Liputan6.com, Jakarta - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang akan mengadili para buronan dengan metode in absentia atau persidangan tanpa dihadiri terdakwa. KPK akan melakukan hal tersebut jika tak menemukan para buronan.
Dikritik ICW, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron angkat bicara. Menurutnya, KPK tetap melakukan upaya maksimal untuk menemukan para buronan. Namun jika tidak, persidangan dengan metode in absentia pun akan tetap dilakukan.
Advertisement
"Begini, upaya secara maksimal tetap akan kami lakukan," ujar Ghufron saat dikonfirmasi, Sabtu (7/3/2020).
Menurut dia, pihaknya tak bisa menunda untuk melimpahkan ke Pengadilan Tipikor jika berkas penyidikan rampung. Ghufron menyatakan, meski para buronan belum tertangkap, tim penyidik tetap memeriksa para saksi sebagai pembuktian adanya tindak pidana korupsi.
"Yang jelas kami akan lakukan sesuai dengan prosedur, bahwa kalau sudah lengkap berkasnya, kami akan serahkan ke pengadilan dan kemudian akan kami sidangkan baik ada maupun tidak ada terdakwa," kata Ghufron.
Sebelumnya, ICW melayangkan kritik ke KPK. Kritik dilontarkan ICW lantaran KPK membuka peluang mengadili para buronan dengan metode in absentia.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana menduga, keputusan KPK untuk menyidangkan buronan dengan metode tanpa dihadiri terdakwa itu bagian dari tujuan KPK yang tak ingin membongkar kasus lebih dalam.
"Seluruh kontroversial ini menjadikan satu dugaan bahwa pimpinan KPK memang tidak ingin perkara ini terbongkar tuntas," ujar Kurnia saat dikonfirmasi, Jumat (6/3/2020).
KPK sebelumnya sempat menyatakan membuka peluang mengadili politikus PDIP Harun Masiku, mantan Sekretaris MA Nurhadi, keponakan Nurhadi bernama Rezky Herbiono, dan Direktur PT MIT Hiendra Soenjoto dengan metode in absentia.
Metode tersebut akan dilakukan KPK jika keempat buronan dalam dua kasus berbeda itu tak bisa ditangkap saat berkasnya sudah masuk ke Pengadilan Tipikor. Menurut Kurnia, keputusan mengadili para buronan dengan metode in absentia tidak tepat.
"Rasanya tidak tepat jika KPK langsung begitu saja menyidangkan Harun Masiku dan Nurhadi dengan metode in absentia," kata Kurnia.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Ada Syarat Khusus
Kurnia menjelaskan, sidang in absentia memang diatur dalam Pasal 38 ayat 1 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Namun, pasal ini dapat digunakan dengan syarat khusus, yakni penegak hukum harus benar-benar bekerja untuk menemukan para buronan.
Kurnia pun mempertanyakan keseriusan KPK dalam memburu para buronan. KPK sendiri sempat menyatakan telah menggeledah beberapa lokasi untuk menemukan para buronan. Namun hasilnya nihil.
"Pertanyaannya, apakah sudah dilakukan penggeledahan di wilayah tersebut? Kita tidak terlalu yakin KPK sudah melakukannya," kata Kurnia.
Advertisement