Liputan6.com, Jakarta - Keberadaan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi masih menjadi misteri. Nurhadi ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi pada 19 Desember 2019 lalu. Dia diduga berperan dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung sepanjang periode 2011-2016.
Ketua RT 07 RW 06 Kelurahan Gunung, Kebayoran Baru, Toto Hardiyono mengatakan, sudah lebih dari setahun Nurhadi dan keluarga tidak lagi tinggal di rumah yang selama ini diketahui sebagai kediamannya, di Jalan Hang Lekir V, Jakarta Selatan.
Advertisement
"Kan Pak Nurhadi sudah enggak di sini. Lama. Sudah setahun lebih lah," kata Toto, saat ditemui di rumahnya, Jakarta, Selasa (18/2/2020).
"Karena memang sudah angkut-angkut barang. Dari setahun yang lebih itu. Ini kan sudah enggak tinggal di sini," lanjut dia.
Surat panggilan yang dikirim KPK untuk Nurhadi pun malah disampaikan melalui dia. Total ada tiga surat. Surat pertama ditujukan kepada Nurhadi. Sementara dua surat berikut ditujukan untuk istri Nurhadi, Tin Zuaraida, serta anaknya, Rizqi Aulia Rahmi.
Menurut dia, surat yang ditujukan kepada Nurhadi datang tiga pekan lalu. Surat tersebut diantar oleh petugas KPK bernama Agung.
"Waktu surat panggilan dari KPK yang terakhir kalau enggak salah, tiga minggu lalu. Ke sini, izin lah ke RT, saya diminta dampingi untuk ngasih surat, enggak ada orang (di rumah Nurhadi)," ujar dia.
Menurut Toto, surat pertama tersebut dia sampaikan lewat pembantu yang bekerja di rumah tersebut. Sayangnya, dia tak begitu kenal sosok pembantu itu.
"Cuma memang waktu itu ada pembantu di situ, cuma saya juga enggak tahu pembantunya Pak Nurhadi atau bukan. Memang di rumah itu yang tinggal sekarang saya nggak tahu siapa. Karena mereka juga belum lapor ke saya. Kalau itu sudah beralih kepemilikan," jelas Toto.
Dari informasi yang dia terima dari pembantu, surat pertama yang dia sampaikan sudah dikirim lagi ke KPK. Lewat jasa kurir.
"Iya (kembalikan ke KPK?). Karena merasa dia tidak ada hubungan sama Pak Nurhadi," jelas dia.
Dua pekan lalu, Sabtu, sekitar pukul 22.00, petugas KPK kembali datang. Bersamanya ada dua surat yang ditujukan kepada Istri dan anak Nurhadi. Karena tak ada penghuni rumah, maka surat itu kembali dititipkan pada Toto. Toto mengaku agak berat menerima surat tersebut.
"Kan saya pikir kalau (surat tersebut) enggak sampai apa konsekuensinya kan. Nanti saya dianggap menyembunyikan atau apa kan. Tapi ya karena sudah dilihat kan itu kosong ya mau bagaimana lagi," urainya.
"Tapi kata Pak Agung ya enggak apa-apa. Artinya ya coba usaha saja sampaikan. Karena dia mengirim surat itu tidak melalui saya saja. Juga melalui pos, juga cara lain. Jadi enggak satu saja," imbuhnya
Kedua surat itu pun kembali coba dia sampaikan kepada pemilik rumah. Lagi-lagi Toto bertemu dengan pembantu yang menerima surat pertama. Kali ini, pembantu berjenis kelamin laki-laki itu mengaku enggan menerima surat yang disampaikan Toto. Takut dimarahi.
"Makanya dia (pembantu) bilang, 'Saya enggak berani terima-terima (surat). Kemarin saya dimarahi sama Pak Rahmat'. Saya juga belum tahu Pak Rahmat itu siapa," kata Toto.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Nurhadi Pindah?
Kepada pembantu, Toto sempat menyampaikan keinginan untuk bertemu dengan Rahmat. Hanya saja hingga kini, keinginan itu belum terwujud.
"Terus gimana saya juga mau ketemu. Dia bilang coba pak kalau enggak Senin, Selasa biasanya Pak Rahmat ada. Senin saya ke situ enggak ketemu sama Pak Rahmat. Cuma saya sampaikan saja, saya bawa surat dari KPK. Mereka juga nggak ngerti apa-apa sih."
Hingga kini, dua surat tersebut masih disimpan Toto. Surat pertama bernomor Spgl/909/DIK/01.00/ 23/02/2020 ditujukan kepada Tin Zuraida (PNS/Staf Ahli Bidang Politik & Hukum KemenPAN-RB). Sementara surat kedua bernomor Spgl-898/DIK/01.00/23/02/2020 ditujukan kepada Rizqi Aulia Rahmi.
Terkait keberadaan Nurhadi sekeluarga, dia mengaku tak punya kabar pasti. Dia pun enggan membenarkan bahwa keluarga tersebut sudah pindah dan rumah tersebut sudah berganti pemilik. Sebab hingga saat ini dia belum menerima laporan resmi terkait hal tersebut.
"Enggak juga bilang mau pindah. Karena biasanya kalau orang pindah, yang lapor ke RT itu kan kalau dia mau berdomisili di rumah yang baru, kemudian penggantian kartu keluarga dan KTP kan harus ada surat pengantarnya (dari RT). Sekarang kan cuma laporan domisili saja,"
Meskipun demikian, dia mengaku, beberapa waktu lalu, dia pernah mendengar desas-desus bahwa rumah tersebut mau dijual. Dari pengamatannya, rumah tersebut pun sempat direnovasi.
"Sempat ada renovasi baru beberapa bulan, September atau Oktober. Pembantu yang lama, sudah enggak ada. Sempat ada omongan, dengar dari pembantu-pembantunya rumah ini mau dijual. Sampai sekarang saya belum tahu apa sudah dijual atau belum," terang dia.
Terkait sosok-sosok anggota keluarga Nurhadi, Toto mengaku tak kenal dekat. Mereka hanya sempat bertemu beberapa kali. Dia pun tahu bahwa Nurhadi bekerja sebagai Sekretaris MA.
"Maklum ya kita di daerah begini kan individu. Jadi sesama tetangga juga enggak saling komunikasi. Jarang-jarang lah," paparnya.
Yang dia tahu, Nurhadi sekeluarga sudah cukup lama menempati rumah tersebut. Toto sendiri sudah empat tahun menjabat Ketua RT. "Pak Nur itu tinggal di sini sebelum tahun 2000. Ya sebelum jadi RT saya juga kalau ketemu pas lagi ketemu saja. Ngobrol biasa."
Sejauh yang dia kenal, Nurhadi sekeluarga cukup perhatian dalam hidup berkomunitas. "Orangnya baik. Sama lingkungan juga perhatian. Soal kebersihan, kadang-kadang pembantu dia banyak. Ada kegiatan-kegiatan dia selalu bantu. Memang orangnya enak. Cuma karena kita hidup di lingkungan seperti ini, jadi kurang komunikasi saja. Nggak sebulan sekali bisa lihat juga," ungkapnya.
Sementara sosok Tin, dia mengaku tak terlalu kenal. Dia bahkan tak mengetahui bahwa Tin merupakan Staf Ahli Menpan-RB. "Jadi staf Menteri juga kita nggak tahu. Kita cuma tau dari media-media saja ya. Tadinya saya pikir kerja di kejaksaan. Sama-sama dari orang hukum," tandasnya.
Reporter: Wilfridus Setu Embu
Sumber: Merdeka
Advertisement