Apa Kabar Kasus Korupsi Berjemaah DPRD di Garut?

Sudah 10 bulan berlangsung, tetapi hingga kini belum ditemukan adanya tersangka kasus berjemaah mantan anggota DPRD Garut tersebut.

oleh Jayadi Supriadin diperbarui 10 Mar 2020, 13:00 WIB
Kantor Kejaksaan Negeri Garut jalan Merdeka, Tarogong Kidul, Garut, Jawa Barat (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Liputan6.com, Garut - Setelah hampir 10 bulan mengendap, aktivis antikorupsi kabupaten Garut, Jawa Barat, kembali mendesak Kejaksaan Negeri Garut, membuka penyidikan dugaankorupsi kasus Pokok Pikiran (Pokir) dan Biaya Operasional (BOP) berjemaah, yang dilakukan mantan anggota DPRD Garut periode 2014-2019.

Koordinator Garut Governance Watch (GGW) Agus Gandhi mengatakan, penyidikan dugaan dua kasus korupsi yang merugikan keuangan negara oleh wakil rakyat hingga puluhan miliar tersebut, terkesan jalan ditempat.

"Ini sudah 10 bulan kok belum ada tersangkanya," ujar dia, Senin (9/3/2020).

Menurutnya, kejelasan penanganan kasus tersebut ditunggu publik, sehingga tidak menimbulkan preseden buruk bagi aparat penegak hukum dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia.

"Buat anggota dewan yang tidak bersalah juga jelas tidak terbelenggu dengan persoalan kaya gini," ujar dia.

Dalam catatan lembaganya, selama 2014-2019 berlangsung, total kerugian negara akibat dua proyek berjemaah itu mencapai Rp92 miliar.

Angka itu diperoleh dari ratusan proyek yang sengaja direcah bagian anggaran dewan. "Rata-rata satu paket Rp200 juta," kata dia.

Dalam praktiknya, tiap anggota dewan mendapatkan jatah sekitar Rp1,5 miliar dana usungan tiap dapil. Dengan angka itu, mereka bisa mendapatkan tujuh hingga delapan paket proyek usulan, untuk selanjutnya dikerjakan pihak pemborong atau bandar proyek di lapangan.

"Mereka (Anggota DPRD) mendapatkan fee rata-rata sekitar 10 sampai 12,5 persen," kata dia.

Angka itu bisa lebih besar untuk Ketua Fraksi dan Ketua Komisi, termasuk pimpinan DPRD, yang mendapatkan cuan proyek lebih besar. "Mungkin pimpinan DPRD bisa mencapai puluhan miliar," ujar dia.

Akibat besarnya kerugian anggaran yang dinikmati bekas wakil rakyat itu, lembaganya kembali meminta ketegasan jajaran Adhyaksa dalam penyelesaian dua kasus korupsi berjamaah tersebut.

"Yang kemarin itu, saya menduga adanya mafia peradilan melalui makelar kasus," ujar Agus menduga.

 

 


Modus Lama

Koordinator Garut Governance Watch (GGW) Agus Gandhi di Kantornya, beberapa waktu lalu. (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Agus menyatakan, lambannya penanganan dugaan dua kasus korupsi berjamaah itu, diduga akibat derasnya lobi yang dilakukan pihak berperkara, agar kasus tersebut berjalan di tempat.

"Salah satu indikatornya ketika mereka bermasalah, ada pertemuan-pertemuan untuk tidak melanjutkan kasus," kata dia.

Kedua, adanya upaya memperbaiki laporan para bekas anggota dewan, ihwal reses yang telah dilakukan mereka di lapangan.

"Ada juga dari sekretariat dewan melakukan lobi, termasuk pemborong yang jadi bandar yang melakukan lobi di kejaksaan," kata dia.

Dengan adanya pergantian pucuk pimpinan di jajaran Kejaksaan Negeri Garut saat ini, momen itu mampu memberikan angin segar dalam penanganan dua kasus korupsi tersebut.

"Jika melihat komitmennya, saya lihat Kejari yang baru lebih lugas dan berani, makanya saat ini tepat untuk mengungkap itu semua," pinta dia.

Dengan upaya itu, Agus berharap Kejaksaan mampu memutus mata rantai dugaan adanya makelar kasus alias markus, yang menghambat penyelesaian dua kasus itu.

"Lebih cepat lebih baik, setidaknya akhir Maret sudah jelas, siapa tersangka, untuk melanjutkan pada penyidikan," kata dia.


Bentuk Tim Khusus

Kantor Kejaksaan Negeri Garut jalan Merdeka, Tarogong Kidul, Garut, Jawa Barat (Liputan6.com/Jayadi Supriadin)

Sementara itu, Kepala Kejaksaan Negeri Garut Sugeng Hariadi mengatakan, untuk menangani dugaan kasus korupsi berjemaah itu, lembaganya segera membuat tim khusus (Timsus).

"Berilah kesempatan kepada kami untuk bekerja," ujar dia.

Sugeng yang belum genap dua bulan memimpin Kejaksaan Garut, mengaku membutuhkan lebih banyak informasi dalam penanganan kasus tersebut.

"Makanya sejak awal saya sampaikan akan pelajari dulu secara utuh, kami siap tuntaskan," kata dia.

Rencananya timsus tersebut, bakal bertugas di bawah kendali pidana khusus, atau alih kendali yang sebelumnya dilaksanakan bagian intelijen Kejaksaan.

"Perlu ini saya luruskan supaya Kejaksaan tidak dianggap membohongi masyarakat," kata dia.

Dengan pembentukan timsus tersebut, lembaganya segera mengurai benang merah dugaan kasus korupsi berjemaah secara lengkap. "Jangan setengah-setengah lah, nanti kami sampaikan semuanya jika sudah jelas," ujar dia.

 

Simak video pilihan berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya