Liputan6.com, Jakarta - Kehilangan memang menyesakkan. Terlebih harus merelakan orang yang dicinta pergi mendahului untuk selama-lamanya. Bukan perkara mudah dengan setidaknya memulihkan 'luka' atau sekadar lupa sejenak bahwa mereka tak lagi di dunia.
Ikatan emosional yang terjalin dalam waktu bertahun lamanya, telah membangun kasih dan rasa nyaman yang tiada terhingga. Rasa tidak percaya ketika orang tercinta tiada kerap hinggap dan tak jarang keterpurukan menyapa.
Di sisi lain, bagi mereka yang ditinggalkan, kehidupan tetap berjalan. Mengarungi lagi keseharian dengan perjuangan. Maka itu, teramat penting bagi orang-orang terdekat untuk terus memberikan dukungan pasca-kehilangan.
Baca Juga
Advertisement
"Saat ada kedukaan, peran yang paling penting dari keluarga, orang terdekat, teman, sahabat penting banget di tiga bulan pertama," kata psikolog keluarga, Ita D. Azly saat dihubungi Liputan6.com, Kamis, 20 Februari 2020.
Ita melanjutkan, bentuk dukungan dapat diwujudkan adalah dengan menemani, mengingat pada situasi ini untuk tidak membiarkan mereka yang berduka seorang diri dan juga kerap termenung. "Kalau di rumah, satu bulan pertama lebih baik gantian (menemani). Jika ada asisten rumah tangga, disampaikan untuk dilihat-lihat kalau agak berbeda," tambahnya.
Selain menemani, penting juga untuk tidak banyak bertanya. Sebut saja menanyakan mengenai kejadian ketika orang terdekat meninggal hingga apakah kini dalam keadaan sehat-sehat saja.
"Dalam kondisi kehilangan, lebih baik bertanya seperti apakah ia lapar jika jam makan sudah lewat. Jikalau tidak mau, jangan dipaksa, tetapi harus diberitahu," kata Ita.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Siklus Kedukaan
Seseorang yang terpuruk dalam kesedihan usai ditinggal orang tercinta akan melalui siklus kedukaan atau grief cycle. Pada fase ini, ada kalanya bisa tegar, di momen berbeda kondisi bisa drop dengan mulai indikasi kemarahan hingga syok.
"Siklusnya tidak bisa diburu-buru. Ada yang bakal berserah ke Tuhan, move on, bangkit. Satu bulan pertama membedakan masih berkabung, ada juga satu tahun belum sanggup," kata Ita.
Grief cycle terdiri atas lima fase yang dimulai dari denial atau penolakan. "Berdasarkan teori Elisabeth Kubler-Ross, denial itu awal-awal mereka masih kuat," lanjutnya.
Ketika efek denial mulai memudar, kenyataan kembali muncul dan berlanjut pada tahapan anger atau kemarahan. Efek ini diwujudkan dengan emosi dan kesedihan.
Reaksi ketiga adalah bargaining atau tawar-menawar yakni dengan membuat kesepakatan dengan Tuhan. Efek keempat adalah depression atau depresi di mana ada rasa kehilangan yang mendalam dirasakan.
"Baru sampai di tahap acceptance atau menerima kehilangan orang tercinta," jelas Ita.
Advertisement
Jika Kedukaan Berlarut Lebih dari Satu Tahun
Lantas, apa yang harus dilakukan ketika seseorang masih dalam masa duka mendalam lebih dari satu tahun? Kembali lagi pada dukungan dari orang terdekat yang jadi salah satu poin penting.
"Harus bijak melihat, observasi apakah ada perubahan perilaku, misalnya kehilangan berat badan yang drastis, kurang tidur, istirahat tidak cukup," jelas Ita.
Orang-orang terdekat disarankan untuk menyampaikan kalimat yang diselaraskan dengan kondisi mereka yang berduka. "Bertanya kabarnya, dengarkan jika ia mau cerita, bertanya ada yang bisa dibantu," lanjutnya.
Jika terasa begitu menyesakkan, tidak ada salahnya untuk konsultasi ke profesional terkait kesedihan dalam kedukaan. "Banyak orang yang 2--3 tahun masih sedih, kita tidak bisa memaksa, tapi melihat apa yang bisa menguatkannya," ungkapnya.
Pun ketika di profesional nantinya akan dibantu menggabungkan kesadaran dan kondisi, di mana keadaan telah berbeda, tak seperti sedia kala.