Akibat Truk Obesitas, Pengelola Tol Rugi Rp 1 Triliun per Tahun

Dampak truk obesitas merugikan pengguna jalan tol khususnya kendaraan golongan I yang harus membayar tarif lebih mahal.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 09 Mar 2020, 14:25 WIB
Truk melintas di tol dalam Kota kawasan Senayan, Jakarta, Minggu (25/6). Angkutan barang di atas 2 sumbu seperti truk tronton dan trailer per 1 juli dilarang melintasi jalur tol selama 10 hari. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Danang Parikesit, menilai keberadaan kendaraan truk obesitas atau Over Dimension Over Loading (ODOL) di jalan tol dapat merugikan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) hingga Rp 1 Triliun per tahun.

Menurut perhitungannya, tiap BUJT biasanya mendapat keuntungan sekitar Rp 12 triliun. Dengan begitu, kehadiran truk obesitas di jalan tol dapat memotong pendapatan 1 bulan laba pada tiap perseroan.

"Jadi kalau kita liat angka konservatif, itu (kerugian) pasti sekitar Rp 1 triliun setiap tahun. Padahal kita tahu data tahun lalu itu pendapatan tol Rp 12-13 triliun. Kalau kerugian ODOL sekitar Rp 1 triliun, artinya 1 bulan enggak dapat pendpatan. Bagi investasi cukup signifikan," jelasnya di Jakarta, Senin (9/3/2020).

Kerugian tersebut diderita lantaran BUJT harus sering melakukan perbaikan jalan akibat kerusakan yang disebabkan truk berlebih muatan. Di sisi lain, hal tersebut turut merugikan pengguna jalan tol, khususnya kendaraan golongan I yang harus membayar tarif lebih mahal.

"Kan tadinya mustinya pemeliharaan setiap 5 tahun. Kemudian sekarang jadi 3 tahun. Kemudian yang 2 tahun jd setiap tahun. Itu belanja pemeliharaan secara dini akan menjadi penghitungan kerugian sebenernya," ucap dia.

 

 


Golongan I Ikut Menanggung

Empat truk ODOL yang disita petugas BPTP Riau Kepri diparkirkan di Terminal AKAP Pekanbaru. (Liputan6.com/M Syukur)

"Kalau tidak bisa diserap oleh badan usaha pasti akan ditimbangkan kepada masyarakat luas jadi penyesuaian tarif, atau tarifnya disesuaikan lagi lebih tinggi dari biasanya. Nah ini yang akhirnya masyarakat, golongan I yang paling banyak ikut menanggung akibat dari kendaraan ODOL," tambahnya.

Danang juga bercerita bahwa pihak investor kerap mengeluhkan penindakan aturan ODOL yang belum tegas. Oleh karenanya, ia meminta penindakan kendaraan obesitas dapat benar-benar maksimal demi menjaga kepercayaan investor.

"Beberapa kali investor nasional menanyakan ke kita bagaimana suatu aturan jelas-jelas landasannya tidak dilakukan secara konsisten. Oleh karena itu supaya kita untuk mengurangi kerugian aktivitas ODOL," imbuh Danang.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya