Liputan6.com, Jakarta - Bank Indonesia melihat kondisi pasar keuangan global sedang meradang akibat wabah virus corona. Banyak investor global di seluruh negara mencabut investasinya.
Dalam keadaan ini, Bank Indonesia menyatakan akan terus tetap berada di pasar. Demi menstabilkan pasar, nilai tukar rupiah dan pasar keuangan untuk obligasi pemerintah.
Advertisement
"Kita melakukan triple intervensi di tiga aspek yaitu spot, DNDF, maupunn pembelian SBN," kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo di Komplek Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Jumat (28/2/2020).
Bank Indonesia melakukan intervensi di spot dengan menjual valas untuk mengendalikan pelemahan nilai tukar rupiah. Intervensi untuk menstabilkan nilai tukar rupiah melalui forward, yaitu melalui Domestic Non-delivery Forward.
Intervensi juga dilakukan melalui pembelian SBN yang dilepas oleh investor asing.
"Mereka melepas, BI membelinya. Termasuk juga bank-bank, perbankan dalam negeri, mereka juga membeli SBN yang dilepas oleh asing," kata Perry.
Tahun ini secara keseluruhan year to date sudah ada Rp 100 triliun lebih yang dibeli dari pasar sekunder sampai tanggal 27 Februari 2020. Sekitar Rp 78 triliun dibeli sejak akhir bulan Januari seiring dengan menyebarnya virus corona.
"Oleh karena itu lah kenapa memang yield SBN 10 tahun mengalami peningkatan. Yang semula sebelum corona, sekitar 6,56 persen, hari ini 6,95 persen untuk yield SBN 10 tahun," kata Gubernur Bank Indonesia itu.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Selalu ada di Pasar
Namun, pelemahan ini tidak terjadi besar-besaran seperti yang dialami negara-negara lain. Untuk itu Bank Indonesia berkomitmen terus menjaga komitmen untuk menstabilkan pasar, nilai tukar rupiah dan pasar keuangan. Khusunya untuk SBN.
Startegi triple intervention dengan melakukan spot, DNDF, dan pembelian SBN ini menjelaskan pelemahan nilai tukar rupiah maupun kenaikan yield SBN 10 tahun lebih rendah dari negara-negara lain.
Reporter: Anisyah Al Faqir
Sumber: Merdeka.com
Advertisement