Liputan6.com, Jakarta Polisi telah menetapkan tiga tersangka terkait kasus susur Sungai Sempor yang menewaskan 10 siswi SMP Negeri 1 Turi, Sleman, Yogyakarta.
Wakapolres Sleman Kompol M Akbar Bantilan mengatakan pihaknya bekerja terus-menerus untuk menentukan siapa yang paling bertanggung jawab atas perkara ini.
Advertisement
"Hari ini menetapkan tersangka, dua hari lalu IYA. Kita tetapkan dua yaitu DDS dan R. Ketiga penentuan itu berdasar tahap gelar perkara dan dua alat bukti," katanya dalam gelar perkara di Mapolres Sleman, Selasa, 25 Februari 2020.
Tiga tersangka yang berinisial IYA, DDS dan R ini harus bertanggung jawab atas kegiatan susur sungai yang berujung duka tersebut. Saat ini para tersangka ditahan di Polres Sleman, Yogyakarta dan dijerat Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP.
Penetapan tiga tersangka oleh polisi tak lain karena kejadian dan bukti yang memang mengarah kepada ketiga orang tersebut. Mereka diketahui tidak ikut saat kegiatan susur Sungai Sempor dilakukan.
IYA yang menjadi penggagas ide pun memberikan informasi yang mendadak H-1 sebelum dilakukannya susur sungai, sehingga tidak ada persiapan yang matang.
Berikut ini lima alasan polisi tetapkan tiga tersangka susur Sungai Sempor, yang dihimpun Liputan6.com:
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Ide Kegiatan yang Mendadak dari Tersangka
Dilansir Antara, Wakapolres Sleman Kompol M Akbar Bantilan mengatakan kegiatan susur Sungai Sempor digelar secara mendadak dan minim persiapan.
"Ide kegiatan susur sungai baru termunculkan oleh tersangka IYA pada hari Kamis, 20 Februari malam H-1 lewat grup WhatsApp. Jadi memang bisa dibilang sangat minim sekali persiapan," kata Akbar Bantilan saat jumpa pers di Mapolres Sleman, Selasa, 20 Februari 2020.
Berdasarkan keterangan yang diperoleh tim penyidik, menurut Akbar tidak ada sama sekali pembicaraan di antara para pembina pramuka mengenai aspek keselamatan para siswa menjelang kegiatan susur sungai itu.
Advertisement
Tersangka Tidak Ada di Lokasi Saat Susur Sungai
Akbar menambahkan, penentuan para tersangka ini berdasarkan pendalaman fakta yang ada di lapangan. Saat itu, ada tujuh pembina yang mengampu 249 siswa.
"Tujuh pembina, empat fix ikut, tiga pantau, tapi tidak ikut. Padahal, ide lokasi dan lain-lain ada di tiga orang ini. Tapi yang bersangkutan tidak ikut," katanya.
Dilansir Antara, IYA pamit meninggalkan para siswa dengan alasan ada keperluan. Sementara, DDS hanya menunggu di jembatan dan tidak turun sungai, sedangkan R yang merupakan ketua gugus depan hanya menunggu siswa di sekolah.
Tersangka Tidak Melakukan Pencegahan
Selain itu, polisi menetapkan ketiga tersangka berdasarkan fakta dari keterangan saksi di mana tidak satu pun yang melakukan upaya pencegahan.
"Mereka dikenakan dua pasal, yaitu 359 dan 360 KUHP tentang kelalaian yang menyebabkan meninggal dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda," kata Akbar Bantilan, Selasa, 25 Februari 2020 saat gelar perkara di Mapolres Sleman, Yogyakarta.
Akbar Bantilan mengatakan terkait Kepala Sekolah SMPN 1 Turi, pihaknya sudah melakukan pemeriksaan. Namun, pihaknya belum bisa menentukan proses selanjutnya.
"Ini di luar kontrol kami. Poinnya di pembina. Mereka (siswa) hanya ikut saja dipandu pembina," katanya soal penetapan tersangka.
Advertisement
Alat Bukti
Di sisi lain, Akbar Bantilan mengaku ketiga tersangka ini memiliki perannya masing-masing. IYA dan DDS yang merupakan guru di SMPN 1 Turi, Sleman, dan menjadi pembina, sedangkan R merupakan Ketua Pembina Pramuka.
"Kita terus tindak lanjuti di mana ada dua alat bukti yaitu surat kematian dari orangtua korban dan seluruh perangkat kecamatan hingga dukuh," katanya.
Tidak Ada Permohonan Izin kepada Kepala Sekolah
Tidak adanya izin kepada kepala sekolah SMPN 1 Turi juga menjadi alasan ketiga pelaku ditetapkan tersangka.
"Kegiatan Pramuka dianggap kegiata rutin yang telah berlangsung setiap Jumat sejak kepemimpinan kepala sekolah yang lama," ungkap Wakapolres Sleman Kompol M Akbar Bantilan dilansir Antara.
"Pas pelaksanaan juga tidak ada alat pembantu pelampung. Mereka tidak perhitungkan dari masa perencanaan," katanya.
Padahal, lanjut Akbat ketiga tersangka telah dibekali sertifikat kursus mahir dasar (KMD) pramuka. Mereka dinilai lebih menguasai manajemen risiko kegiatan pramuka dibandingkan empat pembina lainnya.
Sebelumnya, Kepala Sekolah (Kepsek) SMPN 1 Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Tutik Nurdiyana mengaku tidak menerima pemberitahuan dari pembina Pramuka terkait kegiatan susur sungai di Sungai Sempor sampai terjadinya musibah.
"Ya memang sebelumnya tidak ada laporan bahwa kegiatan Pramuka akan ada susur sungai. Jadi jujur saya tidak mengetahui kemarin itu ada susur sungai," kata Tutik Nurdiyana saat memberikan keterangan di SMPN 1 Turi, Sabtu, 22 Februari 2020.
Menurut dia, pembina Pramuka tidak menyampaikan pemberitahuan mungkin karena menganggap kegiatan susur sungai merupakan kegiatan yang biasa dilakukan anak-anak.
"Mungkin karena anak-anak di sini sudah terbiasa, sehingga kegiatan susur sungai tidak dilaporkan," kata Tutik seperti dikutip Antara.
Ia mengatakan, kegiatan susur sungai tersebut merupakan program lama di SMPN 1 Turi.
(Okti Nur Alifia)
Advertisement