MK Putuskan Pemilu Digelar Serentak, Ini Respons MPR

Namun begitu, ada beberapa catatan yang ia garis bawahi untuk perbaikan pemilu serentak.

oleh Yopi Makdori diperbarui 10 Mar 2020, 19:27 WIB
Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid. (Foto:@MPR RI)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengaku sepakat akan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang menegaskan bahwa pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, dan anggota DPD digelar secara serentak dan tak bisa dipisahkan satu sama lain.

"Saya sepakat untuk bila memang dibuat serentak, ya sudah pakai saja acuan 2019. Dibikin serentak semacam itu, tapi tentu dengan mengambil pelajaran yang sangat serius," ucap Hidayat di Komplek Parlemen, Jakarta, Selasa (10/3/2020).

Namun begitu, ada beberapa catatan yang ia garis bawahi untuk perbaikan pemilu serentak. Misalnya supaya masa kampanye tidak terlalu panjang.

"Pertama janganlah kampanyenya terlalu lama, kedua janganlah presidential threshold-nya 20 persen supaya tidak terjadi pembelahan (masyarakat)," kata dia.

Selain itu juga, dia meminta supaya keamanan lebih ditingkatkan. Misalnya menyangkut keamanan petugas KPPS yang dalam pemilu lalu banyak yang meninggal.

"Itu tidak boleh terulang lagi. KPU hendaknya antisipatif betul dengan apa yang diputuskan MK dan dengan cara itu tidak mengulangi kejahatan pemilu," ucap politis PKS itu.

Diketahui, Mahkamah Konstitusi menolak permohonan pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang menyoal pelaksanaan Pemilu Serentak menyebabkan banyak petugas menjadi korban.

Hakim Konstitusi Saldi Isra dalam sidang pengucapan putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (26/2/2020) mengatakan, MK berpendirian pemisahan pemilu presiden-wakil presiden dengan pemilihan legislatif pusat bertentangan dengan UUD 1945.

"Mahkamah berpendirian bahwa pemilihan umum presiden dan wakil presiden dengan pemilihan umum anggota legislatif yang konstitusional adalah yang dilaksanakan secara serentak," tutur Saldi.

Meski pemohon memberikan bentangan empirik yang terjadi dalam Pemilu Serentak 2019, Mahkamah Konstitusi menilai hal itu masih belum cukup dan persoalan pilkada serentak tidak sesederhana itu.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


5 Kotak Suara

Catatan sekitar penyelenggaraan pemilihan umum serentak tetap mendapat perhatian khusus Mahkamah Konstitusi, tetapi tidak cukup untuk mengubah pendirian lembaga yudikatif itu bahwa untuk memperkuat sistem pemerintahan presidensial, pemilu presiden harus dilaksanakan serentak dengan pemilu legislatif.

"Pemilihan umum serentak dengan cara menyerentakkan pemilihan umum anggota lembaga perwakilan DPR, DPD, dan DPRD dengan pemilihan umum presiden dan wakil presiden masih terbuka kemungkinan ditinjau dan ditata kembali," kata Saldi Isra.

"Peninjauan dan penataan demikian dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah prinsip dasar keserentakan pemilihan umum dalam praktik sistem pemerintahan presidensial, yaitu tetap mempertahankan keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota lembaga perwakilan rakyat tingkat pusat yaitu DPR dan DPD, dengan pemilihan presiden dan wakil presiden," imbuh dia.

Artinya, dengan penjelasan tersebut, ke depan pemilu serentak dengan 5 kotak suara untuk memilih presiden dan wakil presiden, anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, serta DPRD kabupaten/kota sebagaimana pemilu 2019 tetap dapat diterapkan.

Rekomendasi

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya