Buwas Pastikan Belum Ada Putusan Soal Impor Gula

Semakin lama keputusan impor keluar maka Bulog akan semakin sulit menstabilkan harga gula.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Feb 2020, 14:15 WIB
Pekerja tengah menata gula pasir di Gudang Bulog Jakarta, Selasa (14/2). Kemendag menyatakan, penetapan harga eceran tertinggi (HET) gula kristal putih sebesar Rp12.500 per kilogram akan dilakukan pada bulan Maret 2017. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) Budi Waseso mengaku tak mengetahui secara pasti mengenai rencana impor gula yang akan dilakukan oleh pemerintah. Menurutnya, sampai saat ini belum ada keputusan mengenai impor gula.

"(Impor gula?) saya nggak tahu, jangan tanya saya. Sampai saat ini belum ada keputusan. Itu yang menentukan Kementerian Perdagangan. Ya sudah nggak usah ditanyakan keputusannya. Itu kan tidak ada keputusannya," ujarnya di Gudang Bulog Pulogadung, Jakarta, Kamis (27/2).

Budi mengatakan, semakin lama keputusan impor keluar maka pihaknya akan semakin sulit menstabilkan harga gula. Sebab, Bulog bekerja tidak seperti swasta yang bisa impor kapan saja tetapi ada prosedur yang harus dijalani sesuai dengan putusan pemerintah.

 

"Kalau kita semakin mepet, kan waktunya tidak ada lagi. Kita kan susah. Bulog ini kan tidak impor secara umum. Kita impornya diawasi. Diaudit oleh BPK. Bukan seperti swasta, karena kita penugasan," jelasnya.

"Berarti harganya sudah dipatok sekian, jualnya sekian, kualitasnya harus sekian. Itu, jadi beda. Maka bulog tidak bisa disamakan dengan swasta. Kalau swasta begitu dapat berita impor ya impor, ya suka-suka dia saja," sambungnya.

Untuk itu, dia menambahkan, Bulog tak bisa berperan apa-apa untuk menstabilkan harga gula yang kian melambung. "Tidak ada keputusan sampai sekarang. Makanya untuk stabilisasi gula, bawang, dan lain-lain kecuali beras Bulog tidak bisa berperan apa-apa," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Harga Gula Naik

Barang bukti ditunjukkan saat rilis kasus penyalahgunaan distribusi gula kristal rafinasi di Jakarta, Senin (5/8/2019). Polisi mengamankan 600 karung gula rafinasi berkedok gula putih seberat 30 ton dengan kemasan 1 kg, 2kg, 5kg, dan 50 kg di Jateng dan DI Yogyakarta. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama Bulog Budi Waseso mengatakan, saat ini harga gula naik karena kebutuhan meningkat sementara ketersediaan menurun. Sehingga jalan satu-satunya adalah mengambil kebijakan impor.

"Ya kan sekarang kenapa gula harganya tinggi karena kebutuhannya. Supply-nya terhenti, terhenti itu kan dari sebab-akibat, karena kekurangan. Termasuk tidak adanya tambahan impor, kan harusnya kita hitung memang kebutuhan. Impor tidak berdasarkan kuota, tapi kebutuhan. Harusnya kan begitu," jelasnya.

Dia menambahkan, sektor yang paling banyak mendapat kuota gula impor justru industri pabrik rafinasi yang seharusnya menyerap tebu-tebu rakyat. Namun, pihak pabrik melakukan hal curang dengan mengubah gula rafinasi menjadi gula konsumsi.

"Sekarang kan justru yang paling banyak mendapatkan kuota gula justru pabrik-pabrik rafinasi yang tidak menyerap tebu-tebu rakyat, masyarakat petani tebu. Tapi orang pabrik yang mengolah rafinasi jadi gula, ya sudah itu yang ada sekarang. Maka kita banyak impor dan membuat petani-petani yang sekarang kesulitan penerapan tebunya," tandasnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya