Liputan6.com, Jakarta - Gojek hadir di lima negara Asia Tenggara, tetapi 90 persen dari pendapatannya masih berasal dari Indonesia. Gojek juga masih berjuang untuk melebarkan sayapnya di wilayah tersebut, sementara di sana ada Grab sebagai pesaing beratnya.
Setelah Indonesia, Vietnam, Thailand, dan Singapura, Gojek berusaha menjadikan Filipina sebagai pitstop berikutnya di Asia Tenggara. Nilainya hampir USD 10 miliar atau sekitar Rp 142,5 triliun dan jumlah populasi 105 juta.
Sebagai langkah awal, Gojek membeli startup mobile wallet yang berbasis di Manila bernama Coins pada Januari 2019, dengan kesepakatan senilai USD 95 juta atau sekitar Rp 1,3 triliun. Demikian seperti dikutip dari The Ken, portal berita yang fokus pada perkembangan digital dan startup, Jumat (6/3/2020).
Baca Juga
Advertisement
Aliansi dengan Gojek adalah peluang terbaik Coins untuk selamat dari persaingan yang semakin ketat, setelah masuknya raksasa China, Tencent dan Alibaba di pasar pembayaran mobile Filipina.
Layanan pembayaran Gojek, GoPay, sangat diminati dan dominan di Indonesia. Akan tetapi, Coins masih belum dapat bersandar pada Gojek sepenuhnya.
Salah seorang staf Coins yang tak disebutkan namanya mengungkap, hal itu karena anggaran yang dialokasikan untuk startup fintech tahun lalu telah dikurangi oleh Gojek. Sementara Gojek menolak mengomentari masalah ini.
Harap-Harap Cemas
Gojek masih belum diluncurkan di Filipina, hampir dua tahun setelah mengumumkan rencana ekspansi di luar Indonesia.
Tahun lalu, Gojek melakukan dua upaya untuk mengajukan izin untuk beroperasi di Filipina, tetapi ditolak dua kali karena melampaui batas kepemilikan asing 40 persen.
Perusahaan yang didirikan Nadiem Makarim itu sekarang masih berharap untuk bisa mengaspal di Filipina pada tahun ini.
Di luar Filipina, Gojek telah diluncurkan di tiga negara Asia Tenggara sejak Uber meninggalkan wilayah tersebut pada Maret 2018 dengan menjual bisnis lokalnya ke Grab.
Fokus pada penyediaan layanan berkualitas tak dimungkiri bisa membantu Gojek menjadi perusahaan berpengaruh di Indonesia, tetapi mereka tengah berjuang untuk menguatkan posisinya di pasar lain.
Gojek mengklaim layanannya telah meraup transaksi hingga USD 1,5 miliar atau setara Rp 21 triliun di luar Indonesia hingga saat ini.
Meskipun tidak membeberkan angka pendapatan, tetapi juru bicara perusahaan mengatakan Gojek ingin mengurangi ketergantungannya pada Indonesia dan menumbuhkan pasar lain menjadi 50 persen dari pendapatan dalam dua tahun ke depan.
Advertisement
Komitmen Gojek
Namun, dengan sejumlah layanan yang ditawarkan di pasar non-Indonesia, tujuan seperti itu tampaknya terlihat sangat ambisius.
Misalnya, perusahaan belum menerima pembayaran kartu kredit di pasar mana pun di luar Indonesia. Itu fitur yang ditawarkan Grab sejak 2016.
Anggota kepemimpinan Gojek bahkan mempertanyakan apakah perusahaan harus menarik diri dari beberapa kota di luar Indonesia. Seorang eksekutif teknologi menyadari kekhawatiran tersebut kepada The Ken.
Gojek menyangkal hal ini, dengan mengatakan, “Kami berkomitmen untuk jangka panjang di semua pasar tempat kami beroperasi.”
Gojek di Vietnam
Setelah melangkah ke Vietnam pada Agustus 2018, perusahaan mengatakan bisnis Go-Viet menyelesaikan 100 juta perjalanan di tahun pertamanya.
Namun, manajemen puncak Go-Viet, telah berganti tiga kali yang mengisyaratkan ketidakstabilan dan kurangnya strategi.
Mantan kepala eksekutif Go-Viet, Christy Le, yang sebelumnya merupakan CEO Facebook Vietnam, mengundurkan diri pada September 2019 setelah hanya lima bulan bersama perusahaan itu. Pendahulunya, Nguyen Duc sedikit lebih beruntung karena bertahan enam bulan.
Menurut laporan ABI Research, Go-Viet hanya berhasil mencapai pangsa pasar 10,3 persen, bersaing tipis dengan pemain lokal Be dan FastGo. Pasar ride-hailing negara itu didominasi Grab dengan pangsa 72,9 persen.
Advertisement
Gojek di Thailand
Di Thailand, Gojek masuk dengan nama GET, di mana semua keputusan dibuat di Indonesia. Kata seorang eksekutif dari industri logistik, GET awalnya bekerja sama dengan armada pengemudi sepeda motor di Bangkok--dikenal sebagai Win bikes--meskipun pendekatannya lebih mahal daripada mengembangkan armadanya sendiri.
"Seorang pemimpin lokal tidak akan melakukan itu. Ini adalah strategi yang ditetapkan dari Indonesia,” kata eksekutif tersebut.
Bahkan di bisnis pembayaran, Gojek tampak tak memiliki koordinasi di Thailand. Seperti dipaparkan dalam laporan The Ken, layanan GET memungkinkan konsumen mengisi uang ke akun mereka untuk pembayaran cashless dengan beberapa cara, termasuk menyerahkan uang tunai ke pengemudi.
Namun, saldo akun itu hanya bisa digunakan untuk naik ojek, sementara untuk pengiriman makanan masih tetap menggunakan uang tunai. Kondisi ini dikabarkan membuat sejumlah pengguna frustasi.
"Terlepas dari bagaimana ia berkembang, Gojek sebaiknya tidak head-to-head dengan Grab," kata Yinglan Tan, pendiri managing partner di Insignia Venture Partners.
Ia menuturkan, Gojek dapat fokus pada layanan tertentu yang bekerja di seluruh Asia Tenggara, seperti logistik dan pembayaran lintas batas.
(Isk/Ysl)