Alih Fungsi Lahan, Mentan Syahrul: Jika Dibiarkan Anak Kita Mau Makan Apa?

Bagi pihak yang melakukan alih fungsi lahan sesuai dengan UU Nomor 51 tahun 2009, dikenakan sanksi penjara lima tahun..

oleh stella maris pada 04 Mar 2020, 10:04 WIB
Mentan saat berkunjung ke Bogor.

Liputan6.com, Jakarta Eksisting lahan pertanian terus dikampanyekan oleh Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Itu karena langkah tersebut diharapkan dapat menyediakan kebutuhan pangan bagi 267 juta jiwa masyarakat Indonesia secara mandiri. 

Berkaitan dengan hal tersebut, Mentan Syahrul di deoan Wakil Wali Kota Bogor menegaskan sikapnya melawan alih fungsi lahan pertanian. 

"Saudara-saudari sekalian jumlah penduduk di Indonesia paling banyak di Pulau Jawa dan yang paling banyak di Pulau Jawa itu di Jawa Barat. Jadi kalau alih fungsi lahan dibiarkan, besok anak-anak kita mau makan apa. Oleh karena itu, bisa ada perumahan, bisa ada hotel. Tapi tidak boleh merusak lahan pertanian yang ada," demikian ditegaskan SYL di depan Wakil Wali Kota Bogor Dedie A. Rachim dan jajaran pemerintah kota Bogor dalam rangkaian acara Pelepasan Ekspor Larva Kering ke Inggris di Kota Bogor, Selasa (3/3).

Mantan Gubernur Sulawesi Selatan itu menjelaskan bahwa lahan abadi pertanian tidak dialihfungsikan. Hal itu sesuai dengan peraturan daerah yang sudah ditandatangani para kepala daerah. Bagi pihak yang melakukan alih fungsi lahan sesuai dengan UU Nomor 51 tahun 2009, dikenakan sanksi penjara lima tahun.

"Kalau itu by conspiracy tanda tangan DPR segala macam menghilangkan itu, penjaranya delapan tahun pak. Ada undang-undangnya itu," tegasnya. 

Perlu diketahui, negara telah mengeluarkan UU Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Kementerian Pertanian dalam hal ini, secara aktif melakukan upaya pencegahan alih fungsi lahan secara masif, melalui pemberian insentif bagi pemilik lahan. Di antaranya dengan memberikan berbagai bantuan saprodi seperti alat mesin pertanian, pupuk, dan benih bersubsidi.

Mentan Syahrul hingga ini terus mengupayakan pencegahan alih fungsi lahan, salah satunya dengan single data lahan pertanian. Data pertanian itu harus satu, sehingga data yang dipegang presiden, gubernur, bupati, camat sampai kepala desa semuanya sama, termasuk masalah lahan pertanian dan produksi.

Menurut Mentan Syahrul, data yang akurat tentunya menciptakan banyak program yang tepat guna dan tepat sasaran untuk percepatan kemajuan pertanian, khususnya petani di seluruh Indonesia itu sendiri. Dengan demikian, ke depan tak ada lagi polemik soal data lahan baik yang dipegang Kementan, BPS serta Kementerian dan lembaga lain.

"Rujukan kita adalah BPS. Jadi datanya harus satu. Tidak boleh tumpang tindih soal data. Pemerintah juga terus mendorong pemda jangan terlalu mudah memberikan rekomendasi alih fungsi lahan," ujarnya.

Melansir data BPS 2019, melaui data yang diambil citra satelit melalui skema Kerangka Sampel Area (KSA), luas lahan baku sawah di Indonesia saat ini menjadi 7,4 juta hektare. Padahal luasan sebelumnya mengacu data BPS 2013 masih mencapai 7,75 juta hektare.

"Oleh karena itu, dalam rangka mewujudkan pertanian yang maju, modern dan mandiri, kita harus tegas melawan alih fungsi lahan agar bisa beri makan rakyat 267 juta jiwa. Maka itu menjadi langkah besar, tidak boleh melihat itu sebagai masalah kecil," tuturnya. 

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya