Buruh: Sudah Seharusnya Iuran BPJS Kesehatan Tak Naik, Itu Bukan Solusi Defisit

Pemerintah tidak bisa seenaknya menaikkan iuran BPJS Kesehatan secara sepihak. DPR RI juga bahkan sudah menolak kenaikan iuran.

oleh Athika Rahma diperbarui 10 Mar 2020, 12:15 WIB
Petugas melayani warga yang mengurus iuran BPJS Kesehatan di Kantor BPJS Jalan Raya Pasar Minggu, Jakarta, Senin (4/11/2019). Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia memprediksi akan terjadi migrasi turun kelas pada peserta akibat kenaikan iuran 100 persen pada awal 2020. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang diajukan Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard. Dengan demikian, iuran BPJS Kesehatan kembali ke nominal sebelumnya.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal selaku perwakilan dari buruh menyambut baik hal ini. Buruh memang dari awal tidak menyetujui kenaikan iuran BPJS Kesehatan bahkan turut mengajukan judicial review ke MA.

"Prinsipnya, mulai sejak keluarnya putusan MA tersebut, maka tidak ada lagi pemberlakuan nilai baru. Namun kembali ke iuran lama," ujar Said sebagaimana ditulis Liputan6.com dari keterangan tertulis, Selasa (10/03/2020).

Said menegaskan, pemerintah tidak bisa seenaknya menaikkan iuran BPJS Kesehatan secara sepihak. DPR RI juga bahkan sudah menolak kenaikan iuran.

"Pemilik BPJS Kesehatan adalah rakyat, khususnya 3 pihak yaitu pengusaha, masyarakat penerima upah dan penerima bantuan pemerintah. Jadi pemerintah tidak bisa sewenang-wenang menaikkan iuran tanpa melakukan uji publik," kata Said.

Said melanjutkan, jaminan kesehatan adalah hak rakyat, bahkan dalam UU BPJS dan UU SJSN diatur bahwa negara wajib menutup jika terjadi defisit melalui dana kontingensi. Jadi, rakyat harusnya tidak dibebankan untuk menutup defisit tersebut.

"Kenaikan iuran BPJS kesehatan terbukti memberatkan masyarakat dan bukan solusi menyelesaikan defisit. Seharusnya, kegagalan dalam mengelola BPJS tidak dibebankan ke rakyat dengan menaikkan iuran," kata Said mengakhiri.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


MA Batalkan Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

Petugas BPJS Kesehatan melayani warga di kawasan Matraman, Jakarta, Rabu (28/8/2019). Menkeu Sri Mulyani mengusulkan iuran peserta kelas I BPJS Kesehatan naik 2 kali lipat yang semula Rp 80.000 jadi Rp 160.000 per bulan untuk JKN kelas II naik dari Rp 51.000 menjadi Rp110.000 per bulan. (merdeka.com

Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan gugatan pembatalan kenaikan iuran BPJS kesehatan yang diajukan oleh Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir, yang diajukan pada 2 Januari 2020.

"Kabul permohonan hukum sebagian," tulis MA dalam putusannya, yang dikutip Liputan6.com, pada Senin 9 Maret 2020.

Sidang putusan pengabulan tersebut dilakukan oleh hakim Yoesran, Yodi Martono, dan Supandi pada 27 Februari 2020.

Sebelumnya, Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) menggugat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan ke Mahkamah Agung agar dibatalkan.

Perpres tersebut mengatur kebijakan kenaikan iuran kepesertaan BPJS Kesehatan untuk pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja sampai dengan 100%.

Tony Samosir menyatakan, pasien kronis cenderung mendapat diskriminasi dari perusahaan karena dianggap sudah tidak produktif lagi, sehingga rawan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dari perusahaan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya