RUU Hukum Perdata Internasional Jadi Cara Pemerintah Tingkatkan Diplomasi Ekonomi

Acara Sarasehan membahas RUU Hukum Perdata Internasional yang diselenggarakan di Kemlu, 20 Februari 2020.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 20 Feb 2020, 14:27 WIB
Acara Sarasehan membahas RUU Hukum Perdata Internasional yang diselenggarakan di Kemlu, 20 Februari 2020. (Liputan6.com/Benedikta Miranti T.V)

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Luar Negeri ingin meningkatkan upaya diplomasi ekonomi sesuai dengan arahan dan perintah Presiden Jokowi. Kemlu pun mengadakan acara Sarasehan bertajuk 'Peningkatan Diplomasi Ekonomi Melalui Pengembangan Hubungan Perdata Internasional (HPI) Indonesia'.

Acara yang bertempat di kantor Kementerian Luar Negeri pada Kamis (20/2/2020) ini diharapkan menjadi wadah diskusi bagi para pemangku kepentingan dengan tujuan membangun awareness masyarakat mengenai pentingnya finalisasi Undang-Undang HPI. Undang-undang HPI Indonesia kini telah masuk dalam Program Legislasi Nasional 2020-2024.

Selain itu, tujuan lain dari isu HPI ini adalah pembentukan peraturan. Perundangan tentan bantuanhukum timbal balik dalam masalah perdata.

Pengembangan HPI Indonesia kali ini menjadi fokus penting bagi pemerinntah, mengingat perkembangan dunia yang sangat pesat dan progresif.

Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu RI, Damos Dumoli Agusman menyampaikan bahwa terdapat satu persoalan yang terjadi dalam sistem hukum di Indonesia.

"Dari diplomasi kami, dan hubungan kami dengan luar negeri, kami merasakan adanya kebutuhan sistem hukum yang solid mengenai keperdataan internasional," ujar Damos.

Saksikan video berikut ini:


Permintaan Dokumen Meningkat

Direktur Jenderal Hukum Perdata Internasional (HPI) Kemlu RI, Damos Dumoli Agusman. (Liputan6.com/Benedikta Miranti T.V)

Menurut data yang didapat oleh pihak Kemlu RI, permintaan mengenai bukti-bukti peradilan untuk sengketa-sengketa bisnis, dari dan ke luar negeri semakin meningkat.

Jika sebelumnya permintaan dokumen hanya seputar adopsi dan perceraian, kini permintaan dokumen seputar sengketa bisnis sangat meningkat secara signifikan. Perubahan tersebut dilihat dari data tahun 2019 yang meningkat ke angka 113, yang mulanya tidak ada.

Hal ini kemudian menjadi bukti bahwa pengembangan hukum perdata internasional sangat dibutuhkan di era seperti saat ini.

Pengembangan HPI Indonesia diiyakini akan meningkatkan kepastian hukum di Indonesia,khususnya terkait dengan penyelesaian perkara-perkara perdata lintas negara, yang pada akhirnya akan semakin meningkatkan kepercayaan pelaku usaha internasional untuk berbisnis di Indonesia.

Pengembangan ini merupakan bentuk dukungan bagi diplomasi ekonomi yang menjadi salah satu prioritas polugri pada periode kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Kementerian Luar Negeri telah merintis upaya pengembangan HPI Indonesia dengan penyelenggaraan sarasehan jilid 1 pada Februari 2019 yang lalu.


Berharap RUU HPI Jadi Prioritas

Prof. Jimly Asshiddiqie, Mantan Ketua MK RI Periode 2003-2008. (Liputan6.com/Benedikta Miranti T.V)

Dirjen Damos menyebutkan bahwa RUU HPI kini sudah masuk dalam program legislasi nasional 2020-2024, namun lantaran dinamika perundang-undangan di parlemen bersifat dinamis maka ada kendala dan langkah tertentu yang masih harus dilalui agar RUU ini dapat berjalan dengan mulus.

“Tapi kita yakin dan saya setuju dengan Prof Jimly, UU ini memang sudah merupakan kebutuhan kalau Indonesia ingin berpartisipasi dalam dunia internasional,” katanya.

Jimly Asshiddique, mantan Ketua MK RI periode 2003-2008 yang jug turut hadir dan menjadi narasumber utama dalam acara ini turut mendukung inisiatif Kemlu dalam memperjuangkan RUU HPI.

"Makanya inisiatif Kemlu kita dukung dan Alhamdullilah sudah masuk tapi masuknya masih 2020-2024, itu bisa prioritasnya sekarang tahun ini aja 50 jadi kita harus kawal ini supaya betul-betul paling kurang sudah jadi prioritas," kata Prof Jimly.


Berbagai Manfaat dari Legalnya UU HPI

Acara Sarasehan Jilid II mengenai pembahasan RUU HPI di kantor Kemlu, 20 Februari 2020. (Liputan6.com/Benedikta Miranti T.V)

Ketika nantinya UU HPI telah sah dan diakui dalam sistem hukum Indonesia, tentu akan membawa dampak yang relevan bagi masyarakat Indonesia yang tak hanya bagi pelaku usaha internasional tapi juga bagi warga negara secara umum.

“Dampak utk warga negara malah lebih relevan lagi karena kan hubungan P2P (People to People) antara Indonesia dengan luar negeri sudah cukup tinggi sekarang. Misalnya perkawinan campur dan sebagainya, itu kebutuhan hukum warga negara semakin meningkat,” papar Dirjen Damos.

Selain itu, dari sisi kerja sama antar pemerintahan negara adalah diharapkan UU HPI bisa menjadi basis yang cukup untu mengisi kekosongan yang selama ini terjadi ketika menyangkut diplomasi ekonomi serta Free Trade Agreement (FTA).

Jimly pun ikut menambahkan bahwa selama ini banyak konvensi internasional yang belum diratifikasi dan berakibat menghambat dinamika peran Indonesia di dunia bisnis internasional. Di saat seperti itu lah, peran UU HPI sangat diharapkan.

Berbeda dengan Omnibus Law yang berfokus terhadap investasi di dalam negeri, UU HPI bisa membuat hukum dalam negeri menjadi ikut diakui di dunia internasional. Berlaku sebaliknya, dengan adanya UU HPI ini pengadilan juga akan memiliki basis untuk menilai apakah putusan negeri asing (Foreign Court Judgement) dapat diterapkan di Indonesia atau tidak.

Ditambah lagi, dengan meningkatnya jumlah investor asing yang masuk ke Indonesia dan juga sebaliknya, landasan dan dasar hukum yang kuat akan semakin dibutuhkan oleh kedua belah pihak dalam menyelesaikan persoalan yang terjadi selama proses bisnis berjalan.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya