Indonesia Diminta Contoh Belanda Atasi Kekerasan di Masa Lalu

Raja Belanda telah meminta maaf kepada pemerintahan Indonesia atas penjajahan yang dilakukan di masa lampau.

oleh Yopi Makdori diperbarui 11 Mar 2020, 05:25 WIB
Presiden Joko Widodo (kanan) bersalaman dengan Raja Belanda Willem Alexander saat menyampaikan keterangan bersama di Istana Bogor, Jawa Barat, Selasa (10/3/2020). Raja dan Ratu Belanda mengunjungi Indonesia untuk peningkatan kerja sama bilateral bidang ekonomi dan SDM. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Sejarawan Bonnie Triyana berharap, Pemerintah Indonesia mencontoh sikap Belanda yang memilih untuk meminta maaf atas tindakan kekerasan terhadap rakyat Indonesia di masa lalu.

"Pernyataan ini harus ditiru kepada kita. Kita kan juga sering berlaku kejam sama saudara sendiri tapi enggak pernah mau minta maaf pemerintahnya," kata Bonnie kepada Liputan6.com, Selasa (10/3/2020).

Menurut Bonnie, salah satu contoh kekerasan di masa lalu yakni tragedi 1965, saat banyak rakyat yang dicap berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) diberangus secara represif. Begitu juga tragedi 1998.

"Terus peristiwa-peristiwa lain sampai reformasi kita kan enggak pernah minta maaf sama korban," ucapnya.

Tuntutan agar Pemerintah Indonesia meminta maaf terhadap peristiwa 1965 sudah lama disuarakan. 

Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) '65 mendesak pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menindaklanjuti hasil keputusan final sidang Pengadilan Rakyat Internasional (IPT) di Den Haag. Yang mana keputusan IPT itu menyatakan, Indonesia bertanggung jawab atas 10 tindakan kejahatan HAM berat yang terjadi pada 1965-1966.

Hal ini merupakan salah satu butir yang disampaikan YPKP '65 saat menemui Ketua Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Sri Adiningsih dan Anggota Wantimpres Sidarto Danusubroto, Kamis (25/8/2016). YPKP juga meminta Presiden Jokowi mewakili negara untuk menyampaikan permintaan maaf terhadap seluruh korban tragedi 1965.

"Negara harus minta maaf kepada semua korban, keluarga korban dan para penyintas tragedi 1965. Negara perlu memberikan rehabilitasi umum, memberi ganti rugi/kompensasi secara layak dan menjamin peristiwa serupa tidak terjadi di masa yang akan datang, dengan melakukan upaya penegakan hukum bagi aktor utama yang terlibat kejahatan kemanusiaan," kata Ketua YPKP '65 Bedjo Untung di Kantor Wantimpres, Jakarta, Kamis (25/8/2016).

 


Desakan YPKP '65

Patung-patung di Museum Lubang Buaya yang menggambarkan suasana penyiksaan PKI terhadap para Jenderal, Jakarta, Selasa (30/9/2014) (Liputan6.com/Johan Tallo)

Untuk menindaklanjuti hal tersebut, YPKP '65 mendesak dibentuknya Komite Penyelesaian Pelanggaran HAM yang kedudukannya berada langsung di bawah kendali Presiden.

YPKP '65 juga meminta Presiden Jokowi menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) tentang Rehabilitasi Umum sebagai pengganti UU-KKR yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi.

Jokowi juga diminta untuk mencabut Keppres No 28 Tahun 1975 yang telah dibatalkan oleh Mahkamah Agung. Keppres ini disebut sebagai pijakan hukum bagi pemerintah Orde Baru dalam membuat klasifikasi tahanan politik secara melawan hukum, memberhentikan PNS, Guru dan tentara karena dugaan terlibat G30S.

"Kenapa harus dicabut? Karena ini menjadi cantolan Orde Baru untuk melakukan diskriminasi," tandasnya.   

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya