Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy mengatakan akan membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga bersama DPR. Namun, dia mengaku hingga kini belum ada agenda untuk membahas RUU itu.
RUU Ketahanan Keluarga diketahui mengatur urusan rumah tangga hingga memasuki ranah privat. Hal itu membuat RUU tersebut menuai polemik dan menjadi kontroversi.
Advertisement
"Pasti dibahas. Tapi kita belum sampai pada agenda itu," kata Muhadjir kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (20/2/2020).
RUU ini diusung oleh lima anggota DPR lintas fraksi, mereka adalah Ledia Hanifia (PKS), Netty Prasetyani (PKS), Endang Maria Astuti (Golkar), Sodik Mujahid (Gerindra) dan Ali Taher (PAN).
Diketahui, draf RUU Ketahanan Keluarga belakangan dihujani kritik di media sosial. RUU ini dinilai alat negara untuk mencampuri ruang-ruang privat warga negara.
RUU Ketahanan Keluarga sendiri menjadi bagian dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2020. RUU ini telah menjalani proses harmonisasi pertama di Baleg DPR RI pada 13 Februari 2020.
Saksikan video di bawah ini:
Pasal Kontroversi
Selain Pasal 25, pasal lain yang disorot misalnya Pasal 32 di mana mengatur pelarangan surogasi untuk memperoleh keturunan. Bahkan dikenakan pidana pada Pasal 141 dan 142.
Pada RUU tersebut, juga terdapat larangan jual beli sperma dan larangan mendonor atau menerima donor sperma. Diatur dalam Pasal 31 dan diatur juga pidananya dalam Pasal 139 dan 140.
RUU ini juga mengatur seksualitas. Pada Pasal 86, 87 dan 88 diatur keluarga dapat melaporkan penyimpangan seksual dan harus direhabilitasi. Penyimpangan seksual itu dijelaskan berupa, sadisme, masokisme, homoseks dan incest.
Advertisement