Liputan6.com, Jakarta - Minum susu jadi kebiasaan banyak orang, tak hanya di Indonesia, tapi juga di Amerika Serikat. Namun, sebuah penelitian di sana menemukan bahwa minum susu dalam jumlah sedang setiap hari dapat meningkatkan peluang terkena kanker payudara.
Penelitian yang dilakukan di Loma Linda Health University, California, Amerika Serikat, memantau lebih dari 52 ribu wanita dengan usia rata-rata 57 tahun. Selain itu, peneliti juga mengevaluasi diet mereka menggunakan kuesioner frekuensi makanan, seperti dilansir dari World of Buzz, Kamis, 28 Februari 2020.
Baca Juga
Advertisement
Mereka juga mengisi kuesioner pada awal penelitian yang meliputi faktor-faktor kesehatan, seperti riwayat kanker payudara dalam keluarga, tingkat aktivitas fisik, konsumsi alkohol, berbagai obat yang digunakan, dan skrining kanker payudara.
Semua wanita bebas kanker pada awal penelitian dan dipantau selama delapan tahun. Temuan itu menggambarkan bahwa asupan susu yang lebih tinggi menunjukkan risiko kanker payudara yang lebih tinggi, dibandingkan dengan mengonsumsi susu kedelai atau tanpa susu sama sekali.
Para peneliti menyimpulkan bahwa minum seperempat hingga sepertiga cangkir susu per hari meningkatkan risiko kanker payudara hingga 30 persen, sedangkan satu cangkir 50 persen.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Belum Mendefinisikan Sebab Akibat
Hasil penelitian tersebut juga menyebutkan, seseorang yang mengonsumsi dua hingga tiga cangkir susu sapi dalam satu hari dapat meningkatkan risiko terkena kanker payudara hingga 70 - 80 persen.
Dalam penelitian tersebut juga mengungkapkan bahwa tidak ada hubungan jelas antara produk kedelai dan kanker payudara, atau keju dan yogurt dengan kanker payudara.
Selain itu, karena penelitian itu hanya bersifat observasional, peneliti belum mendefinisikan hubungan sebab dan akibat antara susu dan risiko kanker payudara.
"Bukti yang cukup kuat bahwa susu, baik susu atau faktor lain yang terkait erat dengan minum susu sapi, adalah penyebab kanker payudara pada wanita," kata penulis penelitian itu, Gary E Fraser, yang menyebutkan perlu penelitian lebih lanjut tentang masalah ini.
Advertisement