Liputan6.com, Jakarta - Bank Mega Tbk berhasil menorehkan catatan positif sepanjang 2019 dengan membukukan laba bersih sebesar Rp 2 triliun, atau tumbuh sebesar 25 persen. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Selain itu total aset yang berhasil di raup bank mega mencapai Rp 101 triliun atau naik 20 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya terhimpun Rp 84 triliun.
Presiden Direktur Bank Mega Tbk Kostaman Thayib dengan bangga menyebut bahwa prestasi yang dicapai perusahaannya. Tidak lepas dari campur tangan induk perusahaaan CT Corporation, yang berhasil menciptakan ekosistem yang mendukung kinerja positif bank Mega.
"Kami sudah membangun sejak di ambil oleh Ct Corp. Sejak tahun 1996, di mana fondasi yang kuat. Membuat kami tahan goncangan dari krisis dunia," tegas bos bank Mega di Menara Bank Mega, Jakarta, Kamis (5/3).
Baca Juga
Advertisement
Dalam kesempatan itu, ia juga membeberkan enam tips yang membuat kinerja perusahaannya moncer di tengah perlamabatan ekonomi dunia akibat virus Covid-19 atau virus corona.
Pertama, meningkatkan pengawasan akan manajemen resiko. Kedua, penyaluran kredit hanya di berikan pada perusahaan besar yang mempunya reputasi dan kemampuan membayar kredit.
Ketiga, dana pihak ketiga (DPK) dengan tetap memfokuskan dengan dana murah. Keempat, peningkatan profit lebih utama di banding aset. Kelima, transformasi ke arah digital. Dan keenam, sumber daya manusia yang berkualitas dan adaptif.
"Ini yang membuat pertumbuhan bank Mega, bisa bersiang dengan bank konvensional," pungkas nya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
BI Sebut Pelemahan Rupiah Dampak Virus Corona
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengatakan sejak nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turun 1,08 persen sejak awal tahun sampai 27 Februari 2020. Saat ini nilai tukar rupiah terhadap dolar berada di kisaran Rp 14.000 / USD.
Namun, bila dibandingkan dengan negara lain pelemahan rupiah relatif rendah. Misalnya Korea dengan mata uang won selama year to date mengalami depresiasi 5,07 persen.
Lalu Thailand dengan thai bath depresiasi 6,42 persen. Begitu juga dengan dolar Singapura mengalami depresiasi 3,76 persen dan Ringgit Malaysia depresiasi 2,91 persen.
"Pelemahan rupiah relatif rendah dibandingkan dengan pelemahan mata uang lain," kata Perry di Komplek Bank Indonesia, Jakarta, Jumat (28/2/2020).
Kondisi ini kata Perry bersumber dari corona virus atau covid-19 yang berdampak pada perilaku investor global terhadap kepemilikan investasi. Hal ini pun tak hanya dialami di Indonesia, beberapa negara lain mengalami kondisi yang sama.
"Mereka cenderung saat ini jual dulu, outflow dulu kalau kondisi membaik masuk lagi," ujar Perry. Sebagai informasi, aliran modal asing secara netto bulan ini terjadi outflow Rp 30,8 triliun. Terdiri dari SBN senilai Rp 26,2 triliun dan Rp 4,1 triliun berasal dari saham.
"Secara gross lebih besar karena ada inflow yang membeli SBN dari kementerian keuangan," kata dia.
Advertisement