Liputan6.com, Jakarta - Kualitas lingkungan Jakarta kembali mendapat nilai negatif dari dunia internasional. Masih belum selesai perkara banjir, kualitas udara di Jakarta ternyata masuk daftar ibu kota paling buruk nomor lima di dunia pada 2019.
Temuan itu berasal dari 2019 World Air Quality yang diterbitkan IQAir AirVisual. Kualitas udara Jakarta disebutkan semakin buruk sejak 2017.
Dilansir Bloomberg, Selasa (25/2/2020), kualitas udara terburuk di dunia berada di New Delhi, India. Sementara, Jakarta adalah yang terburuk di Asia Tenggara.
Baca Juga
Advertisement
Buruknya udara di suatu kota dinilai dari level PM 2.5, yakni partikel di udara yang bisa menyebabkan penyakit pernapasan seperti asma, kanker paru-paru, hingga penyakit jantung.
Polusi di Jakarta naik 66 persen sejak 2017. Jakarta juga naik peringkat dari tahun sebelumnya yang berada di ranking 10.
Meski demikian, udara di Tangerang Selatan, Banten, juga dilaporkan sangat buruk bahkan melebihi Jakarta. Rata-rata tahunan kualitas udara di Tangsel sudah mencapai level merah alias tidak sehat.
Data 2019 World Air Quality yang diterbitkan IQAir AirVisual juga merilis tujuh kota di Indonesia yang masuk dalam kota paling polutan di Asia Tenggara, yakni Tangerang Selatan dengan 81,3, Bekasi 62,6, Pekanbaru 52,8, Pontianak 49,7, Jakarta 49,4, Talawi 42,7, dan Surabaya 40,6.
Pada level negara, peringkat buruknya kualitas udara Indonesia juga naik dari ranking 11 menjadi ranking 6.
Faktor-faktor yang menyebabkan polusi udara adalah kota-kota yang makin padat, asap kendaraan, tenaga pembangkit tenaga batu bara, pembakaran agrikultural, dan emisi industri.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Masalah di Indonesia
Masalah di Indonesia tak terlepas dari pembakaran lahan musiman. Pertumbuhan wilayah perkotaan dan ketergantungan pada batu bara juga menjadi penyebab polusi di Indonesia.
Kualitas udara kota Pekanbaru juga masuk jajaran yang paling buruk di Indonesia, bahkan lebih buruk dari Jakarta. Pekanbaru juga satu-satunya kota di Sumatera yang masuk ke enam besar kota dengan kualitas udara terburuk di Indonesia.
Dan ternyata, itu disebabkan oleh buruknya kualitas udara di Pekanbaru selama bulan Agustus dan September.
WHO menyebut udara kotor membunuh 7 juta orang tiap tahunnya, serta merugikan ekonomi global sebesar USD 5 triliun tiap tahun berdasarkan perhitungan Bank Dunia.
Polusi udara di kota-kota China tercatat berkurang, terutama di Beijing dan Shanghai. Posisi Beijing turun dari ranking 8 ke 10. Sementara, India baru mulai serius mengejar energi bersih.
Dan berikut ranking 10 negara ibu kota dengan kualitas udara terburuk di dunia:
Advertisement
Kualitas Udara Terburuk
10 Kota dengan Kualitas Udara Terburuk 2019:
1. Bangladesh
2. Pakistan
3. Mongolia
4. Afganistan
5. India
6. Indonesia
7. Bahrain
8. Nepal
9. Uzbekistan
10. Irak
Selanjutnya, ibu kota dengan kualitas udara terburuk:
10 Ibu Kota
1. Delhi, India
2. Dhaka, Bangladesh
3. Ulaanbaatar, Mongolia
4. Kabul, Afganistan
5. Jakarta, Indonesia
6. Kathmandu, Nepa
7. Hanoi, Vietnam
8. Manama, Bahrain
9. Beijing, China
10. Tashkent, Uzbekistan
Advertisement
Tanggapan Pemkot Surabaya
1. Pemantauan kualitas udara di Kota Surabaya menggunakan ISPU (Indeks Standard Pencemar Udara) sesuai dengan peraturan Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI) Nomor : KEP45/MENLH/1997 tentang Indeks Standar Pencemar Udara;
2. Alat pemantau udara ambien di Kota Surabaya menggunakan AQMS (Air Quality Monitoring System) berupa Fixed Station di 3 lokasi yaitu:
a. Wonorejo dan Kebonsari, menggunakan analyzer yang dapat mengukur parameter PM10, CO, NO, SO2, O3.
b. Tandes(bantuan KLHK RI), menggunakan sensor yang dapat mengukur parameter PM2.5, PM10, CO, NO, SO2, O3.
3. Alat pemantau udara ambien milik Pemerintah Kota Surabaya secara rutin telah dilakukan kalibrasi sehingga hasil pengukuran kualitas udara ambien dapat dipertanggungjawabkan;
4. Penempatan ketiga stasiun telah sesuai dengan SNI 19-7119.6-2005 (Udara Ambien-Bagian 6 Penentuan Lokasi Pengambilan Contoh Uji Pemantauan Kualitas Udara Ambien) dan telah mendapat arahan dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Jawa Timur serta Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia;
5. Sumber data yang menjadi referensi dalam menulis artikel, menggunakan alat yang berbasis sensor dimana penggunanya menjadi kontributor website IQAir;
6. Sedangkan penempatan alat pemantau udara Surabaya tergantung pada pengguna (kontributor) dan tidak pernah melalui proses verifikasi dari pemilik website;
7. Hasil monitoring kualitas udara ambien di Kota Surabaya yang dinyatakan dengan ISPU selama 3 tahun terakhir termasuk kategori sehat dengan hasil sebagai berikut:
Tahun | Prosentase ISPU | ||
Sehat | Tak Sehat | ||
Baik | Sedang | ||
2017 | 35,89% | 59,18% | 4,93% |
2018 | 22,19% | 77,53% | 0,27% |
2019 | 39,18% | 60,55% | 0,27% |
Sehingga berdasarkan data di atas, prosentase kategori hari sehat mencapai lebih dari 99% pada 2 tahun terakhir, dan hari baik terus mengalami peningkatan;
8. Hasil monitoring kualitas udara ambien untuk parameter PM2.5 pada stasiun Tandes telah memenuhi baku mutu (65 µg/m3) sesuai Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Kualitas Udara;
9. Hasil perhitungan Indeks Kualitas Udara (IKU) Kota Surabaya pada tahun 2018 adalah sebesar 90,26 dan telah melampaui IKU Nasional sebesar 84,74;
10. Kondisi di atas didukung oleh upaya Pemerintah Kota Surabaya yang telah melakukan:
a. Program penambahan jumlah ruang terbuka Hijau dengan capaian 21.96% (7346 ha) dari luas total wilayah Kota Surabaya.
b. Program penurunan emisi karbon dari sektor persampahan, transportasi, energi dan sebagainya.
Catatan: Artikel ini sudah dikoreksi dengan merevisi alinea 7 yang sebelumnya tertulis, "...Enam kota dengan rata-rata kualitas udara terburuk di Indonesia adalah Bekasi, Tangerang Selatan, Jakarta, Surabaya, Pekanbaru dan Ubud," menjadi "Data 2019 World Air Quality yang diterbitkan IQAir AirVisual juga merilis tujuh kota di Indonesia yang masuk dalam kota paling polutan di Asia Tenggara, yakni Tangerang Selatan dengan 81,3, Bekasi 62,6, Pekanbaru 52,8, Pontianak 49,7, Jakarta 49,4, Talawi 42,7, dan Surabaya 40,6," dan juga mengakomodasi hak jawab dari Pemerintah Kota Surabaya.