Liputan6.com, Yogyakarta Margareta Astaman mungkin sudah menjadi sosok yang tidak asing lagi dalam dunia kepenulisan digital. Margie, sapaan akrabnya, memiliki perjalanan karier yang bisa dibilang menginspirasi sebagai seorang penulis di era digital. Berhasil menduduki jabatan bergengsi sebagai Country Editor di MSN Indonesia di usia 22 tahun adalah sebuah pencapaian tersendiri berkat kegigihannya untuk terus menekuni hal yang menjadi passion-nya sejak remaja, yaitu menulis.
Perjalanan panjang dalam dunia kepenulisan digital dan berbagai pengalaman yang diraihnya inilah yang kemudian ia bagikan kepada para peserta Leadership Development Djarum Beasiswa Plus 2019/2020 Batch 5 yang berlangsung di Eastparc Hotel, Yogyakarta, pada Senin (17/02/2020).Tip
Advertisement
Bukan Sekadar Kelas Menulis
Kegiatan ini merupakan rangkaian pelatihan kepemimpinan yang diadakan Djarum Foundation kepada para Beswan Djarum angkatan 35. Lewat sesi Critical Writing, Margie berbagi pengalaman sekaligus membedah ilmu tentang kepenulisan di era 4.0 seperti saat ini.
“Sesi ini bukan ingin mengajak teman-teman untuk menjadi penulis ya. Ini lebih dari sekadar kelas menulis. Tapi yang ingin ditekankan adalah bagaimana tulisan yang kritis bisa mengantarkan teman-teman mencapai apapun yang jadi passion kalian, jadi pengacara, dokter, atau apapun,” ungkap Margie di sela sesi sharingnya.
Margie lalu berbagi pengalaman bagaimana keteguhannya dalam dunia menulis. Dimulai dari pencapaiannya menjadi seorang Country Editor di usia 22 tahun hingga posisinya saat ini sebagai CEO Java Fresh, salah satu perusahaan impor buah di tanah air.
“Apa kaitannya tulisan dengan kegiatan impor buah? Jadi lewat tulisan yang ada di website, di media lain, kita berusaha memberikan informasi sekaligus meyakinkan pembaca bahwa kita bisa memproduksi buah dengan kriteria seperti ini. Tulisan ini yang menjadi positioning kita,” ungkap Margie.
Advertisement
Mengasah Kemampuan Berpikir Kritis Peserta
Dalam sesi Critical Writing ini, Margie menekankan kepada para peserta Leadership Development tentang pentingnya pola berpikir kritis dalam proses menulis. Hal ini diawali dengan mengasah kemampuan membaca kritis para peserta lewat sebuah permainan seru, yaitu menjadi hoax buster atau menebak sebuah berita hoax atau bukan.
Margie memberikan beberapa tips untuk menemukan fakta kebenaran sebuah berita, yaitu melakukan kroscek berbagai sumber berita yang ada. Misalnya mengecek gambar yang ditampilkan lewat Google Image, melakukan riset tentang narasumber yang diberitakan, dan mengecek domain situs yang menampilkan berita di situs who.is.
Belajar Membuat Sebuah Tulisan Kritis
Selain menghadirkan sesi diskusi interaktif dan fun bersama para peserta, Margie kemudian mengajak mereka untuk membuat sebuah tulisan kritis. Menurut Margie, ada tiga poin utama yang harus diperhatikan untuk membuat sebuah tulisan yang kritis.
“Yang pertama adalah audiens, kita harus bisa melihat siapa audience atau pembaca tulisan kita. Setelah itu mega argument, kumpulkan sebanyak-banyaknya fakta yang ada. Dan terakhir adalah balancing point, tulisan yang dibuat harus berimbang, tidak menyudutkan pihak tertentu,” lanjut Margie.
Margie kemudian mengajak para peserta membuat sebuah tulisan kritis yang diawali dengan menentukan tema tulisan seperti apa yang cocok untuk pembaca mereka. Para peserta yang sudah dibagi menjadi beberapa kelompok ini masing-masing mendapat tugas untuk membuat tema tulisan yang sesuai dengan nama tokoh yang mereka dapatkan. Ada yang mendapatkan nama pebisnis, politisi, hingga Youtuber. Beragam ide kreatif pun keluar dan menjadi bahan diskusi dalam sesi ini.
Setelah mampu membangun tema yang sesuai dengan audiensnya, Margie kemudian memperdalam materi dengan membahas struktur penulisan kritis yang tepat. Langkah pertama adalah dengan membangun lead atau pokok pikiran yang ingin disampaikan lewat tulisan yang akan dibuat. Menurutnya, lead adalah bagian paling penting dalam sebuah tulisan kritis karena akan menjadi penentu apakah tulisan ini akan dibaca atau tidak oleh pembaca.
Advertisement
Pentingnya Berpikir Kritis dalam Proses Menulis
Mengisi sesi pelatihan kepenulisan bukanlah hal yang baru bagi Margie, karena ia sudah 12 tahun berbagi pengalaman dengan para Beswan Djarum di setiap angkatan. Selama kurun waktu tersebut, ia dan Djarum Foundation selalu berusaha untuk update materi yang disampaikan, tentunya menyesuaikan dengan perkembangan zaman juga.
“Sebenarnya setiap tahun kita review skill apa sih yang 10 - 20 tahun lagi akan berguna di masyarakat. Nah ketika kita masuk ke era revolusi 4.0 ini, kita melihat salah satu skill yang semakin langka tapi juga semakin dibutuhkan itu adalah critical thinking. Orang sekarang sifatnya reaktif aja, nerima konten ya respon dan nggak lagi mempertanyakan kebenaran si konten itu,” ungkap Margie dalam sesi interview bersama tim Liputan6.com.
Berdasarkan hal itu juga, Margie menganggap bahwa butuh pola pikir kritis dalam sebuah proses menulis, terlebih bagi seorang leader.
“Itu yang akhirnya membuat kita berusaha mengarahkan ke tulisan itu. Bahwa kalau sekarang tulisan itu sekarang bukan hanya sekedar kreatif, atau kalau dulu kita ngomongnya creative writing. Tapi bagaimana tulisan itu diproduksi dengan pola pikir yang kritis. Makanya mulai dari tahun lalu kita masukin yang namanya Critical Writing secara khusus,” lanjutnya.
Mengisi Batch 5 untuk angkatan tahun ini, Margie merasa optimis dengan kompetensi dan potensi yang dimiliki oleh peserta. “Kalau aku sendiri sangat optimis. Buat sebagian besar peserta terutama di masa-masa sekarang ini, mereka hampir tidak ada kesempatan untuk menulis. Kita ada di dunia di mana bikin konten Youtube, kemudian Instagram paling ya hanya nulis dikit-dikit. Buat mereka mungkin ini pengalaman pertama untuk menulis secara panjang, untuk menuangkan pikiran secara panjang. Ini adalah 4 jam pertama mereka,” terangnya.
Margie juga menyampaikan sebuah tips khusus bagaimana lewat sebuah tulisan bisa mencapai passion yang diinginkan.
“Kalau buatku, nulis itu bukan sekadar menuangkan isi pikiran. Ketika aku menulis itu jadi salah satu latihan untuk berpikir kritis, berempati kepada orang yang aku hadapi, karena ngerti audience-nya siapa, bisa menyampaikan informasi yang bisa diterima oleh mereka. Lalu kemudian juga bagaimana di situ masuk tentang peta cara pemikiran kreatif. Jadi lewat proses menulis inilah kita akan mendapatkan skill yang berguna banget di ilmu-ilmu kita yang lain,” pungkasnya.
Penulis: Wuri Anggarini