Liputan6.com, Cilacap - Mestinya warga Cilacap, terutama di sekitar Kecamatan Kedungreja, Gandrungmangu dan Bantarsari, sedang bungah hatinya. Penantian panjang warga untuk memiliki jalan nasional Jalur Jalan Lintas Selatan (JJLS) tampaknya bakal segera terwujud.
Sejak beberapa bulan lalu, truk-truk lalu lalang mengangkut material urukan jalan berupa pasir dan batu. Namun mendadak, muatan truk-truk itu berubah menjadi material batu pasir yang bercampur tanah dan padas.
Material itu lantas ditimbun menggunung di sepanjang JJLS Cilacap ruas Kedungreja-Bantarsari yang rencananya dibangun sepanjang lima kilometer lebih. Musim hujan tiba, material tak kunjung dipadatkan. Warga pun mulai khawatir dampak yang ditimbulkan material urukan ini.
Baca Juga
Advertisement
Kekhawatiran warga akhirnya terbukti. Saat dipadatkan, bukannya membuat jalan jadi keras, material itu justru menyulap jalan aspal menjadi kubangan lumpur. Kondisi jalan licin dan sangat berbahaya ini dilintasi sepeda motor.
Berkali-kali warga berupaya menghubungi pelaksana proyek pembangunan JJLS Cilacap. Namun, upaya itu mentah. Jalan tetap berlumpur, dan bahkan semakin parah.
Semakin lama, dampak meluas dan pula sempat menyebabkan banjir lantaran saluran drainase tertutup material proyek pembangunan jalan nasional ini. Akhirnya, kesabaran warga pun habis.
Rabu, 19 Februari 2020, ratusan orang yang tergabung dalam Forum Peduli Jalan (FPJ) JJLS yang berasal dari sejumlah desa di Kecamatan Kedungreja dan Bantarsari berdemonstrasi menuntut penanggulangan dampak pembangunan JJLS Cilacap ini, di antaranya dari Desa Cisumur, Sidamukti dan Desa Gandrungmanis.
Peserta aksi, Ahmad Suwanto mengatakan pelaksana proyek JJLS Cilacap terkesan abai dengan dampak yang ditimbulkan. Terlebih, dampaknya sudah sangat menyusahkan warga.
Jalan Sulit Dilalui, Pasar Sepi
"Dengan adanya dampak proses pembangunan, mestinya pelaksana pembangunan, dalam hal ini PT Trimurti ya harus bertanggung jawab atas dampak yang ditimbulkan. Beberapa daerah di sini banjir, di sana banjir," katanya.
Dampak lainnya, penggalian drainase jalan juga tak memperhatikan sisi keamanan. Padahal, drainase itu digali hanya dengan jarak antara 20-50 sentimeter dan bisa menyebabkan bangunan di sekitarnya ambruk.
Dia bilang, selain menyebabkan jalan berlumpur dan banjir, dampak pembangunan juga dirasakan oleh warga di perkampungan. Pasalnya, jalan-jalan kampung banyak digunakan untuk melintas dump truck sehingga jalan rusak parah.
"Kemudian yang perlu diketahui drainase yang digali, hanya berjarak sekitar 20-50 sentimeter (dari bangunan warga) tidak ada pengamanan. Nah, bagaimana kalau rumah itu ambruk," ujarnya.
Ketua FPJ-JJLS, Nurdawam menegaskan warga menuntut agar pelaksana pembangunan segera melakukan langkah untuk mengantisipasi banjir dan bahaya lain yang ditimbulkan. Warga juga mendesak pemerintah untuk mengawasi dengan ketat dan bertindak tegas kepada pelaksana pembangunan JJLS jika yang terbukti melanggar lantaran abai terhadap dampak negatif yang ditimbulkan.
Nurdawam menegaskan, warga sangat mendukung upaya pemerintah untuk membangun akses JJLS. Akan tetapi, dalam pelaksanaannya, mestinya proyek tersebut juga tetap memperhatikan kepentingan umum dengan tidak mengesampingkan dampak yang ditimbulkan.
"Kepentingan warga jangan sampai diabaikan," ucapnya.
Pembangunan JJLS ruas Kedungreja-Bantarsari rupanya juga berdampak negatif terhadap para pedagang di pasar tradisional Cisumur, Kecamatan Gandrungmangu. Nyaris semua pedagang pasar mengalami penurunan omzet lebih dari 50 persen.
Seorang pedagang sayur, Suparno mengatakan dampak lebih parah terjadi pada musim hujan ini. Jalan nyaris tak bisa dilalui karena tertutup lumpur tebal.
Advertisement
Upaya Pemdes Desa Terdampak Pembangunan JJLS
Akibatnya, para pelanggan yang berasal dari desa-desa di sepanjang JJLS enggan ke pasar Cisumur. Sebab, jalan ini berbahaya dilintasi oleh sepeda motor karena licin dan banyak kubangan lumpur.
"Ya jadi ini jalannya jadi mengurangi pendapatan. Kalau enggak seperti ini, yang kemarin-kemarin enggak seperti ini (sepi). Ini kan sekarang jadi sepi," katanya.
Suparno mengaku mengalami penurunan omzet hingga 50 persen lebih. Sebelum terdampak pembangunan JJLS, omzet sehari mencapai Rp1,5 juta. Namun, akibat pembangunan ini, omzet harian hanya kisaran Rp500 ribu–Rp600 ribu per hari.
"Terutama karena jalan rusak, jadi (konsumen) malas ke pasar. Kalau biasanya (omzet) sampai Rp1,5 juta, ini sekarang separuh saja tidak sampai," ucapnya.
Kepala Desa Cisumur, Supriyo mengatakan ia bersama dua kepala desa lainnya, yakni Kepala Desa Sidamukti dan Gandrungmanis tengah berupaya berkomunikasi dengan pelaksana proyek. Pasalnya, banyak warga terdampak telah mengadu agar proyek segera selesai dan mereka terbebas dari dampak negatifnya.
"Memang dalam pelaksanaan proyek ada beberapa hal yang tidak semestinya terjadi. Kami akan menjembatani tuntutan warga kepada pelaksana proyek," ucapnya.
Supriyo mengungkapkan, akibat proses pembangunan JJLS tersebut, banyak terjadi kecelakaan akibat jalan licin tertutup lumpur. Kemudian, muncul pula laporan bahwa pengurukan menyebabkan sejumlah saluran air tersumbat dan menyebabkan banjir rendaman.
"Saya yakin warga juga mendukung proyek ini. Cuma dengan dampaknya ini ada yang memaklumi, ada juga yang perlu seperti itu, menyampaikan aspirasinya," ujarnya.
Selain berkomunikasi dengan pelaksana proyek, Supriyo juga bilang akan berkoordinasi dengan binamarga untuk mengurangi dampak pembangunan JJLS ruas Kedungreja-Bantarsari ini. Dia berharap, pengawasan yang ketat dari pemerintah akan membuat pelaksana proyek lebih disiplin dan tidak mengabaikan kepentingan warga.
Simak video pilihan berikut ini: