Liputan6.com, Jakarta: Lebih dari 90 persen anak jalanan di Jakarta tidak memiliki akta kelahiran. Mereka sangat rentan menjadi korban kejahatan dan kekerasan, serta sulit untuk mendapatkan layanan dari negara, seperti hak pendidikan, kesehatan, dan jaminan sosial lainnya.
"Kami berharap dalam dua tahun ke depan, setidaknya 1.500 anak jalanan tercatat kelahirannya, yang ditandai dengan kepemilikan akta lahir," kata Country Director Plan Indonesia Peter La Raus di acara peluncuran program Akta Kelahiran untuk Anak Jalanan, di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut Peter dalam siaran persnya, program ini merupakan program kerja sama antara Plan Indonesia dan Kementerian Sosial RI yang didukung oleh Aviva, sebuah korporasi global asal Inggris.
Melalui program Akta Kelahiran untuk Anak Jalanan, Plan Indonesia menargetkan separuh dari jumlah anak jalanan yang teridentifikasi di Jakarta memiliki akses untuk membuat akta kelahiran.
Berdasarkan data dari Kementerian Sosial, saat ini di Indonesia terdapat sekitar 230 ribu anak jalanan. Khusus di wilayah DKI Jakarta, tahun ini Dinas Sosial DKI Jakarta setidaknya telah mengidentifikasi 7.000 lebih anak jalanan. Dari jumlah itu, lebih dari 90 persen anak jalanan belum memiliki akta lahir.
Sejak tahun 2005 Plan aktif mengampanyekan Pencatatan Kelahiran untuk Semua (Universal Birth Registration) dan menyerukan pencatatan kelahiran segera bagi setiap anak di dunia. Plan telah memfasilitasi pencatatan kelahiran lebih dari 40 juta orang di 32 negara.
Menurut Peter La Raus, anak-anak yang tidak tercatat kelahirannya tidak memiliki status yang jelas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga mereka rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
"Mereka hadir namun secara legal dianggap tidak ada. Kami yakin bahwa pencatatan setiap anak oleh negara, yang ditandai dengan kepemilikan akta kelahiran menjadi sesuatu yang sangat penting," ujarnya.
Dia menambahkan, selain untuk meminimalisir risiko kejahatan terhadap anak, kepemilikan akta kelahiran juga menjadi kunci bagi anak untuk mengakses layanan pendidikan (sebagai syarat pendaftaran ke sekolah), kesehatan, serta pengakuan identitas kewarganegaraan oleh negara.
Sementara itu, Program Manajer Program Perlindungan dan Partisipasi Anak Plan Indonesia Amrullah menjelaskan, Plan bekerjasama bersama Bagian Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Sosial mulai mengidentifikasi strategi dan aksi prioritas. Hal lain yang akan segera dilakukan antara lain pemetaan persoalan terkait keberadaan anak jalanan, sosialisasi tentang pentingnya akta kelahiran, serta melakukan advokasi untuk membantu membuat kebijakan dan prosedur sederhana, sehingga akta kelahiran dapat di akses oleh anak jalanan.
"Di Jakarta, banyak kasus kekerasan seksual dan pembunuhan yang melibatkan anak jalanan, baik sebagai korban maupun pelaku. Banyak dari mereka yang juga teridentifikasi sebagai korban penjualan anak. Melalui program ini, kami berharap fenomena tersebut bisa segera dihentikan atau dikurangi," kata Amrullah.(ULF)
"Kami berharap dalam dua tahun ke depan, setidaknya 1.500 anak jalanan tercatat kelahirannya, yang ditandai dengan kepemilikan akta lahir," kata Country Director Plan Indonesia Peter La Raus di acara peluncuran program Akta Kelahiran untuk Anak Jalanan, di Jakarta, baru-baru ini.
Menurut Peter dalam siaran persnya, program ini merupakan program kerja sama antara Plan Indonesia dan Kementerian Sosial RI yang didukung oleh Aviva, sebuah korporasi global asal Inggris.
Melalui program Akta Kelahiran untuk Anak Jalanan, Plan Indonesia menargetkan separuh dari jumlah anak jalanan yang teridentifikasi di Jakarta memiliki akses untuk membuat akta kelahiran.
Berdasarkan data dari Kementerian Sosial, saat ini di Indonesia terdapat sekitar 230 ribu anak jalanan. Khusus di wilayah DKI Jakarta, tahun ini Dinas Sosial DKI Jakarta setidaknya telah mengidentifikasi 7.000 lebih anak jalanan. Dari jumlah itu, lebih dari 90 persen anak jalanan belum memiliki akta lahir.
Sejak tahun 2005 Plan aktif mengampanyekan Pencatatan Kelahiran untuk Semua (Universal Birth Registration) dan menyerukan pencatatan kelahiran segera bagi setiap anak di dunia. Plan telah memfasilitasi pencatatan kelahiran lebih dari 40 juta orang di 32 negara.
Menurut Peter La Raus, anak-anak yang tidak tercatat kelahirannya tidak memiliki status yang jelas dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sehingga mereka rentan terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
"Mereka hadir namun secara legal dianggap tidak ada. Kami yakin bahwa pencatatan setiap anak oleh negara, yang ditandai dengan kepemilikan akta kelahiran menjadi sesuatu yang sangat penting," ujarnya.
Dia menambahkan, selain untuk meminimalisir risiko kejahatan terhadap anak, kepemilikan akta kelahiran juga menjadi kunci bagi anak untuk mengakses layanan pendidikan (sebagai syarat pendaftaran ke sekolah), kesehatan, serta pengakuan identitas kewarganegaraan oleh negara.
Sementara itu, Program Manajer Program Perlindungan dan Partisipasi Anak Plan Indonesia Amrullah menjelaskan, Plan bekerjasama bersama Bagian Administrasi Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Sosial mulai mengidentifikasi strategi dan aksi prioritas. Hal lain yang akan segera dilakukan antara lain pemetaan persoalan terkait keberadaan anak jalanan, sosialisasi tentang pentingnya akta kelahiran, serta melakukan advokasi untuk membantu membuat kebijakan dan prosedur sederhana, sehingga akta kelahiran dapat di akses oleh anak jalanan.
"Di Jakarta, banyak kasus kekerasan seksual dan pembunuhan yang melibatkan anak jalanan, baik sebagai korban maupun pelaku. Banyak dari mereka yang juga teridentifikasi sebagai korban penjualan anak. Melalui program ini, kami berharap fenomena tersebut bisa segera dihentikan atau dikurangi," kata Amrullah.(ULF)