Liputan6.com, Jakarta - Mengawali 2020, Espay CDD secara resmi masuk ke dalam batch empat permohonan pencatatan dalam Inovasi Keuangan Digital, Otoritas Jasa Keuangan (OJK IKD).
Espay CDD merupakan pionir dalam kluster regulatory technology tercatat di Indonesia yang dapat meningkatkan efesiensi dan kepatuhan terhadap kebijakan pemerintah dalam kebijakan Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT).
“Ini adalah bentuk pemenuhan tanggung jawab kami yaitu Espay CDD terhadap Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Republik Indonesia Nomor 13/POJK.02/2018 mengenai Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan," ungkap Direktur Espay CDD Joshuan Dharmawan di Jakarta, Rabu (19/2/2020).
Baca Juga
Advertisement
Kategori Regulatory Technology merupakan teknologi yang membantu perusahaan di bidang industri jasa keuangan untuk memenuhi aturan kepatuhan finansial.
Espay CDD yang bekerjasama dengan Dow Jones Risk and Compliance telah berdiri di Indonesia sejak 2018 untuk menyediakan sumber data global maupun lokal dengan cakupan lebih dari dua puluh lima ribu profil terdiri dari Political Expose Person, Special Interest Person, dan Relatively Close Associate.
Platform Espay CDD ini diterapkan bagi sektor jasa keuangan untuk melakukan pencegahan terhadap pencucian uang dan pendanaan terorisme yang kian merebak di Indonesia.
"Dengan berbekal status direkomendasikan oleh OJK, tugas kami masih belum selesai dalam artian masih ada beberapa langkah lagi yang harus kami tempuh sampai Espay CDD resmi mendapat izin dari Otoritas Jasa Keuangan," kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
144 Perusahaan Fintech Telah Terdaftar dan Mendapat Izin dari OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan jumlah penyelenggara financial Technology (fintech) yang terdaftar dan berizin sampai dengan posisi 30 Oktober 2019 mencapai 14 perusahaan. Angka tersebut bertambah 17 perusahaan jika dibandingkan dengan posisi satu bulan sebelumnya atau pada akhir September 2019 yang berjumlah 127 perusahaan.
Dikutip dari keterangan OJK, Minggu (10/11/2019), 17 nama tersebut adalah DUMI, Dynamic Credit Asia, Pundiku, TEMAN PRIMA, OK!P2P, DOEKU, Finsy, Mopinjam, BANTUSAKU, KlikCair, AdaModal, KONTANKU, IKI Modal, ETHIS, Kapital Boost, PAPITUPI SYARIAH, dan Berkah Fintek Syariah.
OJK mengimbau masyarakat untuk menggunakan jasa penyelenggaran fintech peer to peer lending yang sudah terdaftar atau berizin dari OJK. Untuk daftar 144 perusahaan yang telah lolos izin dari OJK tersebut bisa dilihat di sini.
Sebelumnya, Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali menemukan fintech peer to peer lending atau pinjaman online ilegal sebanyak 297 aplikasi. Dengan demikian, jumlah fintech lending ilegal yang telah dilaporkan sejak 2018 telah mencapai 1.773 perusahaan.
Ketua Satgas Waspada Investasi, Tongam L Tobing mengungkapkan fintech lending yang telah mengantongi izin OJK hanya 127 perusahaan. Sementara sisanya adalah ilegal dan jumlahnya terus bertambah.
Dia menjelaskan suburnya fintech ilegal sebab saat ini membuat aplikasi cukup mudah. Bahkan banyak diantaranya merupakan pembuat aplikasi fintech ilegal yang sudah terciduk dan membuat aplikasi baru dengan nama berbeda.
“Kenapa masih muncul? pada saat dihentikan muncul nama baru karena memang kemajuan teknologi informasi saat ini sangat memudahkan setiap orang untuk membuat situs aplikasi web,” kata dia dalam acara konferensi pers di Gedung OJK, Jakarta, Kamis (31/10).
Selain itu, Tongam mengungkapkan pergerakan pelaku fintech ilegal kian masif. Tidak hanya lewat sosial media namun sudah menyasar short message service (SMS) atau pesan singkat.
Hal itu membuat aplikasi fintech ilegal tidak hanya dapat diunduh melalui playstore namun mereka juga menyebarkan link unduhan melalui pesan SMS. Sehingga masyarakat banyak yang dapat mengunduh aplikasi fintech ilegal tersebut karena tergiur oleh iklan yang ditawarkan.
“(Sehingga) merambah ke semua lapisan masyarakat,” ujarnya.
Advertisement