Pimpinan Seminari BSB Maumere Angkat Bicara soal Kasus 'Makan' Kotoran Manusia

Pimpinan Seminari Menengah Santa Maria Bunda Segala Bangsa, RD Deodatus Du'u akhirnya angkat bicara soal kasus 77 siswa yang dihukum makan kotoran manusia.

oleh Dionisius Wilibardus diperbarui 26 Feb 2020, 20:00 WIB
Pimpinan Seminari Menengah Santa Maria Bunda Segala Bangsa, RD Deodatus Du'u. (Liputan6.com/ Jhon Gomez)

Liputan6.com, Maumere - Pimpinan Seminari Menengah Santa Maria Bunda Segala Bangsa, RD Deodatus Du'u akhirnya angkat bicara soal kasus 77 siswa yang dihukum makan kotoran manusia oleh kakak kelasnya di sekolah tersebut.

Di hadapan wartawan, Rabu (26/2/2020), dirinya membenarkan adanya peristiwa tersebut, yang terjadi pada Rabu (19/2/2020) antara pukul 14.30 - 15.00 Wita.

Semuanya bermula ketika salah seorang siswa kelas VII yang membuang kotorannya sendiri pada sebuah kantong plastik yang selanjutnya disembunyikan di sebuah lemari kosong di kamar tidur unit bina SMP Kelas VII.

"Sekitar pukul 14.00 (setelah makan siang) seperti biasa dua orang kakak kelas XII yang ditugaskan untuk menjaga kebersihan unit kelas VII menemukan kotoran tersebut. Mereka kemudian mengumpulkan para siswa kelas VII di asrama untuk dimintai informasi tentang kotoran tersebut," jelasnya.

Namun, para siswa kelas VII Seminari BSB Maumere tidak ada yang mengakuinya. Berkali-kali kakak kelas meminta kejujuran dari adik-adiknya tetapi mereka tetap tidak mengakuinya.

Akhirnya, karena marah, salah seorang kakak kelas tersebut mengambil kotoran dengan senduk makan lalu menyentuhkan kotoran tersebut pada bibir atau lidah. Perlakuannya berbeda pada masing-masing anak.

"Selanjutnya kakak kelasnya meminta supaya peristiwa tersebut dirahasiakan dari para Pembina (Para Romo dan Frater) dan para orangtua. Peristiwa ini baru diketahui para pembina (Romo dan Frater) pada hari Jumat, 21 Februari 2020 dari salah satu siswa kelas VII yang datang bersama dengan orangtuanya untuk melaporkan kejadian tersebut" bebernya.

Menyikapi laporan tersebut, para Pembina (Romo dan Frater) memanggil siswa kelas VII dan kedua kakak kelas tersebut untuk dimintai keterangan.

Selanjutnya, pada hari Selasa, 25 Februari 2020 pukul 09.00 sampai 11.15, para pembina bersama para orangtua siswa kelas VII mengadakan pertemuan bersama yang juga menghadirkan seluruh siswa kelas VII dan kedua kakak kelas.

Dalam pertemuan dimaksud, persoalan ini dibicarakan secara serius penuh keterbukaan dan kejujuran.

Seminari secara terbuka telah meminta maaf atas peristiwa ini di hadapan orangtua dan sekaligus memberi sanksi yang tegas kepada kedua kakak kelas tersebut.

Para orangtua juga menyayangkan peristiwa itu dan berharap agar kejadian tersebut tidak terulang kembali di waktu yang akan datang.

 

Simak juga video pilihan berikut ini:


Kedua Kakak Kelas Dirumahkan

Selanjutnya sebagai bentuk pembinaan untuk kedua kakak kelas tersebut, maka pihak seminari memutuskan untuk merumahkan dari Seminari Maria Bunda Segala Bangsa.

Mengingat ke-2 pelaku merupakan siswa kelas XII dimana mereka sebentar lagi akan mengikuti ujian akhir, sehingga mereka tetap sekolah di sini tetapi tidak tinggal di asrama, melainkan tinggal bersama orangtua mereka masing-masing.

"Sementara itu, para siswa kelas VII juga dibuat pendampingan dan pendekatan lebih lanjut oleh pembina (Romo dan Frater) untuk pemulihan mental dan menghindari trauma," ungkapnya.

Dari kronologi yang diutarakan tersebut, Deodatus mengatakan, ingin menegaskan terminologi "makan" yang dipakai oleh beberapa media saat memberitakan peristiwa ini, agaknya kurang tepat sebab yang sebenarnya terjadi adalah salah seorang kakak kelas "menyentuhkan" senduk yang ada feses pada bibir atau lidah siswa kelas VII.

"Peristiwa ini terjadi di kamar tidur unit bina smp kelas VII dan bukan di ruang kelas," tuturnya.

Peristiwa ini tidak dilakukan oleh pembina atau pendamping (romo dan frater) sebagaimana yang diberitakan beberapa media tetapi oleh salah seorang siswa kelas XII.

Pihak seminari bunda segala bangsa bukan tidak mau diwawancarai sebagaimana diungkapkan dalam pemberitaan dibeberapa media online, melainkan ingin terlebih dahulu melakukan pertemuan internal untuk kemudian disampaikan kepada media pada waktunya.

Pihak seminari bunda segala bangsa tidak pernah melakukan pembiaran terhadap segala bentuk kekerasan dan bullying dalam bentuk apapun, dan selalu bertindak tegas apabila terjadi hal-hal demikian.

"RD. Deodatus Du'u juga menegaskan terkait terminologi "makan" yang dipakai oleh beberapa media saat memberitakan peristiwa ini, agaknya kurang tepat sebab yang sebenarnya yang terjadi adalah salah seorang kakak kelas menyentuhkan senduk yang ada feses pada bibir atau lidah siswa kelas VII", sebutnya.

Bagi kami, peristiwa ini menjadi sebuah pembelajaran untuk melakulcan pembinaan secara lebih baik di waktu-waktu yang akan datang.

Kami berterima kasih atas segala kritik, saran, nasehat, dan teguran yang bagi kami menjadi sesuatu yang sangat berarti dengan harapan agar lembaga ini terns didoakan dan didukung supaya menjadi lebih baik.

 


Tanggapan Dinas Pendidikan

Sementara Plt Kepala Dinas Pendidikan, Kebudayaan dan Olahraga Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur telah mendatangi Sekolah SMP Seminari Menengah Bunda Segala Bangsa (BSB).

Kedatanga mereka untuk melakukan klarifikasi atas masalah yang terjadi, dengan sekolah tersebut.

"Terkait kasus yang sudah viral di SMP Seminari Menengah Santa Maria Bunda Segala Bangsa, dirinya langsung bertemu dengan Kepala Sekokah. Karena SSB ini dibawah kewenangan dinas PKO Kabupaten Sikka",ungkap Plt Kepala Dinas Pendidikan, Kebudayaan dan Olahraga Kabupaten Sikka,Provinsi Nusa Tenggara Timur Mayella Da Cunha, ditemui awak media di halaman Seminari Menengah Bunda Segala Bangsa usai bertemu kepala sekolah, Rabu (26/2/2020) siang.

Dikatakanya kasus ini terjadi di luar jam sekolah, dan didalam asrama sekolah BSB. Kejadian tersebut terjadi pada tanggal 19 Februari 2020, sebagaimana biasa jam pelajaran semua kamar asrama terkunci karema siswa harus mengikuti pelajaran di sekolah.

Ini bagian dari kewanang dinas PKO, kita akan melakukan pembinaan dan tadi sudaj disampaikan oleh kepala sekolah bahwa untuk 2 siswa susah dikeluarkan sejak kemarin..

Karena siswa kelas XII itu di SMA maka kewenangan ini ada di Provinsi NTT dan mereka para pelaku susah dikeluarkan sejak kemarin, kita juga akan berkoordinasi dengan provinsi NTT.

"Untuk di sekolah ini tidak ada senioritas, karena tidak ada pembina dari sisi jumlah maka dari pihak sekolah meminta siswa kelas XII yang dianggap mampu untuk melakukan pengawasan, tidak ada kewenangan lebih dan ini terjadi secara spontanitas", tegasnya.

Karena ketika kamar dibuka tercium aroma yang tidak sedap maka sebanyak 77 siswa tersebut mereka kumpulkan, dan tidak ada siswa yang di cekoki makanan kotoran manusi.

"Karena berdesakan didalam ruangan maka kotoran manisia tersemut mengenai mulut siswa, tidak ada yang dipaksa makan kotoran manusia", pungkasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya