Liputan6.com, Solo - Maestro keroncong Waldjinah mendapatkan penghargaan lifetime achievement award dari perusahaan rekaman rekaman tertua di Indonesia, Lokananta, Solo pada Sabtu malam 7 Maret 2020, Penghargaan itu diberikan atas pengabdian dan dedikasi penyanyi berjuluk si walang kekek dalam melestarikan musik keroncong di Tanah Air.
Raut wajah kegemberiaan tampak terpancar dari raut wajah Waldjinah yang malam itu hadir langsung dan duduk di atas kursi roda. Maestro keroncong itu pun berkali-kali mengucapkan rasa syukur dan terima kasihnya atas penghargaan yang diberika Lokananta kepada dirinya. Bahkan, Pemberian penghargaan itu disaksikan oleh Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo.
Baca Juga
Advertisement
“Aku senang banget, rumongso diuwongke (merasa diharga),” kata Waldjinah dengan penuh bangga ketika ditemui usai menerima penghargaan di Lokananta, Solo, Sabtu malam, 7 Maret 2020.
Baginya, perusahaan rekaman Lokananta menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sejarah perjalanan hidupnya sebagai seorang penyanyi keroncong. Si walang kekek itu mengaku pertama kali rekaman di Lokananta tatkala masih berusia 12 tahun.
“Awal mulanya saya rekaman di Lokananta itu masih kelas VI sekolah dasar,” ucap Waldjinah.
Rekaman Bersama Gesang
Dia pun menceritakan pertama kali rekaman di studio itu bersama dengan Gesang untuk rekaman lagu ‘Kembang Kacang’. Lantas, karena masih bocah saat pertama rekaman itu kakinya harus berdiri di atas bangku pendek agar tinggi badannya sejajar dengan Gesang yang merupakan pencipta lagu Bengawan Solo itu.
Apa lagi saat itu mikrofon yang digunakan untuk rekaman hanya ada satu sehingga harus bergantian dengan Gesang.
“Saya waktu rekaman itu pakai dingklik (bangku pendek untuk duduk) karena mulutnya harus sama (sejajar) dengan Pak Gesang. Terus dulu Lokananta itu mic-nya hanya satu padahal balance-nya harus sama makanya saya ancik-ancik dingklik (berdiri di atas bangku),” kata dia tertawa sambil mengenang momen lucu itu.
Selama menjalani karirnya sebagai penyanyi keroncong, Waldjinah memang sering sekali memilih Lokananta sebagai studio rekamannya pada waktu itu. Bahkan, jumlah album musiknya yang direkam dalam piringan hitam jumlahnya mencapai puluhan album.
“Saya itu di Lokananta terus (rekaman). Saya sampai piringan hitamnya ada lima puluhan di Lokananta. Sedangkan untuk lagunya itu sekitar 1.700 lagu yang direkam tapi tidak hanya di Lokananta saja,” sebutnya.
Seperti diketahui Lokananta merupakan perusahaan rekaman piringan hitam pertama di Indonesia. Perusahaan itu berdiri di Solo pada tahun 1956.
Advertisement
Musik Keroncong Tetap Lestari
Sebagai maestro keroncong, ia Waldjinah pun memiliki keinginan agar musik keroncong tetap berkembang dan maju. Selain itu para generasi muda juga harus ikut mencintai musik keroncong supaya genre musik itu ke depannya tidak hilang dan dilupakan.
“Saya kan sudah jadi guru keroncong lima tahun tapi setelah itu berhenti karena sakit. Jadi saya inginnya ada Waljdinah-Waldjinah lain begitu untuk tetap melestarikan musik keroncong,” harapnya.
Kini ia pun sedikit berbangga karena sejumlah generasi penerusnya yang berkecimpung dalam musik keroncong mulai bermunculan. Lantas, Waldjinah pun menyebut nama Endah Laras, Sruti Respati dan Woro Mustiko.
“Semoga keroncong tetap lestari,” kata Waldjinah.
Simak video pilihan berikut ini: