Langkah yang Harus Pemerintah Ambil buat Atasi Truk Obesitas

Truk ODOL logistik dan distribusi bahan baku maupun produk industri nasional sangat bergantung pada moda transportasi darat (truk).

oleh Tira Santia diperbarui 10 Mar 2020, 11:00 WIB
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan, Budi Setiyadi.

Liputan6.com, Jakarta Upaya mengendalikan angkutan barang kelebihan muatan (over dimension and over loading), pemerintah diminta memperkuat penyelenggaraan Unit Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) atau jembatan timbang, dan uji laik kendaraan (KIR).

"Jadi harus memperkuat penyelenggaraan Unit Penyelenggaraan Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) atau jembatan timbang. Hal ini masih menjadi wewenang Kemenhub (Kementerian perhubungan) dan bersinergi dengan Kemendagri (Kementrian dalam negeri) untuk urusan kir di pemda," kata Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno, kepada Liputan6.com, Selasa (10/3/2020).

Dia pun mengutip tulisan Therik, W (2020) bahwa permasalahan kendaraan kelebihan muatan di Indonesia adalah sudah menjadi budaya dalam dunia logistik angkutan truk di Indonesia.

Truk ODOL logistik dan distribusi bahan baku maupun produk industri nasional sangat bergantung pada moda transportasi darat (truk). Itu karena moda transportasi lainnya seperti kereta api, angkutan laut dan udara belum mampu mengurangi beban dan transportasi darat (truk).

Truk ODOL diminati juga karena belum semua moda transportasi (angkutan darat, laut dan udara) terkoneksi, apalagi di daerah kepulauan. Dari semua negara di ASEAN, hanya Indonesia yang masalah truk ODOL belum tuntas.

Permasalahan ODOL adalah bagian dari sistem transportasi logistik. Logistik adalah kerja yang diperlukan untuk memindahkan dan menempatkan stok (inventory) pada waktu, tempat dan kepemilikan yabg diinginkan dengan biaya sekecil mungkin.

"Maka bicara logistik sama seperti prinsip ekonomi dengan biaya minim untung yang sebesar-besarnya. Logistik merupakan kombinasi dari order management, inventory, transportasi, warehousing, material handling, packaging dan facility networking," ujarnya.

 

Saksikan video di bawah ini:


Ongkos Mahal

Dok: Direktorat Jenderal Perhubungan Darat.

Djoko menambahkan, para pemangku kepentingan dari logistik adalah konsumen, pelaku logistik (produsen dan penyalur), penyedia jasa logistik, pendukung logistik (asosiasi, konsultan, instansi pendidikan) dan pemerintah.

"Perlu diketahui bahwa indeks terkait dengan supply chain posisi Indonesia di bawah Vietnam. Hal ini disebakan ongkos transportasi yang mahal," ungkapnya.

Ongkos mahal diantaranya akibat harga mobil yang mahal dan biaya operasional kendaraan yang tinggi. Sebab itu, harus mengetahui alur logistik dari produsen hingga konsumen.

Biaya operasional tinggi ini yang harus dipecahkan, karena banyak pengusaha logistik yang mengeluhkan adanya biaya-biaya di luar dari biaya operasional yang tak terduga di jalan hingga tiba di lokasi (seperti biaya bongkar, jatah oknum LSM, oknum aparat).

Bila dilihat dari biaya logistik dan PDB tahun 2018 (sumber: Frost and Sullivan, 2016), Indonesia 24 persen dari PDB.

Sementara negara lain, seperti Vietnam (20 persen PDB), Thailand (15 persen PDB), Tiongkok (14 persen PDB), Malaysia, Philipina dan India (13 persen PDB), Taiwan dan Korea Selatan (9 persen PDB), Singapura dan Jepang (8 persen PDB).

"Pemerintah harus berupaya menurunkan biaya logistik tersebut dengan memilih prasarana dan sarana transportasi yang sesuai jarak perjalanan," pungkas dia.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya