Virus Corona Tak Berakhir dalam Waktu Dekat? Begini Penjelasan Ilmuwan Hong Kong

Ilmuwan Hong Kong meminta agar warga waspada akan kasus Virus Corona impor.

oleh Tommy K. Rony diperbarui 09 Mar 2020, 11:21 WIB
Orang-orang berjalan di sepanjang jalur pendakian di Hong Kong pada 22 Februari 2020. Warga Hong Kong memilih pergi ke area perbukitan untuk mencari udara segar dan ruang berolahraga dibandingkan harus tinggal di pusat kota yang sempit dan dibayangi ketakutan akan virus corona. (VIVEK PRAKASH/AFP)

Liputan6.com, Hong Kong - Ilmuwan mikrobiologi Hong Kong menjelaskan, Virus Corona COVID-19 tidak akan berakhir dalam waktu dekat. Sebab, virus ini sudah terlanjur menyebar ke berbagai negara.

Dilansir South China Morning Post, Senin (9/3/2020), profesor Yuen Kwok-yung dari University of Hong Kong menyebut kasus Virus Corona dapat kembali terjadi walau kasus di China dan Hong Kong mereda di musim panas mendatang. Jika sebelumnya virus menyebar dari China, maka kebalikan bisa terjadi, yakni pengidap virus datang ke China.

"Kami berpikir epidemi ini mungkin tidak akan berakhir," ujar Yuen. "Akan ada yang kita sebut sebagai kasus impor terbalik. Pada awalnya negara-negara lain takut pada kita, sekarang kita yang takut pada mereka," ucap Yuen.

Lebih lanjut, Yuen menyebut Virus Corona tidak akan berakhir hingga ada vaksin yang murah, efektif, dan mudah didapatkan mayoritas penduduk. Kemungkinan lainnya adalah jika mayoritas populasi telah tertular dan mendapat imunitas alami.

Kasus Virus Corona di luar China memang sedang marak, terutama di Iran dan Italia. Kini di Hong Kong ada perintah wajib karantina bagi pendatang dari Iran dan beberapa daerah Korea Selatan dan Italia.

Warga Hong Kong pun diminta oleh Yuen agar menghindari berpergian setidaknya hingga akhir tahun. Pasalnya, kasus impor Virus Corona di Hong Kong mulai terjadi, seperti pada kelompok tur dari India.

"Ketika epideminya serius, hindari berpergian ke tempat-tempat lain kecuali perlu," ujarnya.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:


Vaksin Virus Corona Butuh 1,5 Tahun

Presiden Amerika Serikat Donald Trump menunjuk sambil makan bersama para tentara di Pangkalan Udara Bagram, Afghanistan, Kamis (28/11/2019). Kunjungan dadakan Trump pada hari Thanksgiving tersebut mengejutkan pasukan AS yang bertugas di Afghanistan. (AP Photo/Alex Brandon)

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sedang sibuk bertemu dengan para ilmuwan dan pengusaha farmasi. Isu kapan vaksin Virus Corona tersedia menjadi fokus utama Trump.

Dalam pertemuan di Gedung Putih bos perusahaan farmasi serta bersama Anthony Fauci yang menjabat sebagai kepala Institut Nasional Alergi dan Penyakit Menular. 

Dikutip dari situs White House, Presiden Trump sempat mengira vaksin Virus Corona tersedia dalam waktu beberapa bulan ke depan. Ternyata ia salah paham, sebab beberapa bulan ke depan vaksinnya baru ke tahap uji.

"Dalam beberapa bulan ke depan, apakah kamu bisa punya vaksin?" ujar Trump kepada Stephane Bancel, CEO Moderna, perusahaan bioteknologi.

Bancel tak bisa menjawab secara lugas, karena yang ia maksud beberapa bulan ke depan masih tahap uji. Untungnya, Anthony Fauci meluruskan kepada Presiden Trump.

"Ya. Anda tak akan mendapatkan vaksinnya. Anda akan harus mengirimnya untuk pengujian," jelas Fauci.

Presiden Trump seperti ingin tetap percaya bahwa vaksin Virus Corona bisa tersedia dalam beberapa bulan, tetapi Fauci menegaskan vaksinnya baru ada sekitar tahun depan.

"(Butuh) Setahun hingga satu tahun setengah," ujar Fauci.

Trump pun beralih ke bos perusahaan farmasi lain, sebab ia masih percaya vaksin akan tersedia dalam beberapa bulan.

CEO CureVac Daniel Menichelle pun kebingungan merespons ucapan Trump. Ia malah kembali menyebut beberapa bulan vaksin akan siap, sehingga Trump kembali mengira vaksin siap pada Juni.

"Beberapa bulan saja kan? Maksud saya, sejujurnya saya lebih suka kata beberapa bulan," ujar Trump.

Sekali lagi, seorang pejabat pemerintah menyela percakapan mereka dan menegaskan maksud beberapa bulan adalah tahap pengujian vaksin Virus Corona.

"Tetapi saat kamu menyebut Juni adalah inisiasi tahap pertama, pada Juni, kan? Itu bukan vaksin komplit," kata Menteri Kesehatan Alex Azhar.


Buru-Buru Malah Bahaya

Presiden Donald Trump mengangkat sebuah surat kabar dengan tajuk utama bertuliskan "Trump dibebaskan" selama acara perayaan kemenangan, satu hari setelah upaya pemakzulannya dibatalkan di Ruang Timur Gedung Putih, Washington (6/2/2020). (AP Photo/Evan Vucci)

Akhirnya, CEO Regeneron Leonard Schleifer, menyebut bahwa berbahaya jika kehadiran vaksin diburu-buru. Sebab, hasilnya malah memperparah pasien.

"Vaksin perlu diuji karena ada preseden vaksin membuat penyakit lebih parah," ujar Schleifer. "Dan Anda pasti tidak mau buru-buru dan mengobati satu juta orang dan membuat 900 ribu pasiennya malah makin parah," ujarnya.

Presiden Trump akhirnya paham. "Itu adalah ide bagus," ujarnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya