Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi A Bidang Hukum dan Pemerintahan DPRD Kota Surabaya menilai banyak bangunan gedung khususnya mal di Kota Pahlawan, Jawa Timur, tidak mempunyai Sertifikat Laik Fungsi (SLF).
"Pada 2015, jumlah gedung dan bangunan tak mengantongi SLF ada sekitar 1.200 persil, tapi kalau sekarang kemingkinan bertambah menjadi 1.500 persil," kata anggota Komisi A DPRD Surabaya Syaifudin Zuhri di Surabaya, Minggu, 1 Maret 2020.
Menurut dia, SLF merupakan sertifikat terhadap bangunan gedung yang telah selesai dibangun dan telah memenuhi persyaratan kelaikan teknis sesuai fungsi bangunan. Tanpa SLF, gedung tidak bisa beroperasi secara legal, dilansir dari Antara.
Baca Juga
Advertisement
Hal itu sesuai dengan Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 14 Tahun 2018 tentang Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung. Selain itu dalam Peraturan Wali Kota Surabaya Nomor 38 Tahun 2019 dijelaskan tentang pemberian sanksi yang diterapkan bagi bangunan yang tidak memiliki SLF dan/atau pemanfaatan bangunan tidak sesuai SLF.
"Mestinya mal-mal yang baru itu tidak boleh buka dulu sebelum mengantongi izin SLF. Tentunya semua mal di Surabaya harus mengurus SLF," ujarnya.
Pernyataan mantan Ketua Komisi C Bidang Pembangunan DPRD Surabaya periode 2014-2019 tersebut sekaligus menyoroti ada tiga mal baru siap operasi 2020 yakni Ciputra World Surabaya (CWS) 2, Sungkono Lagoon Avenue di kawasan Surabaya Barat, dan East Coast Center (ECC) 2 di kawasan Surabaya Timur.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini
Konsultan SLF
Untuk menguji SLF atau yang dulu merupakan izin HO (gangguan), Syaifudin mengatakan harus ada konsultanya yang bertugas melakukan kajian lanyak huni di setiap pelaksaan komersial seperti bangunan mal, rumah toko dan lainnya.
Konsultan tersebut selanjutnya berkoordinasi dengan pihak Pemkot Surabaya melalui Dinas Cipta Karya, Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Pemadam Kebakaran, Dinas Perdagangan, Dinas Perhubungan, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Kesehatan.
"Dari semua dinas tersebut yang mengeluarkan SLF adalah Dinas Cipta Karya," katanya.
Saat ditanya apakah konsultan LSF itu ditunjuk oleh instansi terkait? politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini mengatakan bahwa itu kewenangan dari masing-masing pemilik gedung.
"Kalau menunjuk tidak boleh. Begitu juga kalau ada pihak yang mengarahkan kepada salah satu konsultan SLF tertentu juga tidak boleh. Itu namanya monopoli. Kami akan tegas soal ini, termasuk jika ada anggota dewan yang bermain-main soal ini," katanya.
Advertisement