KPPOD: Omnibus Law Berpotensi Kurangi Peran Pemerintah Daerah

Ada beberapa pasal yang menyebutkan wewenang dari pemerintah daerah dialihkan ke pemerintah pusat.

oleh Athika Rahma diperbarui 23 Feb 2020, 19:29 WIB
Ilustrasi Omnibus Law.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) menyampaikan sejumlah analisa atas Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja, terutama di sektor kelayakan bangunan dan tata ruang.

Ada beberapa pasal yang menyebutkan wewenang dari pemerintah daerah dialihkan ke pemerintah pusat, seperti pasal 25 nomor 40, yang mengubah pasal 43 Undang-Undang No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

Pasal tersebut berbunyi: "Pemerintah Pusat menyelenggarakan pembinaan bangunan gedung secara nasional untuk meningkatkan pemenuhan persyaratan dan tertib penyelenggaraan bangunan gedung."

"Ketentuan tersebut mengurangi fungsi kontrol dari Pemerintah Daerah. Minimnya wewenang pembinaan oleh pemerintah daerah menunjukkan adanya kemunduran desentralisasi," demikian dikutip dari kolom analisa peneliti KPPOD yang diterima Liputan6.com, Minggu (23/02/2020).

Kemudian pasal lainnya, dalam Perubahan UU nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, tepatnya pasal 18 (poin 4 pasal 8) menyebutkan penataan ruang dilaksanakan pemerintah pusat. Hal ini juga dinilai merupakan sentralisasi wewenang.

Pasal 18 (poin 21, ayat 37 tentang Pengendalian Pemanfaatan Ruang) juga dinilai mengurangi peran pemerintah daerah karena persetujuan pengendalian pemanfaatan ruang dilimpahkan ke pusat.

Namun, ada pula beberapa perubahan yang dinilai tepat dilimpahkan ke pemerintah pusat, menyadari Sumber Daya Manusia (SDM) di daerah masih terbatas, seperti pasal 25 nomor 35 (perubahan terhadap pasal 37 UU nomor 26 tahun 2007 tentang Pemanfaatan Ruang).

"Sertifikat Laik Fungsi dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Pelimpahan wewenang ini disetujui karena daerah masih memiliki keterbatasan dan kekurangan SDM dengan catatan harus memiliki sertifikat kompetensi," demikian bunyi analisa tersebut.


Jokowi Minta Masyarakat Pahami RUU Omnibus Law Sebelum Mengkritik

Elemen Buruh melakukan aksi di depan Gedung MPR/DPR/DPD Jakarta, Rabu (12/2/2020). Dalam aksinya mereka menolak draft Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyatakan, Pemerintah membuka seluas-luasnya masukan dari masyarakat terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja yang telah diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

“DPR juga saya kira juga akan membuka seluas-luasnya masukan-masukan lewat mungkin dengar pendapat. Saya kira,” ujar Jokowi dikutip dari laman Setkab, Jumat (21/2/2020).

Artinya, menurut Presiden, Pemerintah bersama DPR itu selalu terbuka terkait RUU Omnibus Law. “Ini masih baru awal, mungkin masih 3 bulan, mungkin masih 4 bulan baru selesai atau 5 bulan baru selesai ya kan,” tambahnya.

Pemerintah, lanjut Presiden, ingin terbuka baik DPR maupun kementerian-kementerian, terbuka untuk menerima masukan-masukan, menerima input-input, dan mendengar keinginan-keinginan masyarakat.

“Sehingga kita nanti bisa mengakomodasi lewat kementerian kemudian persetujuan di DPR,” tutur Presiden ke-7 Republik Indonesia (RI).

Mengenai kritikan masyarakat, Presiden minta RUU Omnibus Law Cipta Kerja dibaca satu per satu sehingga jangan sampai belum melihat tetapi sudah mengkritik.

“Ini belum, sekali lagi ini belum undang-undang loh ya, rancangan undang-undang yang baik asosiasi, baik serikat, baik masyarakat bisa memberikan masukan sekali lagi kepada pemerintah, kementerian, maupun kepada DPR. Ini yang ditunggu itu justru,” pungkas Presiden.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya