Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menyebut bahwa satu-satunya yang bisa selamatkan ekonomi Indonesia adalah investasi. Sebab, jika hanya mengandalkan hasil ekspor dan belanja pemerintah saja tidak cukup menopang ekonomi dalam negeri.
Bahlil mengatakan, ekspor Indonesia itu hanya memberikan kontribusi sebesar 16 persen terhadap ekonomi Indonesia. Sementara, belanja pemerintah yang lebih dari Rp 2.000 triliun itu hanya memberi andil sebesar 15 persen.
Sedangkan kontribusi paling besar terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia ditopang dari tingkat konsumsi, yakni sekitar 56-57 persen.
Baca Juga
Advertisement
Untuk meningkatkan nilai konsumsi, kata Bahlil, tentu harus ada kepastian pendapatan dari masyarakat. Pendapatan bisa diterjadi apabila ada lapangan pekerjaan, dan lapangan pekerjaan bisa ada karena investasi.
"Mau tidak mau kita harus bangun investasi. Tidak ada cara lain investasi harus kita lakukan," kata dia di Jakarta, Rabu (19/2/2020).
Mantan Ketua Hipmi itu menambahkan, setiap tahunnya angkatan kerja tumbuh mencapai 2-3 juta orang. Sementara jumlah yang menganggur sebanyak 7 juta orang. Jika tidak ada investasi, maka lapangan pekerjaan pun menyempit.
"Satu-satunya yang bisa selamatkan ekonomi nasional kita itu adalah investasi," tandas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Cerita Bahlil, Sulitnya Atasi Masalah Investasi Rp 708 Triliun yang Mangkrak
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia mengaku tak mudah mengurusi persoalan investasi di Indonesia. Sebab perizinan yang rumit membuat investor ogah menanamkan modalnya di dalam negeri.
Bahlil menyebut ketika masuk ke BKPM dirinya bahkan diminta menyelesaikan investasi yang mangkrak. Di mana ada sekitar Rp 708 triliun investasi, yang izinnya belum selesai lantaran implementasi di lapangan tersendat.
"Bayangkan saja kementerian A dan B cekcoknya minta ampun, tidak selesai-selesai, gimana investor mau datang, jangankan investor asing, awak pun melihatnya muak untuk melakukan investasi kalau model kayak begini," kata dia di Jakarta, Rabu (19/2/2020).
BACA JUGA
Dia mencontohkan, untuk masalah Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) saja bisa hampir memakan waktu 1-3 tahun lamanya. Itu dikarenakan izin rekomendasinya ada di tangan Gubernur setempat, sementara Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) dipegang dinas kabupaten, sehingga membutuhkan waktu cukup lama.
Tak hanya itu, persoalan yang menghambat jalannya investasi memang masih terjadi akibat tumpang tindih perizinan antara kabupaten atau kota provinisi mapun pusat. Belum lagi, hantu-hantu berdasi di lapangan juga kerap membuat izin di lapangan menjadi lama.
"Persoalan hantu-hantu preman di lapangan, ini minta ampun betul-betul. Dan ilmu preman, ilmu hantu ini enggak bisa diselesaikan oleh orang di Harvard. Ternyata tak ada matkul di Harvard maupun di UI untuk menyelesaikan preman preman berdasi," kata dia.
Advertisement