SKK Migas Apresiasi Pertamina EP Mampu Genjot Produksi di Tengah Harga Minyak Turun

Pada 2017, total sumur pengembangan PEP mencapai 58 sumur, naik lagi pada 2018 menjadi 92 sumur dan pada 2019 menjadi 106 sumur.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 07 Mar 2020, 17:34 WIB
Anak usaha PT Pertamina (Persero) PT Pertamina EP Asset 4 Donggi Matindok Field. Dok Pertamina

Liputan6.com, Jakarta PT Pertamina EP selaku kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) berhasil meningkatkan produksi di tengah harga minyak global yang cenderung turun, dalam tiga tahun terakhir. Hal ini menuai apresiasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). 

“Betul untuk PEP pada 2017, 2018,2019 kita challenge dan fully supported mereka berani menaikkan target-target produksi dari apa yang direncanakan. Dan hasilnya memang produksi inclined dari tahun sebelumnya,” ujar Deputi Operasi SKK Migas, Julius Wiratno, Sabtu (7/3/2020).

Berdasarkan data, produksi minyak Pertamina EP sepanjang 2017-2019 atau di bawah kepemimpinan Presiden Direktur Nanang Abdul Manaf itu terus meningkat.

Pada 2017 produksi minyak mencapai 77.154 barel per hari (BOPD), naik lagi menjadi 79.445 BOPD pada 2018, dan tahun lalu menjadi 82.213 BOPD. Sedangkan produksi gas tercatat 1.018 BOPD pada 2017, naik dibandingkan 2016 yang tercatat 989 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD)

Lalu sebesar 1.017 MMSCFD pada 2019, dan 959 MMSCFD pada 2019 karena pembeli tidak menyerap gas yang diproduksikan PEP.

Julius mendorong PEP untuk berusaha menurunkan angka natural declined yang memang alami dengan cara mengidentifikasi tambahan-tambahan sumur-sumur pengembangan dan dibor tepat waktu dan memperhatikan keselamatan kerja. SKK Migas juga berperan dalam persetujuan rencana kerja dan anggaran (Work Plan & Budget/WP&B).

“Saat saya koordinator pembahasan WP&B menjalankan tupoksi sebagai kepala divisi program kerja, terlibat langsung dalam pembahasan teknis dan ekonomis setiap program kerja dan mendorong lebih agresif. Dengan KKKS PEP kita bantu dan dorong untuk identifikasi kandidat-kandidat sumur pengembangan untuk bisa dibor dan meningkatkan produksi langsung,” ujarnya.

Julius mendorong PEP dan KKKS lain lebih agresif dan fasilitasi (setujui anggaran) serta akselerasi pelaksanaan realisasi program kerja khususnya sumur pengembangan.

 


Eksplorasi Masif

PT Pertamina EP Cepu (PEPC) melakukan pemancangan Perdana EPC Gas Processing Facisilty (GPF) proyek pengembangan lapangan gas unitisasi Jambaran - Tiung Biru (JTB). Dok Pertamina EP

Pada 2017, total sumur pengembangan PEP mencapai 58 sumur, naik lagi pada 2018 menjadi 92 sumur dan pada 2019 menjadi 106 sumur. Sementara sumur work over tercatat 194 pada 2017, 175 pada 2018, dan 215 pada 2019.

Dia menilai kendala operasi PEP itu karena aset dan wilayah kerja yang scaterred dari Barat sampai Timur wilayah Indonesia jadi cukup kompleks. Belum lagi ditambah dengan fasilitas produksi yang sudah tua (aging) sehingga perlu perawatan (maintenance efforts) yang membutuhkan biaya juga.

“Karena itu, manajemen PEP harus lebih berani melakukan/implementasi advanced technology untuk menaikkan produksi dan melakukan usaha-usaha debottlenecking serta melakukan preventive dan predictive maintenance yang baik,” ujarnya.

Menurut Julius, ke depan PEP lebih berani mengambil risiko dengan implementasi teknologi yang memang sudah available di market, berani lebih gigih untuk inovasi, dan improvisasi operasional agar lebih efisien.

Tentu saja juga harus berani ambil risiko untuk melakukan eksplorasi yang masif. Untuk beberapa lapangan tua (existing) mungkin bisa dikerjasamakan dnegan kontraktor tehcnology provider. “Semoga PEP semakin maju dan jaya karena saya lihat komitmen yang tinggi dari leadership team PEP,” ujarnya.

Djoko Siswanto, Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional, menilai Pertamina harus terus berupaya meningkatkan produksi minyak dengan caranya sendiri. Alangkah baiknya semua saran dan masukan dari seluruh pemangku kepentingan untuk meningkatkan produksi minyak juga dipertimbangkan untuk dilaksanakan.

“Tiga tahun terakhir ini memang produksi PEP naik dari tahun ke tahun. Dari segi biaya saya melihat sebenarnya masih ada yang bisa dihemat sehingga profitnya bisa lebih besar,” ujarnya.

Djoko juga sependapat dengan Julius agar PEP menggunakan teknologi mutakhir untuk mengebor minyak karena cara tradisional lama lama akan habis. PEP harus menjalankan Enhanced Oil Recovery (EOR) dengan injeksi bahan kimia, fracturing reservoar, dan reaktivasi sumur-sumur tua.

Di luar itu, Djoko juga berharap PEP dapat mengerjakan lapangan marginal dengan minta insentif dari pemerintah. Misalnya, keringanan pajak bagi lapangan marginal yang belum dikembangkan, mengebor daerah-daerah yang selama ini dilakukan illegal drilling oleh masyarkat. “PEP juga bisa bekerja sama dengan pihak lain mengelola lapangan yang tidak digarap,” ujarnya.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya