Liputan6.com, Solo - Pemerintah Kota (Pemkot) Solo bakal mendata ulang Tanah hak pakai (HP) maupun lahan hijau dan taman di lingkungan sekolah, fasilitas publik, dan perkantoran.
Hal itu dilakukan guna menambah persentase ruang terbuka hijau (RTH) sesuai pasal 29 dan 30 Undang-undang No.26/2007 tentang Penataan Ruang serta Permen PU No.5/PRT/M 2008 tentang pedoman penyediaan dan pemanfaatan RTH di kawasan perkotaan.
Baca Juga
Advertisement
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Solo, Gatot Sutanto, mengatakan selain tanah-tanah tersebut, pihaknya juga akan mendata jalur hijau di jalan kota, daerah sempadan sungai, sempadan rel, tanah negara, dan kebun binatang.
"Taman di lingkungan perkantoran seperti di Balai Kota, Korem 074/Warastratama, dan SMPN 8 itu luas. Tapi selama ini termasuk RTH privat, padahal bisa diakses oleh umum. Kami ingin agar taman-taman di area itu bisa masuk RTH umum juga, karena berbeda dengan taman di hunian warga," kata dia, Kamis (27/2/2020).
Gatot mengakui pembangunan jalan layang berdampak pada pengurangan RTH karena kehilangan 377 batang pohon di sekitar Purwosari.
Namun, ia berjanji akan menambah pohon dengan tajuk rapat untuk menambah kualitas udara perkotaan. Selama ini, sambungnya, sebagian tegakan pohon, tidak dihitung sebagai RTH.
Karena definisi RTH adalah sekelompok area memanjang yang penggunaannya untuk tempat tumbuh tanaman secara alamiah maupun buatan.
"Kami menanam pohon turus di Jl. Jaya Wijaya Mojosongo, nah itu tidak masuk ruang terbuka hijau. Karena itu kami ingin agar data yang ada lebih dipilah lagi. Karena secara fungsi, RTH itu ekologis, artinya keberadaannya terkait dengan lingkungan, kualitas udara, air tanah, dan sebagainya," ucap Gatot.
Ia menyebut jika syarat RTH harus 20 persen dari luasan wilayah maka saat ini Solo baru punya 10 persen. Artinya, Pemkot harus menambah 10 persen lagi RTH yang setara dengan 400 hektare lahan kosong.
"Ya, tidak mungkin bisa ditambah karena Solo sudah penuh hutan beton. Satu-satunya jalan ya memenuhi kualitasnya, kurang area resapan air, ditambah sumur resapan dengan dimensi tertentu dengan sebaran yang sesuai. Begitu pula pohon, kami tambah turus jalan atau lahan yang masih kosong denhan tajuk lebih rapat dan sebagainya," kata dia.
Sebelumnya, pemerhati kota dari #KotaSolo, Yayok Aryoseno, menilai pembangunan infrastruktur yang dilakukan Pemkot tak berwawasan lingkungan.
Menurutnya, persentase RTH yang sudah minim kian dipersempit dengan maraknya penebangan pohon, salah satunya di sekitaran proyek jalan layang Purwosari. (AMA/PNJ)
Baca berita menarik Solopos.com lainnya.