Harga Minyak Anjlok 30 Persen, Sri Mulyani Anggap Angin Segar

Sri Mulyani menilai anjloknya harga minyak dunia dikarenakan kegagalan persetujuan antara dua produsen minyak terbesar dunia.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Mar 2020, 13:30 WIB
Menkeu Sri Mulyani saat rapat kerja gabungan bersama BPJS dan DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/2/2020). Rapat membahas kenaikan iuran BPJS Kesehatan, data peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), dan peran pemda dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, akan terus mewaspadai dampak dari anjloknya harga minyak mentah ke Indonesia. Harga minyak dunia anjlok 30 persen dipicu kegagalan OPEC mencapai kesepakatan dengan sekutunya mengenai pengurangan produksi.

"Pertama dinamika dari harga minyak dan pasar minyak dunia salah satu yang harus ktia perhatikan sangat serius," kata Sri Mulyani di Kantornya, Jakarta, Senin (9/3/2020).

Sri Mulyani menyebut dampak ke Indonesia sendiri dengan adanya penurunan harga minyak dunia justru membawa angin segar. Lantaran, pemerintah tidak terbebani dengan harga minyak dunia yang mahal. Mengingat selama ini kebutuhan minyak dalam negeri masih mengandalkan impor.

"Dengan harga minyak yang turun di dalam kondisi ekonomi yang sedang tertekan mungkin ini menjadi bentuk positif dalam artian bisa stimulate tidak membebani. Kalau impor minyak selama ini cukup besar, penurunan harga minyak bisa memberi penurunan beban pertamina impor dan lain-lain. saya harap terlihat di neraca Pertamina," katanya.

Sri Mulyani menilai anjloknya harga minyak dunia dikarenakan kegagalan persetujuan antara dua produsen minyak terbesar dunia, antara Arab Saudi dengan Rusia dalam upaya untuk mengurangi produksi. Terutama hal ini dikaitkan dengan penurunan permintaan karena adanya virus Corona.

"Kemungkinan terjadinya growth dunia menurun menyebabkan harga menurun. Namun yang mungkin cukup mengagetkan adalah dari Saudi membuat langkah jauh lebih bold yaitu dengan memberi diskon harga minyak lebih dalam sehingga menjadi perang harga," kata dia.

Dia menilai penurunan harga minyak ini juga berdampak menimbulkan ketidakpastian lebih besar terhadap capital market, pasar uang, sehingga dampak psikologis akan memengaruhi dari sisi positif harga energi menjadi relatif murah. Berbagai faktor tersebut akan diperhatikan oleh pihaknya.

"Dari sisi harga minyak apakah ini akan dalam jagka pendek dalam artian bulan, atau panjang dalam artian kuartal atau semester masih dilihat reaksi Rusia dan Arab Saudi," tandasnya.

Reporter: Dwi Aditya Putra

Sumber: Merdeka.com

 


Harga Minyak Dunia Anjlok 30 Persen, Diprediksi Bisa ke Level USD 20 per Barel

Ilustrasi tambang migas (iStockPhoto)

Untuk diketahui, Harga minyak mentah dunia anjlok 30 persen dipicu kegagalan OPEC mencapai kesepakatan dengan sekutunya mengenai pengurangan produksi. Ini menyebabkan Arab Saudi memangkas harga karena dilaporkan akan bersiap meningkatkan produksi, dan memicu kekhawatiran bakal terjadinya perang harga.

Melansir laman CNBC, Senin (9/3/2020), harga minyak mentah berjangka Brent anjlok 30 persen menjadi USD 31,02 per barel, level terendah sejak Februari 2016.

Sementara harga minyak mentah AS West Texas Intermediate turun 27 persen menjadi USD 30 per barel, level terendah sejak Februari 2016. Harga minyak WTI berada di jalur terburuk harian sejak Januari 1991 selama Perang Teluk. 

"Ini menjadi pendekatan drastis dari Arab Saudi, khususnya untuk menangani masalah kelebihan produksi yang kronis," kata John Kilduff dari Capital Again.

Usai sempat turun di awal, kerugian sedikit berkurang. Brent diperdagangkan 24,59 persen lebih rendah menjadi USD 34,14 per barel dan minyak mentah berjangka AS  lebih rendah 25,61 persen menjadi USD 30,71 per barel.

Pada Sabtu pekan lalu, Arab Saudi mengumumkan diskon besar-besaran harga jual minyaknya untuk April. Negara itu juga dilaporkan bersiap untuk meningkatkan produksinya di atas angka 10 juta barel per hari.

Saudi kini memompa produksi 9,7 juta barel per hari, tetapi memiliki kapasitas untuk meningkatkan hingga 12,5 juta barel per hari.

"Kami melihat perang harga minyak OPEC dan Rusia dimulai akhir pekan ini, ketika Arab Saudi secara agresif memotong harga, di mana ia menjual minyak mentahnya paling banyak dalam setidaknya 20 tahun," kata Analis Goldman Sachs, Damien Courvalin dalam catatannya.

"Prognosis untuk pasar minyak bahkan lebih mengerikan daripada pada November 2014, ketika perang harga seperti itu dimulai. Di mana, kejatuhan permintaan minyak yang signifikan juga karena Virus Corona," tambah dia.

Goldman memangkas prediksi harga minyak Brent pada kuartal kedua dan ketiga menjadi USD 30 per barel, dan harga bisa turun ke posisi USD 20-an.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya