutuhkan penyegaran.
"Wajarlah kalau kemudian ada rehab seperti sekarang ini. Kan, sudah puluhan tahun tidak ada perbaikan," katanya.
Menurut dia, harus ada pengembangan TIM sesuai kebutuhan ke depan. Jakarta harus mempunyai gedung seni berskala internasional yang bisa dibanggakan bersama.
Beki hanya berharap, ke depannya, usai revitalisasi, TIM menyediakan panggung khusus untuk Ismail Marzuki. Menurut dia, sebagai komposer besar dan juga pahlawan nasional yang namanya diabadikan di TIM, sudah sepantasnya karya-karya Ismail Marzuki mendapat tempat di Taman Ismail Marzuki.
"Karya-karya Ismail Marzuki harusnya bisa dimasukkan. Dikasih tempat. Misalnya ada museum atau ruangan khusus yang berisi karyanya. Karyanya kan tidak sendiri, 200 -an lagu," ujarnya.