Liputan6.com, Cirebon - Wabah penyakit menular dan berbahaya kerap membuat sejumlah masyarakat khawatir dan resah. Seperti yang pernah dialami masyarakat Cirebon pada masa penjajahan Belanda.
Berdasarkan catatan di Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Cirebon, kawasan pantura Jawa Barat pernah terserang wabah penyakit Malaria.
Baca Juga
Advertisement
"Kalau bahasa dari kita itu wabah karena selain catatan juga diperkuat dengan penuturan orang tua dahulu. Tapi berdasarkan catatan Belanda itu bahasanya upaya pencegahan Malaria ya bukan kolera," ujar Moh Samsudin Kasi Pengelolaan dan Layanan Arsip Kota Cirebon Mumahhad Samsudin, Kamis (5/3/2020).
Dia menyebutkan, wabah Malaria di Cirebon terindikasi muncul sekitar tahun 1903 sampai 1930. Saat itu, Belanda melakukan kerja paksa terhadap pribumi untuk membuat bentangan sungai salah satunya Kali Bacin Cirebon.
Kali Bacin, kata dia, merupakan salah satu daerah resapan yang dibangun Belanda sebelum dibuang ke laut. Singkat cerita, kali tersebut semakin tidak terusus dan kotor.
"Sepanjang tahun 1903 sampai 1930 lah wabah malaria dan semakin memakan banyak korban jiwa. Sekitar 2.000 korban jiwa termasuk (orang) Belanda," kata dia.
Mengetahui penyebab malaria adalah kotornya sungai, Belanda memutuskan untuk menutup Kali Bacin tersebut. Belanda kembali memaksa pribumi membuat saluran air bawah tanah.
Wabah malaria semakin menjangkit pribumi Cirebon di tengah proses penutupan kali menjadi gorong-gorong. Dia menyebutkan, pembuatan gorong-gorong pada tahun 1915 sampai 1925.
Perlakuan Belanda
"Dulu sungai yang ada di Cirebon menjadi salah satu alat komunikasi namun tidak terurus saat itu Wali Kotanya Mr Johan. Pada proses pembuatan gorong-gorong yang terkena malaria bukan hanya pekerja dan mandor tapi menir Belanda juga terjangkit," kata dia.
Di tengah proses penutupan sungai, Belanda mempekerjakan paksa pribumi untuk membersihkan perkebunan milik penjajah. Tidak sedikit pribumi yang dipaksa membersihkan kebun kompeni itu terjangkit malaria.
Bahkan, pada perjalanannya, wabah malaria tidak hanya menjangkit warga pribumi. Sebagian noni dan menir Belanda ikut terjangkit.
"Singkat cerita dari peristiwa itu Belanda mencatat membangun Rumah Sakit Orenje yang sekarang RSD Gunung Jati," ujar dia.
Tidak hanya Rumah Sakit Oranje, Belanda juga membangun fasilitas kesehatan lain untuk warga yang tinggal jauh dari rumah sakit.
Salah satunya Rumah Sakit Pamitran yang berada di Jalan Pamitran Cirebon. Namun, kata dia, pembangunan rumah sakit tidak menjamin kesehatan warga pribumi membaik.
"Ada perlakuan berbeda antara orang Belanda dan pribumi. Yang jelas ada ketimpangan pelayanan kesehatan," ujar dia.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Advertisement