BI: Virus Corona Beri Tekanan ke Mata Uang Negara Berkembang

Virus Corona telah meningkatkan risiko sehingga mendorong penyesuaian aliran dana global.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 20 Feb 2020, 19:45 WIB
Pekerja medis memindai pasien virus corona atau COVID-19 di sebuah rumah sakit di Wuhan, Provinsi Hubei, China, Minggu (16/2/2020). Sebanyak 1.716 pekerja medis dilaporkan terinfeksi virus corona. (Chinatopix via AP)

Liputan6.com, Jakarta - Proses pemulihan ekonomi global tertahan setelah Covid-19 (Corona Virus Disease 2019) merebak akhir Januari 2020. Sebelumnya, kesepakatan tahap I perundingan perdagangan AS-China sempat meningkatkan optimisme pelaku ekonomi terhadap prospek pemulihan ekonomi global.

Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo menjelaskan, sejumlah indikator dini ekonomi global seperti keyakinan pelaku ekonomi, Purchasing Manager Index (PMI) dan pesanan ekspor menunjukan perbaikan pada Desember 2019-Januari 2020.

"Optimisme berubah setelah terjadinya Covid-19 yang diprakirakan akan menekan perekonomian Tiongkok dan menghambat keberlanjutan pemulihan ekonomi global, setidaknya pada triwulan I di 2020." paparnya, di Jakarta, Kamis (20/2/2020).

Saat ini, BI menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2020 dari 3,1 persen menjadi 3,0 persen, dan kemudian meningkat menjadi 3,4 persen dari prakiraan semula 3,2 persen pada tahun 2021.

Sementara untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia, BI memperkirakan pada 2020 akan lebih rendah, yaitu menjadi 5,0-5,4 persen, dari prakiraan semula 5,1-5,5 persen, dan kemudian meningkat pada tahun 2021 menjadi 5,2-5,6 persen.

Di pasar keuangan global, adanya virus Corona telah meningkatkan risiko sehingga mendorong penyesuaian aliran dana global dari negara berkembang kepada aset keuangan dan komoditas yang dianggap aman, serta memberikan tekanan kepada mata uang negara berkembang.

"Ke depan, upaya penanggulangan Covid-19 perlu terus dicermati karena dapat memengaruhi prospek pertumbuhan ekonomi, volume perdagangan, dan harga komoditas dunia, serta pergerakan aliran modal ke negara berkembang, termasuk Indonesia." tandasnya Perry.


Penurunan Suku Bunga Acuan BI Gara-gara Virus Corona

Petugas medis memeriksa kondisi pasien kritis virus corona atau COVID-19 di Rumah Sakit Jinyintan, Wuhan, Provinsi Hubei, China, Kamis (13/2/2020). (Chinatopix Via AP)

Bank Indonesia (BI) memutuskan menurunkan suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate (7DRRR) sebesar 4,75 persen. Sementara, suku bunga Deposit Facility menjadi di angka 4,00 persen. Demikian pula dengan suku bunga Lending Facility menjadi 5,50 persen.

"Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 19-20 Februari 2020 memutuskan untuk menurunkan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 4,75 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 4,00 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 5,50 persen," kata Gubernur BI, Perry Warjiyo, di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (20/1/2020).

 

Kebijakan moneter tetap akomodatif dan konsisten dengan prakiraan inflasi yang terkendali dalam kisaran sasaran, stabilitas eksternal yang aman. Serta sebagai langkah pre-emptive untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tertahannya prospek pemulihan ekonomi global sehubungan dengan terjadinya Covid-19.

"Strategi operasi moneter terus ditujukan untuk menjaga kecukupan likuiditas dan mendukung transmisi bauran kebijakan yang akomodatif,"kata Perry.

Sementara itu, kebijakan makroprudensial yang akomodatif ditempuh untuk mendorong pembiayaan ekonomi sejalan dengan siklus finansial yang di bawah optimal dengan tetap memerhatikan prinsip kehati-hatian.

Dalam konteks ini, Bank Indonesia akan menyesuaikan ketentuan terkait perhitungan Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dengan memperluas cakupan pendanaan dan pembiayaan pada kantor cabang bank di luar negeri yang diperuntukkan bagi ekonomi Indonesia.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya