Liputan6.com, Jakarta - Dalam upaya mewujudkan pembiayaan yang adil dan merata, Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop) mengaku tengah menggodok skema pembiayaan baru yang tak hanya murah, tapi juga mudah diakses bagi para pelaku Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) terutama usaha mikro.
Penyaluran pembiayaan lewat program pemerintah selama ini melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) maupun kredit Ultra Mikro (UMi), dinilai belum mampu memberikan kemudahan permodalan bagi pelaku usaha. Pasalnya selama ini, masih banyak UMKM yang mengeluhkan beratnya persyaratan serta waktu yang cukup lama dalam pencairan modal.
"Pembiayaan KUR hanya terkesan murah saja, belum menjangkau kategori mudahnya. Karena peminjam mesti harus memberikan kolateral (jaminan) dan mesti datang ke bank," kata Plt Deputi Bidang Pembiayaan Kemenkop, Hanung Harimba Rachman, saat mendampingi Menkop dan UKM Teten Masduki usai bertemu dengan direksi PT Permodalan BMT Ventura Syariah di Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta, seperti ditulis Rabu (19/2/2020).
Baca Juga
Advertisement
Hanung menjelaskan, bahwa Kemenkop mencoba mengembangkan dengan memberi dukungan kepada industri-industri keuangan lain, yang bisa memberikan kemudahan dengan sistem yang bakal diformulasikan.
"Apakah nanti lewat intervensi pemerintah dengan subsidi ke modal operasinya atau model lain, masih akan kita formulasikan dengan Kementerian Keuangan, Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan, maupun pihak lain yang terkait. Diharapkan segera mungkin skema pembiayaan baru ini diterapkan," ujarnya.
Namun sekali lagi Hanung menegaskan, untuk bisa membuat kebijakan, harus dilakukan dengan kajian dan riset. Pihaknya ingin menciptakan pemerataan pembiayaan bagi semua skala bisnis yang ada.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Skema Pembiayaan
Selain itu ia juga mengatakan, salah satu model atau skema yang mungkin dilakukan oleh Baitul Maal wa Tamwil (BMT). BMT dinilai memiliki banyak model yang bisa diadopsi atau dikembangkan oleh Kemenkop dalam skema pembiayaan nantinya.
"Pola BMT kolektivitas nya itu mereka yang datang untuk jemput bola. Karena biasanya UMKM kesulitan datang ke bank, pelaku mikro kita ini ya pemilik juga merangkap pekerja, pengelola bahkan kasir. Pola seperti BMT perlu kita bangun," jelasnya.
Dengan menciptakan pembiayaan yang mudah, penggodokan skema pembiayaan baru ini juga menjadi salah satu upaya, menghilangkan praktik rentenir yang banyak menjerat pelaku usaha mikro di lapangan.
Terkait bentuk skema pembiayaannya akan seperti apa, Hanung bilang bisa saja BMT spesifik atau lebih khusus untuk diterapkan oleh koperasi sendiri. "Misalnya petani kentang punya pola kolektivitas berbeda dengan nelayan, karena kentang panen baru per tiga bulan sekali. Sementara nelayan butuh pendanaan hampir tiap hari. Nanti bisa saja BMT di daerah jadi lebih spesifik," ujarnya.
Advertisement
Pembiayaan yang Mudah Diterapkan
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama President Commisioner PT Permodalan BMT Ventura Syariah Saat Suharto menjelaskan, pihaknya diminta Menteri Teten untuk memberikan masukan skema pembiayaan yang mudah untuk diterapkan ke pelaku usaha mikro.
"Arahannya ada suatu skema pembiayaan yang lebih ramah kepada usaha mikro. Untuk itu kita bersepakat gerakan koperasi yang lesson learn ini untuk dicoba diramu supaya menghasilkan suatu pola pendekatan skema pembiayaan, karena pendekatan perbankan sudah dilakukan, tapi berdasar local wisdom koperasi belum kita coba secara lebih serius," ujar Saat.
Opsinya ada beberapa metode yang akan diformulasikan seperti yang ada di koperasi seperti 'yarnen' atau dibayar pada waktu panen. Sementara di sistem perbankan tidak ada yang seperti itu.
"Jadi ada pola installment yang tidak sama di tiap usaha. Pola pembayaran sesuai cashflow bisnis UMKM ini yang akan dijadikan sebagai acuan," ujarnya.
Namun pada kenyataannya, skema KUR dinilai tidak sesuai dengan keinginan presiden. "Lewat Menteri Teten, Presiden Jokowi menyampaikan ingi lebih cepat dari KUR. Kalau begini, berarti ada pola pembiayaan yang dilakukan kurang ramah," ujarnya.
Untuk diketahui, BMT Ventura Syariah hingga kini memiliki 362 anggota dengan aset Rp 13 triliun per 2019, yang penyebarannya rata-rata lebih banyak di Jawa Tengah. Sekitar 60 persen lebih usaha yang tergabung banyak dari sektor perdagangan termasuk warung. Tahun ini, BMT Ventura Syariah mematok target 7 persen pertumbuhan naik dari sisi aset.