Liputan6.com, Jakarta - Menyusul serangan peretas yang menargetkan running text dengan tulisan tak senonoh di TPI Kelas 1 Denpasar, kini Imigrasi Ngurah Rai, Bali mengalami masalah sistem. Akibatnya, ribuan orang tidak bisa diproses memasuki tanah air.
Pakar keamanan siber Pratama Persadha menjelaskan bahwa gangguan sistem di Imigrasi Ngurah Rai mungkin terjadi karena berbagai sebab. Mulai dari adanya bug pada sistem, koneksi yang terkendala pada pusat data, hingga tindakan peretasan.
Baca Juga
Advertisement
"Intinya perlu dilakukan digital forensic untuk mengetahui penyebabnya. Bila memang tim IT dari Imigrasi (mengalami) kesulitan, ada baiknya berkoordinasi dengan Badan Siber dan Sandi Negara, dan bila ditemukan (indikasi) tindakan peretasan, bisa dilaporkan ke Cybercrime Polri," ujar chairman Lembaga Keamanan Siber CISSReC itu dalam keterangannya kepada Tekno Liputan6.com.
Pratama menyebut sistem di Imigrasi Ngurah Rai berjalan sesuai SOP. Saat sistem bermasalah, otomatis orang dari luar negeri tidak bisa masuk.
Itu berbeda dengan sistem di Soekarno Hatta yang bermasalah tetapi puluhan ribu orang tetap bisa masuk dari luar negeri dan kedatangan buronan KPK Harun Masiku tidak terdeteksi.
Kedaulatan negara
"Bandara dan imigrasi ini pintu masuk dari luar (negeri) yang harus benar-benar aman. Rekayasa dan manipulasi sistem maupun data bisa berakibat serius bagi kedaulatan negara," ujar pria asal Cepu, Jawa Tengah itu menegaskan.
Selain sistem imigrasi, menurut Pratama, keamanan pada sistem ATC juga harus diperkuat.
"Jangan sampai terkena retas atau kesalahan sistem yang membuat pesawat di udara kebingungan saat harus mendarat," kata Pratama.
Kegagalan sistem imigrasi memungkinkan individu yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) menjadi tidak terdeteksi. Bisa jadi ada DPO polisi, jaksa dan KPK maupun DPO interpol.
"Baiknya secara reguler dibuat pengecekan pada sistem di imigrasi dan bandara untuk mencegah terjadinya kesalahan sistem karena peretasan dan bug. Jangan sampai seperti peristiwa gagal terbangnya 1.400 orang di Polandia pada 2015 karena peretasan pada sistem bandara," tutur Pratama.
(Why/Isk)
Advertisement