Liputan6.com, Jakarta - Mewabahnya virus corona berdampak pada aktivitas ekspor dan impor Indonesia dari dan ke China. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai impor Indonesia ke China merosot tajam sejak pekan terakhir Januari 2020.
Dikutip dari data tersebut, nilai impor hingga pekan keempat Februari 2020 mencapai USD 463 juta. Jumlah tersebut menurun sebesar 51,16 persen dibandingkan pekan keempat Januari 2020 yang mencapai USD 948 juta.
Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Ditjen Bea dan Cukai Kemenkeu, Syarif Hidayat mengatakan, impor dari China itu merosot dibandingkan negara lainnya, seperti Jepang, Korea Selatan, hingga Singapura.
"Tren impor terjadi perubahan dari Januari ke Februari, ini bisa dilihat dari devisa negara yang juga anjlok ini. Devisa negara ini sama saja seperti nilainya, berarti memang ada penurunan nilai impor di sini," ujar Syarif di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (3/3).
Baca Juga
Advertisement
Berdasarkan jenis barang yang diimpor, mesin, tekstil, hingga handphone menunjukkan penurunan tajam. Impor mesin asal China hingga pekan terakhir bulan Februari hanya USD 139,7 juta, turun 20,48 persen dibandingkan pekan terakhir Januari 2020.
Sementara komputer asal China hanya USD 16,7 juta atau turun 80,14 persen dari pekan terakhir Januari 2020 yang mencapai USD 84,1 juta.
Penurunan lainnya juga terjadi pada impor tekstil dari China yang turun hingga 58 persen, dari posisi sebelumnya USD 136,1 juta di akhir Januari 2020 menjadi USD 56,8 juta di akhir Februari 2020. Sedangkan, impor telepon atau handphone asal China hanya USD 92 juta per akhir Februari 2020, turun tipis 5,44 persen dibandingkan Januari 2020.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ekspor Indonesia ke China Turun Tipis
Penurunan impor juga tampaknya diikuti oleh penurunan ekspor Indonesia ke China. Hingga akhir bulan Februari ekspor Indonesia ke China tercatat turun tipis sebesar 9,1 persen atau sebesar USD 506 juta dari posisi akhir Januari 2020.
Berdasarkan komoditas, ekspor batu bara Indonesia ke China bahkan naik 7,25 persen, dari USD 191,5 juta per akhir Januari 2020 menjadi USD 205,4 juta per akhir bulan lalu.
Sedangkan ekspor komoditas lainnya ke China mengalami penurunan, seperti bahan primer, barang tambang, hingga lemak dan minyak hewan nabati. Masing-masing turun 41,65 persen, 73 persen, dan 34 persen.
Syarif menjelaskan, kondisi tersebut menunjukkan sinyal perbaikan neraca perdagangan. Hal ini terlihat dari penurunan nilai impor yang jauh lebih dalam dibandingkan nilai ekspor.
"Harusnya ini jadi pertanda baik kan, karena selisihnya mengecil, net ekspor kan jadi lebih baik. Tapi kita lihat datanya nanti di BPS ya, ini data kita hanya nilainya atau devisa negara," tandas dia.
Reporter: Dwi Aditya Putra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement