Perbedaan Karakter Anak Autisme dengan Down Syndrome

Autisme dan Down Syndrome merupakan disabilitas yang memiliki karakter berbeda. Keduanya bahkan disebut sebagai kebalikan satu sama lain.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 26 Mar 2021, 18:00 WIB
Naomi Novita, Terapis anak autis dan down syndrome, Tangerang Selatan (4/3/2020).

Liputan6.com, Jakarta Autisme dan Down Syndrome merupakan kondisi disabilitas yang memiliki karakter berbeda. Keduanya bahkan disebut sebagai kebalikan satu sama lain.

Di bidang intelektualitas anak autisme dapat dibilang memiliki otak yang cemerlang atau jenius. Mereka bahkan dapat melampaui anak biasa dan bisa loncat kelas.

Sedangkan anak down syndrome memiliki IQ di bawah rata-rata. Usia tidak sesuai dengan karakter dan membuatnya kesulitan dalam belajar. Anak ini lebih cocok bersekolah di sekolah khusus. Sedang anak autisme lebih cocok di sekolah umum.

“Tapi kita harus latih agar emosinya terkendali. Jangan sampai berantem dengan teman sekolahnya. Anak autis yang energinya tidak dibendung dapat mencelakakan orang lain tanpa perhitungan," kata Naomi Novita, Terapis anak autis dan down syndrome pada Liputan6.com.

Simak Video Berikut Ini:


Perilaku dan Emosi

Di bidang perilaku, anak dengan down syndrome umumnya mengalami keterlambatan bicara (speech delay). Sedang, anak autisme dapat bicara tepat waktu.

Untuk masalah emosi, anak autisme emosinya dapat meledak-ledak, tantrum, bahkan dapat menyakiti orang. Sedang anak down syndrome lebih pendiam dan serba ingin dilayani layaknya anak kecil.

“Anak autisme bisa berbicara nonstop sampai saya harus membagi waktu bicara menggunakan stopwatch. Sedang anak down syndrome jarang mau ngomong, mereka bisa membisu sampai 8 atau 9 jam lamanya," ujar Naomi.

Down syndrome dapat dilihat dari awal lahir sedang autis baru bisa dilihat ciri-cirinya pada usia satu tahun. “Penting untuk anak down syndrome diberikan stimulus sejak usia 6 bulan, seperti mengajaknya bicara walau belum bisa.”

Keduanya memiliki kesamaan yaitu dalam melakukan pekerjaan sehari-hari bahkan yang sederhana. Misal, mengancingkan baju, menggaris, dan mengikat tali sepatu.

“Kalau nggak diberi contoh dan tidak dilakukan berkali-kali dia tidak akan mampu melakukannya.”

Menurut Naomi, sebelum anak menginjak usia 3 tahun, mereka harus diberikan pelatihan motorik halus dan motorik kasar. Seperti mengelap meja, mengepel, dan kegiatan sehari-hari lainnya. Hal ini guna melatih kemandirian agar terbiasa.

Penyaluran energi pun penting dilakukan. Mereka dapat diajak berkegiatan di luar ruangan seperti bersepeda dan berenang.


Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi Covid-19

Infografis 4 Tips Jaga Kesehatan Mental Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya