Liputan6.com, Jakarta - Rancangan Undang-Undang atau RUU Omnibus Law Cipta Kerja masih dibahas pemerintah bersama DPR RI. Namun, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly mengaku ada salah ketik dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja tersebut.
Salah ketik yang dimaksud dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja adalah soal Presiden berwenang mengubah Undang-Undang melalui Peraturan Pemerintah (PP).
Advertisement
"Ya ya. Enggak bisa dong PP melawan Undang-Undang. Peraturan perundang-undangan itu," kata Yasonna di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Senin 17 Februari 2020.
Menurut Yasonna, yang bisa diubah menggunakan PP dalam Omnibus Law RUU Cipta Kerja adalah Peraturan Daerah (Perda). Dalam artian, Perda tidak boleh bertentangan dengan UU di atasnya seperti Peraturan Presiden (Perpres) dan PP.
Meski begitu, menurut Yasonna, tidak perlu ada revisi ulang. Sebab, perbaikan tersebut akan dibahas di DPR. "Nanti di DPR akan diperbaiki. Itu hal teknis," kata Yasonna.
Namun, persoalan salah ketik draf itu menuai beragam tanggapan. Misalnya saja dari Wakil Ketua Umum Partai Demokrat yang juga Wakil Ketua MPR RI Syarief Hasan.
"Ternyata ada bantahan Menkopolhukam dan Menkumham bahwa itu salah ketik katanya. Ya masa sih lucu kok yang prioritas kok salah ketik," ujar Syarief.
Berikut ragam tanggapan soal salah ketik dalam draf RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang disampaikan oleh Menkumham Yasonna Laoly dihimpun Liputan6.com:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Partai Demokrat Anggap Lucu
Wakil Ketua Umum Demokrat Syariefuddin Hasan merasa heran RUU prioritas usulan pemerintah Omnibus Law terdapat salah ketik.
Kesalahan itu terdapat pada Pasal 170 Omnibus Law Cipta Kerja yang menyebut peraturan pemerintah bisa membatalkan undang-undang.
"Ternyata ada bantahan Menkopolhukam dan Menkumham bahwa itu salah ketik katanya. Ya masa sih lucu kok yang prioritas kok salah ketik," ujar Syarief.
Syarief menuturkan, peraturan pemerintah tak bisa membatalkan undang-undang. Dia mengingatkan agar pemerintah tidak mengeliminasi tugas dan tanggung jawab DPR.
"Saya kan mengatakan kemarin, mengingatkan jangan sampe mengeliminasi tugas dan tanggung jawab daripada DPR," kata Wakil Ketua MPR itu.
Syarief menilai manusiawi jika memang ada unsur kelalaian. Dia mempertanyakan apakah penyusun RUU Omnibus Law tersebut tidak melakukan cek kembali.
"Kita sih positif thinking lah ini unsur manusiawi juga mungkin, unsur check and recheck juga tidak dilakukan mungkin sehingga salah ketik kok lolos," ucapnya.
Syarief mengaku sudah konfirmasi dengan Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Bahwa terdapat kesalahan peraturan pemerintah bisa membatalkan undang-undang.
"Saya sudah komunikasi dengan Menko Perekonomian, Pak Airlangga setelah saya mengatakan saya mengingatkan, ternyata dia meluruskan bahwa itu tidak ada. Karena memang yang bisa menggugurkan UU itu adalah Perppu. Bukan PP," jelas Syarief.
Advertisement
Menkopolhukam Anggap Hal Biasa
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md menilai kekeliruan atau salah ketik dalam rancangan Undang-undang bisa dimaklumi dan biasa terjadi.
Dia juga membenarkan adanya salah ketik terdapat pada Pasal 170 Omnibus Law Cipta Kerja yang menyebut peraturan pemerintah bisa mengganti Undang-Undang.
"Kan itu tidak apa-apa, sudah biasa, kekeliruan itu. Itu sebabnya rakyat diberikan kesempatan untuk memantau DPR dan memantau naskahnya," kata Mahfud di Kantor Presiden, Jakarta Pusat, Selasa (18/2/2020).
Dia menjelaskan peraturan pemerintah tidak bisa mengubah Undang-undang namun hanya bisa mengubah tata cara pengubahan. Hal tersebut merujuk pada teori Undang-undang.
"Itu aja, jadi tidak ada PP itu bisa mengubah UU," tegas Mahfud.