Peringati Hari Bahasa Ibu Internasional, Perkuat Jati Diri Bangsa

Isu bahasa ibu ini menjadi penting ketika bahasa-bahasa lokal di dunia mulai banyak yang punah. UNESCO memperkirakan sekitar 3.000 bahasa lokal akan punah di akhir abad ini.

oleh Liputan6.com diperbarui 21 Feb 2020, 15:05 WIB
Hari Bahasa Ibu Internasional, Kantor Kemendikbud / Liputan6.com / Nadiyah Fitriyah

Liputan6.com, Jakarta Hari Bahasa Ibu Internasional diperingati secara luas setiap tanggal 21 Februari. Peringatannya dilakukan sejak tahun 2000. Isu bahasa ibu ini menjadi penting ketika bahasa-bahasa lokal di dunia mulai banyak yang punah. UNESCO memperkirakan sekitar 3.000 bahasa lokal akan punah di akhir abad ini. Hanya separuh dari jumlah bahasa yang dituturkan oleh penduduk dunia saat ini yang masih akan eksis pada tahun 2100 nanti.

Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 2020 kembali mengadakan kegiatan Gelar Wicara dan Penampilan Tunas Bahasa Ibu dengan tema “Melestarikan Bahasa Daerah untuk Pemajuan Bangsa”. Kegiatan ini diselenggarakan pada tanggal 25 Februari 2020 di Aula Sasadu, Gedung M. Tabrani, Rawamangun, Jakarta Timur. Selain itu, Badan Bahasa bekerja sama dengan Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO (KNIU).

Dalam konferensi persnya pada hari ini (20/02) di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. DR. Dadang Sunendar, Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, menyatakan walaupun negara Indonesia memiliki bahasa pemersatu bangsa, bahasa Indonesia, bahasa daerah menjadi istimewa karena tutur bahasa yang dimiliki.

Indonesia merupakan negara kedua dengan jumlah bahasa ibu terbanyak setelah Papua Nugini. Keragaman yang dimiliki inilah sebagai modal kuat bangsa Indonesia untuk berdiri dan merayakan keberagaman sebagai sebuah bangsa.

Bahasa ibu adalah bahasa yang pertama kali dipelajari oleh seseorang sejak kecil secara alamiah dan menjadi dasar sarana komunikasi serta pemahaman terhadap lingkungannya.  Dalam konteks di Indonesia, bahasa ibu diidentikkan dengan bahasa daerah atau bahasa lokal.

Menurut Prof Dr Arief Rahman Hakim, Ketua KNIU, “Bahasa daerah tidak hanya sekadar bahasa yang diucap sehari-hari. Ia pun mengandung kekuatan dan filosofi di dalamnya.”

Dia menambahkan, “Setiap bahasa yang terucap sehari-hari antara ibu dan anak, akan timbul semacam kekuatan kekeluargaan. Bagaimana ibu-ibu dari setiap daerah mengasuh anak dengan mengajarkan lagu-lagu daerah dan permainan daerah dalam bahasanya sendiri.”

 

Saksikan video menarik di bawah ini


Pentingnya Pelestarian Bahasa Daerah

Rumah warga di pinggiran Danau Sentani, Kabupaten Jayapura yang berdekatan dengan Kampung Yoka, Kota Jayapura. (Foto: Liputan6.com/katharina janur)

Bahasa daerah menjadi yang sangat penting dalam upaya meneguhkan jati diri dan karakter penuturnya. Bahasa daerah juga bisa jadi pemersatu, bukan malah menimbulkan perpecahan. Sebab, bahasa daerah itu bisa menimbulkan karakter-karakter yang tidak toleran kepada orang yang memiliki bahasa daerah. Maka dari itu, tumbuhlah toleransi dalam bahasa daerah.

 

"Undang-undang sendiri juga mengamatkan bahasa daerah untuk dilindungi sebagai bagian dari kekayaan takbenda yang sangat berharga dan tidak ternilai harganya," ucap Dadang.

Hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebahasaan, terutama Pasal 25—Pasal 45.

Selain itu, ada pula Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2014 tentang tentang Pengembangan Pembinaan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra serta Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia. Bahkan, kewajiban melindungi bahasa daerah juga terdapat dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 40 Tahun 2017 tentang Pedoman bagi Kepala Daerah dalam Pelestarian dan Pengembangan Bahasa Negara dan Bahasa Daerah.

Dengan adanya kewajiban pelindungan bahasa daerah tersebut, Badan Bahasa mengadakan kegiatan Gelar Wicara dan Penampilan Tunas Bahasa Ibu untuk memantik kepedulian masyarakat terhadap bahasa daerah. Kepala Badan Bahasa, Prof. Dr. Dadang Sunendar, M.Hum. dan Ketua KNIU, Prof. Dr. Arief Rahman, M.Pd. akan memaparkan isu penting dalam tema besar kegiatan Gelar Wicara.

Tidak hanya itu, ada beberapa topik menarik lainnya yang dipaparkan oleh (1) H. Mashuri, S.P., M.E. (Bupati Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi), (2) Elizza M. Kisya (Tokoh Adat Maluku), dan (3) aktivis Polyglot Indonesia dan Wikitongue. Juga ada pula penampilan sastra lisan dideng oleh anak-anak dari Rantaupandan, Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi, bersama dengan mastero dideng, Ibu Jariah.

Ada pula penampilan seni lain berbasis bahasa daerah, seperti penampilan teater mini dan monolog berbahasa daerah dari komunitas Oryza Lokabasa. Diharapkan dengan adanya kegiatan ini, masyarakat dapat menyadari pentingnya melindungi bahasa daerah dan menggunakan bahasa daerah sebagai langkah memajukan bahasa supaya tidak punah.

 

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya