Liputan6.com, Jakarta Saat hamil, ada berbagai pantangan yang sebaiknya ibu perhatikan. Seperti misalnya terlalu sering mengonsumsi daging yang tidak matang sempurna atau mungkin kerap berinteraksi dengan kucing.
Hal tersebut bisa memicu risiko Toksoplasmosis yang menganggu antibodi ibu dan memberikan dampak serius bagi janin. Banyak literatur medis menyebutkan, toksoplasmosis ini bisa mengakibatkan keguguran, lahir prematur, serta pada anak risiko hidrosefalus atau penumpukan cairan otak di kepala, kebutaan, gangguan imunitas tubuh, bahkan sampai kematian.
Advertisement
Untuk mencegah berbagai penyakit itu, biasanya dokter akan menyarankan ibu hamil untuk melakukan tes amniosintesis. Apa itu?
Jennifer Robinson, MD, dokter OBGYN di Baltimore mengatakan, tes amniosintesis adalah tes kehamilan dengan mengambil sedikit cairan amnion (sampel air ketuban) menggunakan jarum tipis dan panjang yang masuk ke uterus melalui perut, sambil diawasi melalui USG.
"Prosesnya hanya memakan waktu 1-2 menit. Nantinya, cairan tersebut akan dibawa ke laboratorium untuk dianalisis. Dan hasilnya baru Anda ketahui setelah 2-3 minggu," katanya, seperti dikutip WebMD.
Selama proses pengambilan cairan, beberapa wanita mungkin merasa tidak nyaman namun menurut pengakuan ibu hamil yang pernah melakukan tes ini, rasanya seperti pengambilan darah.
"Kalau dokter menganjurkan amniosintesis, artinya ia ingin memastikan kecurigaan adanya cacat lahir (seperti Down syndrome yaitu kelainan kromosom) atau tidak," ungkapnya.
Karena amniosintesis berisiko bagi janin dan ibunya, tes ini hanya dianjurkan pada wanita yang memiliki risiko penyakit genetik, termasuk mereka yang:
- memiliki hasil USG atau hasil lab yang tidak normal
- memiliki riwayat keluarga dengan kecacatan lahir tertentu
- sebelumnya memiliki anak atau hamil dengan cacat lahir
- memiliki hasil tes genetik tidak normal pada kehamilan ini
Simak Video Menarik Berikut Ini:
Bisa mendeteksi kecenderungan risiko down syndrome?
Amniosintesis tidak mendeteksi semua bentuk cacat lahir, tapi dilakukan untuk mendeteksi kondisi berikut ini jika orang tuanya memiliki risiko genetik tertentu:
- Down syndrome, yaitu kelaian genetik akibat kelebihan kromosom sehingga penderitanya memiliki tingkat kecerdasan yang rendah dan kelainan fisik yang khas
- Penyakit sel sabit (sickle cell disease), yaitu kelainan darah yang diturunkan dalam keluarga
- Cystic fibrosis, yaitu radang akibat gangguan pada kanal klorida yang terletak pada lapisan epitel yang menyebabkan dehidrasi dan pengentalan sekresi
- Distrofi otot, yaitu kelainan otot yang membuat otot lemah
- Tay-Sachs (kekurangan enzim penting sehingga menyebabkan degradasi atau degenerasi bertahap pada sistem saraf) dan penyakit serupa
Amniosintesis juga dapat mendeteksi cacat tabung saraf (otak dan tulang belakang tidak berkembang dengan baik), seperti spina bifida dan anencephaly.
Karena dilakukan bersamaan dengan USG maka dapat mendeteksi cacat lahir yang tidak terdeteksi oleh amniosintesis (seperti bibir sumbing, cacat jantung, dsb). Namun ada beberapa cacat lahir yang tidak bisa dideteksi oleh keduanya.
Amniosintesis juga memberikan hasil yang akurat dalam menentukan jenis kelamin bayi sebelum lahir, namun pasti Anda sudah tahu jenis kelaminnya melalui USG.
Meskipun jarang dilakukan pada trimester ketiga, amniosintesis dapat menentukan kematangan paru-paru bayi (kematangan bayi untuk dilahirkan atau mengetahui adanya infeksi cairan ketuban).
Pengakuan dari para wanita yang telah menjalani amniosintesis beragam, namun semuanya menunjukkan dampak yang positif. Jika penderita toksoplasmosis memiliki hasi infeksi negatif maka selanjutnya ia mendapatkan obat yang sesuai. Jika penderita toksoplasmosis memiliki hasil infeksi.
Advertisement
Kapan bisa dilakukan?
Biasanya dokter menjadwalkan antara minggu ke-15 dan 18 kehamilan.
Seberapa akurat amniosintesis?
Akurasi amniosintesis adalah sekitar 99,4%.
Kegagalan amniosintesis biasanya terjadi karena masalah teknis, seperti tidak mengumpulkan jumlah cairan ketuban yang memadai atau sel gagal dikultur (tumbuh dan memperbanyak diri saat in vitro).
Apa saja risiko amniosintesis?
- Keguguran (kurang dari 1%, atau sekitar 1 dalam 1000 hingga 1 dalam 43000).
- Cedera pada bayi atau ibu
- Infeksi
- Persalinan prematur
Semua hal di atas memang bisa terjadi, tapi sangat jarang. Keguguran juga memiliki faktor penyebab lain selain karena amniosintesis.
Bagaimana jika saya menolak dilakukan amniosintesis?
Pilihan ada di tangan Anda, setelah dokter memberikan konseling genetik sebelum prosedur, risikonya dan manfaatnya.
Hubungi dokter jika Anda mengalami demam atau pendarahan, keputihan, atau kram perut yang parah setelah mendapatkan amniosintesis.