Liputan6.com, Palembang - Penggunaan media sosial (medsos) yang menjadi kebutuhan para pengguna gawai, bisa berdampak buruk jika menyebarkan ujaran kebencian atau pencemaran nama baik. Jeratan hukum ini juga sudah ditetapkan dalam Undang-Undang Informasi dan Traksasi Elektronik (UU ITE).
Kepala Bidang (Kabid) Humas Polda Sumsel Kombes Pol Supriyadi mengatakan, dalam UU ITE ada aturannya yang diberlakukan bagi pengguna medsos, seperti di Facebook, Instagram, Twitter dan aplikasi medsos lainnya.
Baca Juga
Advertisement
Jika publikasi tulisan yang berisi ketidaksukaan terhadap seseorang, perusahaan maupun instansi tersebar di medsos, warganet yang mempublikasikannya tersebut bisa terjerat UU ITE. Itu akan terjadi jika oknum yang disebutkan melaporkan ke pihak kepolisian.
“Jika statement yang ditulis warganet tersebut benar adanya, tapi diposting ke khalayak umum, itu bisa jadi permasalahan tersendiri. Jika yang ditujukan itu komplain, itu bisa dilaporkan ke polisi,” ujarnya kepada Liputan6.com, Rabu (4/3/2020).
Laporan yang disertakan bukti postingan tersebut, bisa menjerat warganet dengan UU ITE Pasal Pencemaran Nama Baik yang diatur dalam Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Karena postingan tersebut merupakan penyampaian informasi, yang merugikan orang lain.
Postingan yang juga menggunakan nama inisial, lanjut Supriyadi, juga bisa dijerat UU ITE. Karena pihak kepolisian bisa melacak menggunakan alat khusus, seperti mencaritahu keberadaan warganet tersebut.
“Kalau mau komplain, jangan menggunakan medsos yang bisa dibaca orang ramai. Itu perbuatan tidak menyenangkan, meskipun yang dipostingnya adalah kebenaran. Itu pembunuhan karakter,” katanya.
Dia pun menghimbau kepada para warganet, agar bijak menggunakan medsos. Karena UU ITE mengatur jeratan hukumnya cukup ketat.
Kabid Humas Polda Sumsel juga menyarankan, jika ada permasalahan harusnya diselesaikan secara internal atau jalur kekeluargaan.
“Gunakan medsos dengan bijak, gunakan dengan hal positif, ilmu pengetahuan, menguntungkan masyarakat. Jangan digunakan untuk yang tidak baik, sudah banyak contohnya, kenapa harus diulang lagi,” katanya.
Tanggapi Ijazah Ditahan
Kombes Pol Supriyadi juga menanggapi adanya kasus penahanan ijazah, yang dilakukan perusahaan terhadap pekerjanya.
Dalam kasus ini, pekerja tersebut bisa melaporkan ke pihak berwajib dengan menyertakan bukti yang konkrit.
“Jika merasa dirugikan harus melapor ke jalur hukum, jika penahanan ijazah dilakukan. Kita belum tahu ditahannya terkait apa, karena tidak ada aturan (penahanan ijazah),” ujarnya.
Pihak kepolisian akan menanggapi laporan ini, dengan penyelidikan lebih lanjut. Seperti apakah ada indikasi perampasan ijazah atau unsur pidana lainnya.
Namun jika ada kesepakatan antara pekerja dan tempat bekerja, unsur pidana akan gugur dengan sendirinya. Pekerja bisa meminta ijazahnya secara baik-baik ke tempatnya bekerja.
“Jika tidak dikembalikan, baru dipertanyakan. Bisa saja bisa tersangkut utang atau lainnya. Jika ada unsur pidana, akan kita selidiki,” katanya.
Advertisement