Liputan6.com, Jakarta - Beberapa studi dalam beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa pasangan bisa saling memengaruhi kesehatan dan kemungkinan berusia panjang. Kendati demikian, melansir laman Brightside, Selasa, 3 Maret 2020, dalam sebuah studi baru malah merujuk mengapa istri harusnya 'mengambil kendali'.
Berdasarkan penelitian yang dipimpin sosiolog Michigan State University, kendati tak sebegitu bahagia, lelaki takut istri cenderung punya risiko diabetes lebih rendah. Walau akhirnya mereka mengidap penyakit tersebut, kesempatan untuk sembuh lebih tinggi.
Baca Juga
Advertisement
Hui Liu, pemimpin penelitian tersebut mengatakan, hal ini terkait kebiasaan istri memantau kesehatan suami mereka, terutama saat pasangannya memiliki penyakit tertentu.
Rasa tak bahagia ini sebenarnya muncul karena suami merasa dikendalikan istri mereka, termasuk soal apa yang harus dimakan dan kebiasaan lain untuk jaga kesehatan.
Penelitian ini sendiri melibatkan 1,228 orang menikah berusia 57--85 tahun dengan masa analisa sampai lima tahun. Tujuannya membuktikan asumsi bahwa pernikahan tak bahagia berbanding lurus dengan kesehatan buruk berujung kesempatan hidup lebih pendek.
Saksikan Video Pilihan Berikut:
Pernikahan Bahagia, Istri Sehat
Pada penelitian yang sama, ditunjukkan bahwa pernikahan bahagia membuat para istri lebih sehat. Secara data, perempuan yang bahagia dalam pernikahan dapat memperkecil risiko terserang diabates setidaknya dalam lima tahun ke depan.
Hal ini disebabkan perempuan lebih sensitif dengan kualitas hubungan dan dari situlah kemudian kondisi ini memengaruhi kesehatan mental, berujung terlihat pada fisk mereka.
Tercatat pula bahawa istri yang terlalu mengendalikan setiap gerak-gerik suaminya bakal stres secara berlebih. Karenanya, sikap ini sebenarnya ideal hanya untuk beberapa kondisi darurat, seperti berkenaan dengan kesehatan.
Secara umum, pernikahan tak bahagia biasanya buruk untuk tubuh, hati, dan pikiran. Jadi, diskusikan dengan pasangan bagaimana membuat hubungan kalian berdampak baik, tak hanya secara psikis, tapi fisik.
Advertisement