Liputan6.com, Tehran - Iran kini menjadi salah satu negara paling terdampak Virus Corona di luar China. Hingga saat ini, per 6 Maret 2020, kasus positif di Iran telah mencapai 3.513, dengan jumlah kasus kematian hingga 107. Namun, atas upaya petugas kesehatan di sana, pasien yang berhasil sembuh pun telah mencapai 739.
Namun, untuk mencegah penyebaran virus lebih lanjut, pemerintah setempat telah menerapkan berbagai aturan.
Baca Juga
Advertisement
Dikutip dari BBC, Jumat (6/3/2020), salah satunya seperti pembatasan perjalanan di kota-kota besar.
Penutupan sekolah juga menjadi langkah yang diterapkan oleh Iran, sambil Menteri Kesehatan Saeed Namaki memberi peringatan bahwa aturan ini seharusnya tidak dimanfaatkan untuk melakukan perjalanan.
Dia menambahkan bahwa sekolah dan universitas akan tetap ditutup sampai Nowruz, tahun baru Persia, pada 20 Maret, yang menandai dimulainya hari libur nasional.
"Orang seharusnya tidak menganggap ini sebagai kesempatan untuk bepergian. Mereka harus tinggal di rumah dan menerima peringatan kita dengan serius," katanya.
"Virus ini sangat menular. Ini masalah serius, jangan bercanda tentang itu."
Ia juga meminta warga setempat untuk mengurangi penggunaan uang kertas. Seperti diketahui, bahwa uang bisa menjadi salah satu medium penyebaran Virus Corona.
Berbagai upaya tersebut ditetapkan setelah WHO mengatakan bahwa sejumlah negara tidak melakukan usaha yang cukup dalam upaya penghentian penyebaran virus.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kasus Virus Corona di Iran
Korban meninggal dunia di negara itu pada hari Kamis naik 15 menjadi 107, dan jumlah kasus yang dikonfirmasi meningkat 591 menjadi 3.513.
Tetapi kantor berita pemerintah Irna mengatakan jumlah orang yang meninggal bisa menjadi lebih tinggi, mengutip data dari universitas medis.
Data itu tidak termasuk statistik dari ibukota Teheran dan provinsi Gilan, dua daerah yang paling terdampak. Korban di sana disebut sebagai "tidak diketahui", kata Irna.
Bulan lalu sumber-sumber dalam sistem kesehatan negara itu mengatakan kepada BBC Persia bahwa jumlah kematian sedikitnya 210, dengan sebagian besar korban berada di Teheran dan kota suci Qom.
Namaki mengatakan bahwa jumlah pos pemeriksaan akan dinaikkan untuk membatasi perjalanan antara kota-kota besar.
Dalam konferensi pers yang disiarkan televisi, ia mengatakan perjalanan itu "sangat berbahaya" dan laporan menunjukkan "banyak mobil di jalan membawa virus" ke daerah-daerah yang tidak terinfeksi.
Advertisement
Kondisi Warga Iran
Ladan, seorang penderita asma di Tehran, mengatakan kepada BBC bahwa peningkatan stres adalah aspek terburuk dari wabah itu sejauh ini.
"Rasanya sangat tidak aman sekarang. Saya mengkarantina diri sendiri tanpa pembersih. Saya mulai melihat semuanya seperti virus. Saya menjadi paranoid tentang apa pun yang saya beli dan bawa ke rumah saya," katanya.
Di kota barat, Hamedan Mohammedreza mengatakan krisis telah memicu "wabah ketakutan".
Seorang dokter di Iran barat yang menyebutkan namanya sebagai Mehrzad, mengatakan kepada BBC bahwa rumah sakitnya tidak melakukan apa pun untuk mempersiapkan wabah itu sejak sepekan yang lalu. Dia mengatakan bahwa dia akhirnya membeli masker dan sarung tangan tambahan dari uangnya sendiri.
Sebaliknya, di pusat kota Isfahan, Mohammad mengatakan sangat sedikit orang yang menganggap serius wabah ini.
"Banyak yang percaya itu terjadi di tempat lain selain Isfahan. Anda jarang melihat orang memakai masker atau sarung tangan," katanya.
"Tapi yang mencolok adalah harga makanan, yang naik setiap hari - dan semua orang membeli lebih dari kebutuhan mereka seolah-olah kelaparan sedang berlangsung."