Liputan6.com, Jakarta Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian mengajak seluruh pihak membangun skenario optimistis kesuksesan pelaksanaan Pilkada Serentak Tahun 2020 dengan kerjasama.
“Kita melihat bahwa skenario optimis ini terjadi karena kita sudah pengalaman dari tahun 2005, semua berlangsung meski ada dinamika, umumnya berlangsung dengan lancar. Kita juga mengalami pemilihan legislatif, dan pemilihan presiden secara bersamaan dalam sejarah kita, memang tidak mudah, ada potensi konflik, tapi kita lewati dengan baik, pengalaman yang kita lewati ini membuat kita lebih matang,” kata Mendagri saat membuka Rapat Koordinasi Bidang Politik dan Pemerintahan Umum dan Deteksi Dini Mendukung Sukses Pilkada Serentak Tahun 2020 di Bali Nusa Dua Convention Center, Kamis (27/02/2020).
Advertisement
Oleh karena itu, Mendagri meminta Pilkada Tahun 2020 tak dihadapi dengan ketakutan, sebaliknya juga tak dipandang remeh. Ia meminta kerjasama semua pihak dalam menyukseskan perhelatan demokrasi di 270 daerah tersebut.
“Ini Pilkada kita terbanyak, 270 daerah, bukan sesuatu yang harus kita takutkan, tapi yang harus kita kelola dengan tidak underestimate, tidak menganggap remeh, tidak membuat jumawa dan kemudian lost antisipasi atau kekurangan kewaspadaan. Dari pengalaman kita selama ini, pengelolaan pilkada yang sukses itu tidak bisa dikerjakan oleh 1 instansi, tapi ini adalah kerja orkestra, kerja bersama," ujarnya.
"Kunci keberhasilan Pilkada ini adalah kebersamaan membangun soliditas dan teamwork untuk kerjasama baik di tingkat nasional dan daerah yang pada pemilihannya, dan daerah sekitar untuk membantu menangani konflik,” tambahnya.
6 Pihak Penting dalam Pilkada
Diungkapkan Mendagri, kerjasama perlu dibangun oleh paling tidak 6 (enam) stakeholder penting, yakni:
Pertama, penyelenggara Pilkada yang terdiri dari KPU, Bawaslu dan DKPP.
“Penyelengara adalah jantung, motor penggerak terselenggaranya Pemilu, yaitu jajaran KPU, wasitnya yaitu Bawaslu, dan jajaran pengawas penyelenggara dan wasit yaitu DKPP. Yang diharapkan dari penyelenggara ini adalah netralitas, mampu membuat program perencanaan dan mengeksekusi dengan baik sesuai tahapannya, termasuk data pemilih,” imbuhnya.
Kedua, peserta atau kontestan Pilkada yang terdiri dari paslon, partai pendukung, dan tim sukses (Timses) dari akar rumput (grasroot).
“Prinsip yang kita harapkan adalah bertanding secara sehat, ikuti aturan main sesuai konstitusional yang ada. Prinsip teorinya siap menang dan siap kalah, rillnya tidak ada yang siap kalah, sehingga yang terjadi adalah keinginan idealisme untuk melakukan pertandingan sehat sering diwarnai pertandingan tidak sehat, menggunakan berbagai cara untuk menang. Ini penting untuk menyamakan persepsi paslon, beserta parpol, dan timses untuk bertanding secara sehat,” pesannya.
Ketiga, peran Pemerintah Pusat dan Pemda.
“Tugas utama pemerintah bahwa anggaran terpenuhi untuk penyelenggaraan maupun pengamanan, karena berdasarkan hukum dan aturan, untuk Pilkada harus dibiayai dari APBD, bukan APBN. Pemda sedapat mungkin dukung anggaran dengan angka serasional mungkin agar bisa bekerja dengan maksimal melalui NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah).
Keempat, netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN).
“Di Pilkada Tahun 2020, hampir 230 yang ikut bertanding berpotensi adalah incumbent, artinya 230 orang ini sangat berpotensi dengan powernya sebagai petahana menggunakan fasilitasnya untuk pemenangan, mutasi, dan lain-lain. Oleh karenanya, Mendagri sudah mengeluarkan surat edaran agar Kepala Daerah tidak melakukan mutasi per tanggal 8 Januari, kecuali alasan-alasan yang urgent yang harus dikonsultasikan dengan Mendagri,” tegasnya.
Kelima, netralitas aparatur keamanan.
“Aparat keamanaan diaharapkan bisa netral, mampu membuat perencanan pengamanan dengan baik sesuai karakteristik wilayah, mampu memetakan kerawanan wilayah, dan mampu melakukan ekseskusi, dan secara cepat menyelesaikan jika ada persoalan keamanan,” tukasnya.
Keenam, peran Media Massa dan pemanfaatan media sosial
“Media kita harapkan mampu memberikan supply informasi yang objektif, transparan, cover both side, dan paling utama bisa mengedapankan idelisme kebangsaan ketika menghadapi kontestasi yang berpotensi membelah masyarakat. Kemudian yang lebih berat lagi sosial media yang dapat memengaruhi opini publik lebih dari media konvensional,” ujarnya,
Mendagri juga meminta optimalisasi peran penting tokoh masyarakat, tokoh agama, dan jejaringnya untuk saling merangkul pengikutnya agar tidak terpancing konflik, serta mendorong masyarakat dalam menggunakan hak pilihnya secara maksimal.
Advertisement